none

1094 Words
Jessica membuka matanya dan melihat langit- langit kamarnya yang berwarna putih. Ia sangat suka warna putih, karena menurutnya warna putih bisa membuatnya tenang. Ia menarik selimutnya hingga ke hidung, matanya menyipit karena ia tersenyum di balik selimut berwarna merah muda itu. Kedua kakinya refleks ia hentak- hentakan di kasur besar itu, membuat sepreinya menjadi kusut dan berantakan. Ia kembali memikirkan perlakuan Samuel saat mengantarnya pulang semalam. Flashback Suasana di dalam mobil berwarna putih itu begitu tenang. Samuel yang menyetir mobil itu itu diam sedari tadi, tak mengajak bicara Jessica. Jessica juga hanya diam saja, tak tau apa yang menyebabkan pria itu menjadi pendiam. Samuel menghentikan mobilnya di halaman butiq Jessica. "Terimakasih kak atas makan malam dan tumpangannya" ucap Jessica sopan. "Hmm" ucap Samuel cuek. Jessica melihat ke arah Samuel, ia merasa tak enak. "Kak" Jessica mencoba memanggil Samuel. Samuel masih melihat ke depan. "Kak Sam" ucap Jessica sekali lagi dengan nada yang lebih keras. Pria itu masih diam saja. Jessica habis kesabaran. Ia memegang pipi Samuel lalu menghadapkan wajahnya ke arahnya. Samuel berwajah masam. "Baiklah kak aku akan menceritakannya sekarang oke" ucap Jessica pada Samuel. Wajah Samuel langsung cerah, ia menahan tangan Jessica agat tak pindah dari pipinya. Jessica menjadi malu karena kini ia bertatap- tatapan dengan Samuel. "Ehem.. Jadi yang tadi itu calon suami Clara" ucap Jessica menjelaskan. "Mereka ada sedikit permasalahan, dan Roland meminta bantuan padaku" lanjut Jessica. "Oh jadi namanya Roland" ucap Samuel memotong perkataan Jessica. Jessica mengangguk dan melanjutkan ceritanya. "Dan aku memberi ide padanya" "Tapi kenapa kau harus pindah semeja dengannya ?" tanya Samuel bingung. "Dia malu karena ada kakak, lagi pula hanya sebentar lalu aku kan makan dengan kakak " jawab Jessica. "Oh baiklah kalau begitu , tapi mereka akan benar- benar menikah kan ?" tanya Samuel lagi. "Siapa ?" Jessica balik bertanya. "Clara dan Calon suaminya" jawab Samuel singkat. "Tentu saja kak pestanya seminggu lagi" ucap Jessica meyakinkah Samuel. "Berapa persen kau yakin mereka akan berbaikan ?" tanya Samuel. "Seratus" jawab Jessica "Seratus persen ?" Samuel tersenyum miring. "Seratus persen ! karena ini sudah kesekian kalinya mereka bertengkar dan berbaikan seperti itu " Jessica juga tersenyum miring mengikuti Samuel. Samuel tersenyum memperlihatkan giginya yang rapi. "Baiklah aku percaya, padamu" ucap Samuel melepaskan tangannya pada tangan Jessica. Jessica langsung menarik tangannya, ia mengibas- ngibaskan tangannya karena pegal. Samuel tertawa melihat itu. "Aku akan masuk" ucap Jessica apa Samuel. "Jessi, boleh kah aku ikut masuk ?" tanya Samuel yang membuat Jessica seperti akan pingsan di tempat. Dalam hati ia ingin berkata 'IYA' dengan keras, namun ia masih waras malam ini. "Lain kali ya kak" jawab Jessica membuat Samuel tersenyum. "Baiklah" Setelah itu Jessica masuk ke dalam rumahnya, ia menengok ke arah halaman. Samuel masih di sana, ia melihat Jessica. Memastikan gadis itu aman sampai masuk ke dalam rumah. Setelah Jessica sudah berada di dalam, Samuel mulai menjalankan mobilnya dan kemudian pergi. End flashback Jessica meremas selimutnya dengan kencang. Jantungnya masih saja berdetak ketika mengingat kejadian semalam. Dengan senang ia turun dari tempat tidur, lalu segera masuk ke dalam kamar mandi. . . . Tak jauh berbeda dari Jessica, Samuel yang sudah bangun masih berbaring di ranjangnya. Ia yang biasanya bangun pagi dan langsung mandi agar lebih segar, kini masih saja tidur memeluk gulingnya. Ia membayangkan bahwa guling itu adalah Jessica. Ia mencium- cium guling itu, ia sangat senang hingga tak sadar jamnya terus berjalan. Beberapa menit kemudian ia turun dari tempat tidurnya, dan masuk ke dalam kamar mandi. Suara air yang keluar dari shower menandakan bahwa Samuel telah menjalankan rutinitas pertamanya itu. Steven yang berada di meja makan sedang melihat ke arah handphonenya. Ia menimbang- nimbang kata- kata apa yang akan ia kirim kepada Jessica. Suara langkah kaki yang ia tau adalah kakaknya membuatnya menaruh handphonenya ke meja dengan posisi terbalik. "Hallo bro" sapa Samuel pada adiknya dengan nada senang. "Kelihatannya kau senang sekali kak"ucap Steven sambil melihat kakaknya yang duduk di sebelah ayahnya. "Bagaimana semalam ?" tanya Ruth ingin tau, semalam ia ketiduran karena terlalu lelah setelah berbelanja dengan Ellizabeth dan Margareth. Paginya Ruth membuka kamar Samuel, namun ternyata Samuel masih tertidur pulas di ranjangnya. "Tentu saja aku senang ma, semalam kurasa Jessica memberikan lampu hijau padaku" ucap lalu Samuel mengambil roti dan mengolesinya dengan selai kacang. "Aaaaaaa lalu bagaimana ?" Ruth berteriak senang. "Aku akan mengajaknya kencan besok saat dia sudah selesai mengerjakan pesanan gaun" ucap Samuel sambil tersenyum. "Kau bisa luangkan waktu sesukamu nak, papa aku memberi izin" ucap Charles mendukung penuh anaknya. "Makasih pa" ucap Samuel pada Charles. "Apa kau serius pada temanku kak ?" tanya Steven pada nada tak suka. "Tentu, aku menyukainya dari pandangan pertama" ucap Samuel sambil memakan rotinya. "Romantis sekali" ucap Ruth tersenyum, ia melihat ke arah Charles. Charles hampir terserak teh mendengar jawaban anak pertamanya itu. "Tapi jangan lupakan pekerjaanmu Sam" ucap Charles sambil meminum kembali tehnya. "Tentu, ayo pa kita berangkat" ajak Samuel pada Charles. "Bukankah ini masih terlalu pagi" ucap Steven sambil melihat jam tangannya. "Hari jumat adalah hari lembur kami sebelum libur nak, kau harus tau" ucap Charles pada Steven. "Siang nanti kau datanglah ke kantor" ucap Chales kepada Steven. "Baik pa" Steven mengangguk setuju pada perintah ayahnya. Charles dan Samuel lantas pergi mengendarai mobil masing- masing. . . . Steven melihat Butiq milik Jessica yang ramai seperti biasanya, ia menimbang- nimbang. Akankah dia masuk atau tidak, setelah berpikir lama akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk. "Selamat datang" salah satu pegawai Jessica menyapa Steven yang masuk ke dalam Butiq. "Ada yang bisa saya bantu ?" tanya pegawai bernama Wendy itu. "Ah aku ingin bertemu Jessica" ucap Steven, Wendy memberi tatapan bertanya. "Ada urusan apa ? Jessica sedang menjahit gaun di belakang" ucap Wendy menunjuk sebuah pintu kaca. Dari jauh Steven melihat Jessica yang sedang menjahit sebuah gaun. "Terimakasih" ucap Steven pada Wendy dan berjalan menghampiri sahabatnya itu. Wendy mengangguk lalu mulai menghampiri pelanggan lain yang memanggil dirinya. Steven mengetuk pelan pintu kaca itu, membuat Jessica yang tadinya serius melihat ke arahnya. Jessica menhentikan pekerjaannya sebentar, lalu menyuruh Steven untuk masuk. "Ada apa Stev ?" tanya Jessica pada Steven. "Aku ingin berbicara padamu" ucap Steven serius. "Apa akan lama ?" tanya Jessica pada Steven, matanya masih fokus ke arah gaun yang sedang di jahitnya. "Mungkin akan sedikit lama" ucap Steven ragu. "Ah kau bisa kembali lagi nanti malam, aku sibuk sekali hari ini" ucap Jessica sembari memasukan benang ke dalam jarum. "Boleh kah ?" tanya Steven senang melihat kesibukan gadis itu. "Tentu" ucap Jessica menengok ke arah Steven lalu tersenyum manis. Steven merasa senang, Jessica masih ramah padanya. Ia berharap perasaan Jessica kepadanya juga masih sama seperti dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD