"pelan-pelan mira. jangan lari, ini rumah sakit". nenek mencoba mengejarku. kulihat dia sangat kelelahan.

428 Words
"masih jauh ya nek".aku menghampiri nenek dan menggandeng tangannya. "itu didepan kamar nomor lima". katanya sambil berusaha mengatur napas. "papa... ". panggilku lirih. dia menoleh dan tersenyum. "sini nak, mira dengan siapa?". tanyanya lembut. "nenek". aku mendekatinya dan mencium tangannya. tidak terasa air mataku menetes jatuh ditangannya. aku masih tidak percaya laki-laki yang aku rindukan berada disini. penyakif itu menghilangkan wajah tampannya dan hanya meninggalkan tulang dan kulit ditubuhnya. "jangan menangis nak. papa baik-baik saja". dia memegang pipiku dan mengusap air mataku. "ooo jadi ini anak kesayanganmu. akhirnya dia datang juga". aku menatapnya heran dan mencoba mencari jawaban dimata papa. "dia istri papa". jawab papa lemah "karena sudah disini lebih baik kamu bawa pulang laki-laki tidak berguna ini". katanya kasar. "sudah penyakitan dan miskin. untuk apa aku menjaganya kalau sebentar lagi dia mati". katanya lagi. "tante mengapa berkata seperti itu". tanyaku, "kamu tidak usah bertanya dan menatap saya seperti itu. kamu sama ibumu sama saja, perempuan murahan". "tante... kalau bicara hati-hati, yang murahan tante karena sudah merebut papa dari kami". aku menatapnya penuh amarah. "kenapa kamu tidak suka saya menghina ibumu. dia memang perempuan kasar dan murahan. pantas saja papamu dulu lebih memilih aku daripada ibumu". ejeknya "cukup tante... sebelum tante menikah dengan papa saya, tante harus ingat tante itu siapa? hanya perempuan malam yang menjual harga diri demi sesuap nasi". kataku penuh emosi "berani ya kamu melawan saya. kamu hanya anak ingusan sudah berani menghina saya" tangannya sudah terangkat mau menamparku tapi nenek menghalangi dan mendorongnya. "jangan sampai tangan kotormu berani menyentuh muka cucu saya. kalau itu terjadi akan saya potong dan saya cincang sampai halus". "sudah mira... jangan bertengkar. jangan bicara kasar dengan orang tua". kata papa lirih. "papa membela wanita ini yang sudah menghina aku dan mama?". tanyaku marah. "bukan seperti itu nak". dia berusaha menenangkan amarahku. "mengapa papa diam waktu dia menghina mama tapi waktu aku membalasnya papa membela perempuan itu". aku menunjuknya penuh emosi. "apa papa sudah tidak sayang kami lagi. mengapa papa sangat kejam. papa tidak tahu bagaimana kehidupan kami tanpa papa selama ini. pernah papa menjenguk kami? dan sekarang papa membela wanita yang bahkan ingin mengembalikan papa karena papa sudah tidak berguna lagi". papa hanya diam "sabar mira... ". nenek berusaha menenangkanku dan menghapus air mataku. "nenek hatiku sakit ternyata papa lebih membela ondel-ondel itu daripada aku". nenek memelukku dan ikut menangis merasakan kesakitanku. "maafin papa mira.. " katanya "tidak akan pernah. aku tidak mau memaafkan papa dan tidak mau melihat papa lagi". kutatap wajahnya penuh amarah. "umur papa tidak panjang nak, tolong maafin papa sebelum papa meninggal"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD