aku mendekatinya dan menatapnya tajam. hilang sudah rindu yang kubawa untuknya berubah dengan rasa benci yang begitu besar

341 Words
"walau papa meninggal besokpun aku tidak mau memaafkan papa. papa tidak pernah tahu apa yang aku rasakan ketika putra bertanya mengapa papa tidak pernah pulang atau ketika dia menangis karena teman-temannya berkata dia tidak punya ayah. aku baru tiga belas tahun tapi mengapa aku mengalami ini semua". semuanya diam melihat aku menangis histeris. "apa papa pernah sedikit saja bertanya bagaimana keadaanku dan putra selama setahun ini? mengapa kami harus dihukum karena perbuatan papa. mengapa aku tidak bisa seperti anak-anak yang lain, bermain dan punya orang tua yang lengkap. mengapa aku harus dewasa sebelum waktunya dan harus menanggung semua beban hidup sendirian. buat apa aku punya orang tua kalau aku seperti anak yatim? jawab pa, jangan cuma diam". air mataku semakin deras mengalir. "maafin papa nak, tolong maafin papa". papa menangis sambil menahan sakit didadanya. "kalau papa diberi kesempatan, papa tidak akan pernah meninggalkanmu. papa tahu kamu terluka tapi papa mohon kamu mau memaafkan papa". "aku tidak mau maafin papa, aku benci papa". aku menutup telingaku dan berlari sekuat mungkin, tidak kuhiraukan nenek yang memanggil dan berusaha mengejar ku atau orang yang menatapku heran karena menangis di sepanjang koridor rumah sakit ini. aku benci papa kataku dalam hati. papa tidak mengerti aku hanya ingin papa pulang dan berkumpul lagi seperti dulu, aku ingin memeluknya dan mengatakan aku merindukannya. aku masih putri kecilnya yang manja yang pura-pura tidur didepan televisi supaya papa menggendongku dan memindahkanku kekamar. aku masih ingin membangunkannya dan memintanya mengantarku sekolah dengan sepeda. mengapa sekarang papa berbeda? mengapa dia tidak mencintai kami lagi? aku terus bertanya dalam hati sambil menangis. papa... aku tidak ingin jadi dewasa, aku hanya ingin jadi anak papa dan bisa bahagia seperti anak seusiaku yang lain. "mira.... "kulihat nenek sudah dibelakangku, aku memeluknya dengan erat. "nenek,,, aku benci papa". tangisku semakin kencang. "kamu masih sangat kecil mira untuk mengerti masalah orang dewasa". nenek ikut menangis "nenek tahu mira tidak benci papa, mira hanya kecewa". aku hanya menangis "sekarang kita pulang" aku mengangguk "tapi mira harus berhenti menangis". dia menghapus air mataku sambil tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD