bc

Mengejar Hot Duda

book_age16+
147
FOLLOW
1K
READ
HE
age gap
kickass heroine
boss
bxg
kicking
city
lies
wild
like
intro-logo
Blurb

Devan Aranyuda merupakan duda tanpa anak yang ditinggalkan istrinya kabur bersama lelaki lain. Pesona ketampanan dan kesempurnaan postur tubuh lelaki itu mampu membius siapapun yang melihatnya, termasuk Senna Lestari anak dari Dimas, sahabatnya.

Saat Dimas dan istrinya melakukan perjalanan bisnis, keduanya sepakat meminta Devan untuk menjaga anak mereka. Lelaki itu diminta untuk tinggal di rumah mereka. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Senna untuk mendapatkan perhatian dari sang duda. Sementara Devan terus menunjukkan penolakannya terhadap gadis itu.

Sanggupkah Senna meluluhkan hati Devan? Bagaimana perasaan Devan sesungguhnya? Apakah dia benar-benar tidak menyukai gadis muda itu?

chap-preview
Free preview
1. Mengejar Teman Ayah
"Om, boleh ya, kali ini aja. Sena tidur di kamar Om. Boleh, ya, Please." Senna menempelkan dua buah telapak tangannya dengan wajah memelas di hadapan Devan. Lelaki berusia tiga puluh lima tahun itu menatap Senna dengan tatapan dingin, lalu menggelengkan kepalanya dengan kedua tangan dilipat di d**a. Dia tentu tidak akan membiarkan gadis berusia dua puluh empat tahun itu tidur bersamanya. Bagaimana nanti kalau ada setan yang hadir di antara mereka dan menghasut keduanya untuk melakukan hal yang tidak seharusnya? Devan tidak akan membiarkan hal itu terjadi. "Senna, tolong jangan berulah. Saya di sini diminta oleh orang tuamu untuk menjagamu bukan jadi babysitter yang harus menidurkanmu juga!” tegas Devan, walau begitu Senna tetap tidak menyerah. Dia akan terus memaksa Devan agar diperbolehkan tidur bersamanya. Bukan Senna namanya kalau tidak memiliki berbagai jurus untuk meluluhkan target yang dia inginkan. Gadis itu ingin mencoba sekali lagi untuk membuat Devan luluh. Sementara Devan, lelaki itu sudah sangat hapal dengan tabiat Senna. "Memangnya Papi nggak ngasih tau ke Om kalau aku takut hantu? Gimana coba nanti kalau malam-malam aku diculik pakde wowo? Aku ‘kan imut, cantik begini, Om. Memangnya Om nggak kasian sama aku?" Senna tetap memasang wajah memelas. Dia ingin Devan mengabulkan keinginannya. Dari sekian sahabat karib sang papi, Devan merupakan satu-satunya orang yang dipercaya oleh untuk menemani Senna saat kedua orang tuanya melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Mengingat tidak ada satu pun keluarga dari Papi atau Mami Senna yang tinggal satu pulau dengan mereka. Sementara Devan sendiri, dia hanya tinggal seorang diri di kota tempat mereka tinggal. Dia seorang duda ditinggalkan mantan istrinya sejak delapan tahun silam. Selama lima tahun dalam kesendirian, tidak sekalipun Devan mau berkencan atau sekedar berkenalan dengan gadis mana pun. Dia menghabiskan waktunya dengan bekerja dan bekerja. Dia mengaku trauma setiap orang menanyakan kenapa tidak menikah lagi. "Senna! Tidak ada hantu di rumah ini. Hidupkan saja semua lampu kalau kamu takut tidur dalam gelap. Dengan cara apapun, saya tidak akan mengizinkan kamu satu kamar dengan saya." Devan tetap pada pendiriannya. Dia tidak akan mengabulkan permintaan Senna. Bagaimanapun dia seorang lelaki normal. Berada dalam satu ranjang dengan seorang gadis bukanlah hal yang bisa dibenarkan. "Kenapa sih, nggak pernah kasih kesempatan buat dekat sama Om? Aku udah besar loh, Om. Udah dua puluh empat tahun. Nggak bisa, ya, ngeliat aku sebagai wanita dewasa? Aku bukan anak-anak lagi, Om. Jangan bertingkah seperti Papi, dong." Senna memprotes apa yang Devan lakukan. Selama mereka kenal, Devan memang memperlakukan dirinya layaknya seorang anak. Bercanda pun tidak pernah. Devan menghela napas. Memang cukup menguras kesabaran berbicara dengan anak sahabatnya yang satu ini. Dia sudah sengaja membuat jarak sejauh mungkin dengan Senna, tetapi tetap saja gadis itu lengket seperti permen karet. Selain trauma, Devan pikir tidak ada gunanya bermain cinta dengan gadis yang dua belas tahun lebih muda darinya. Itu hanya akan membuang waktu. Kalau dulu istrinya yang hanya beda dua tahun darinya saja mampu berpaling dan bosan, apalagi Senna? Gadis itu tidak mengetahui sisi buruknya. Devan yakin, Senna jatuh cinta padanya hanya secara visual, tidak lebih dari itu. "Tidak ada wanita dewasa takut hantu. Tidak ada juga wanita dewasa selalu merengek di pagi hari meminta makanan manis. Sebaiknya fokus saja kuliah, tidak usah memikirkan hal yang belum waktunya kamu pikirkan." Devan yang sudah lengkap dengan piyamanya segera melepas kacamata yang bertengger di atas hidungnya. Lelaki itu meletakkan buku tebal yang tadi dia baca, beranjak dari duduknya, dan berniat pergi ke kamar tamu, di mana dia tidur. Senna mencebik bibirnya. “Jahat! Aku beneran takut, tapi Om nggak peduli." Senna berjongkok di lantai sambil merenggek. “Aku aduin ke Papi!” "Begitu kamu bilang dewasa? Kalau dewasa tidak akan jadi tukang ngadu. Sekarang pergi ke kamar kamu, dan tidur. Saya tidak mau mendengar alasan apapun." Devan yang tadinya sudah berjalan ke arah kamarnya berbalik dan melipat kedua tangan di atas d**a. Dia menatap Senna dengan tatapan dingin. Sebenarnya dia sudah pusing berdebat dengan gadis itu, tetapi dia tidak punya pilihan. "Kalau aku tidur sendirian memangnya mau jadi pacar Senna?” tanya gadis itu dengan wajah polos. "Akan saya pertimbangkan," jawab Devan asal. "Serius? Beneran mau jadi pacarku? Oke, kalau gitu Senna tidur sendirian malam ini. Bye!" Senna sempat memberikan kedipan mata pada Devan sebelum akhirnya berlari ke lantai dua, di mana kamarnya berada. Devan hanya menatap kepergian gadis itu sambil menggelengkan kepala. Dia tidak mengerti mengapa Dimas, sahabatnya itu bisa memiliki anak semanja Senna. Padahal Dimas itu tipe lelaki yang cuek dan tidak terlalu peduli dengan sekitar. Tapi belakangan Devan tahu kalau sahabat sejak masa SMA-nya itu begitu menyayangi putri semata wayangnya. Devan akhirnya melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Dia lelah. Esok hari dia masih harus berhadapan dengan Senna lagi. Membuatkan sarapan, mengantar dia kuliah, menjemput, menyiapkan makan malam, dan seterusnya. Devan ingin segera tidur untuk menambahkan energi yang sempat terkuras. Sementara Senna yang sok berani berakhir dengan menatap langit-langit kamar. Dia tidak bisa memejamkan mata walau sedetik pun. Mata gadis itu mengawasi setiap sudut kamarnya. Merasa kalau ada sesuatu yang sedari tadi memperhatikan dia yang sekarang berada di atas tempat tidur. "Kamu pasti bisa, Sen. Kalau kamu berhasil tidur sendirian malam ini, besok kamu bisa tagih janji Om Devan. Ayo tidur, please." Dia menyemangati dirinya sendiri. Tapi tetap saja dia tidak bisa tidur. Tiba-tiba saja, Senna mendengar suara ketukan dari luar jendelanya. Gadis itu ketakutan. Dia duduk, dan memilih menjadikan kakinya sebagai bahan pelukan. Suara itu terus terdengar, hingga membuatnya memucat. "Nggak boleh takut. Harus tetap di sini sampai pagi. Dengan begitu, Om Devan akan menyangka kalau aku berani tidur sendirian. Mami ... itu suara apa sih? Senna takut!” Rasa takut yang menyelimuti Senna membuat gadis itu tidak tidur hampir semalaman. Kepalanya pusing. Dia baru bisa memejamkan mata sekitar pukul setengah lima sini hari. Sekarang jam setengah tujuh. Senna membuka mata, turun dari ranjang, dan melihat wajahnya di cermin. Senna memekik saat melihat dirinya sendiri. Rambut kusut berantakan, lingkar mata yang menghitam, dan wajah pucatnya mengingatkan dia dengan sosok hantu Kuntilanak. "Ish! Ini gara-gara Om Devan!” Gadis itu menghentakkan kaki beberapa kali ke atas lantai dengan bibir mengerucut. Dia berencana untuk melakukan aksi ngambek pada Devan. Lelaki itu sudah membuat wajahnya terlihat beberapa tahun lebih tua. Senna paling membenci mata panda. Senna memutuskan untuk pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dan menyikat gigi. Tentu saja Senna tidak ingin bertemu dengan Devan dengan keadaan wajah kacau seperti sekarang. Setelah ini dia berencana untuk memoles mata pandanya menggunakan concealer. "Pokoknya aku tidak boleh memperlihatkan wajahku yang kacau ini! Bisa-bisa nanti dia takut dan berpaling kepada gadis yang lain. Tapi aku ‘kan nggak pernah dianggap ada! Selama ini Om Devan selalu cuek dan mengabaikanku.” Senna menghela napas kasar. “Apa lagi ya, yang harus kulakukan agar Om Devan bisa melirikku," sungut Senna. Dia mengomel sendirian bertemankan pantulan dirinya di dalam cermin.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook