18+

1078 Words
Jessica melihat bayangan wajahnya di cermin meja riasnya. Ia masih menggunakan handuk di kepalanya karena rambutnya masih basah. Ia terlalu malas mengeringkan dengan hairdrynya untuk sekarang, tangannya sakit karena terlalu banyak menjahit. Berkat kerja keras semua karyawannya, baju dan gaun pesanan sudah hampir terselesaikan. Ia sangat bersyukur mempunyai karyawan yang dapat di andalkan seperti mereka. Ia melihat jam di handphonenya, telah jam 10 rupanya. Di layar benda pipih itu juga terdapat banyak pesan. Ia membuka pesan dari Clara, gadis crewet itu akan menginap di sana besok malam bersama Alice. Alice telah kembali ke rumahnya, ia telah di nyatakan sehat oleh dokter. Lalu ia membuka pesan dari Ellisabeth ibunya, Ellisabeth memberi tahunya bahwa minggu depan mereka akan merayakan ulang tahun dari Jason. "Minggu depan berarti sabtu malam ? baiklah " Jessica menggumam sendiri. Ia membalas 'oke mom' pada pesan Ellizabeth. Kemudian ia membuka chat dari sebuah nomor asing. 08xxx Jessi ? Boleh kah aku kesana sekarang ? Sam Ternyata pesan itu dari Samuel, ia berpikir sejenak kemudian mengiyakan permintaan Samuel. Ia wanita bebas dan dewasa sekarang, ia juga ingin dekat dengan pria. Mungkin Samuel bisa menjadi pilihan yang tepat ? Sepertinya. Steven ? Sahabatnya itu tak terdengar kabarnya dari kemarin, setelah ia kesini pagi itu Jessica terus menunggunya hingga malam. Namun pria itu tak kunjung menampakan batang hidungnya, mungkin Steven sibuk dengan calon tunangannya. Tiba- tiba telepon dari Steven membuatnya kaget setengah mati. Mungkinkah Steven mempunyai feeling yang kuat ? Ia seperti tau Jessica sedang memikirkannya. Tentu saja dalam artian yang berbeda. Ia mengangkat telepon itu. "Halo ?" ucap Jessica. "Hah ? Baik aku turun sekarang" Sambungan telepon itupun di matikan sepihak oleh Jessica. Jessica sangat panik karena ternyata Steven sudah berada di depan rumahnya. Jessica dengan cepat melepas handuk di kepalanya lalu menyisir asal rambutnya. Ia memberikan sapuan lipblam rasa strawberry di bibirnya agar tak terlalu pucat. Ia melihat wajahnya, s**l jelek sekali dirinya tak berdandan malam ini. Ia bergegas turun ke bawah. Jessica lupa bahwa ada satu pria yang akan datang malam ini. . . . Steven duduk dengan kikuk di sofa milik Jessica. Ia mengadahkan kepalanya ingin melihat sang pemilik rumah yang sedang berada di dapur, walaupun tak terlihat. Dengan rasa gugup ia menyusul Jessica yang sedang membuatkannya teh di dapur. Suara dentingan sendok dan gelas masuk ke dalam pendengaran Steven setibanya ia di dapur. Ia melihat dari belakang, rambut Jessica yang masih basah senantiasa turun ke wajahnya yang cantik. Rambut yang nakal itu lalu di belai kembali ke atas lagi oleh sang empunya, membuat wajahnya sedikit ikut mendangak ke atas walaupun matanya masih fokus ke gelas. Bahu gadis itu terlihat kaget ketika Steven dengan lancang memeluknya dari belakang. "Kau kenapa ?" tanya Jessica pada Steven, tangannya berusaha melepas tangan Steven di perutnya. "Tolong biarkan seperti ini sebentar" ucap Steven dengan nada bergetar, sepertinya pria itu menangis. Jessica membiarkan Steveb memeluk dirinya. Dagu Steven yang berada di pundaknya terasa geli saat bergerak, karena ada rambut rambut kecil di sana. 5 menit mereka lalui dengan kesunyian, dengan cepat Jessica melepas pelukan dari Steven. Ia berputar dan melihat sahabatnya itu. "Kau tak apa ?" tanyanya bingung. Wajah tampan Steven tampak sedih, matanya merah. Steven mengangguk tanda ia baik- baik saja. "Kenapa kau menangis ?" tanya Jessica pada pria itu lagi. "Aku hanya tak yakin ingin bertunangan dengannya" ucap Steven. "Kenapa dari awal tak kau tolak ?" tanya Jessica ingin tau. Dalam hatinya yang paling dalam Steven merupakan cinta pertamanya yang tak bisa ia lupakan. "Aku tak ingin membuatnya kecewa" jawab Steven matanya melihat ke mata Jessica. "Lalu aku ?" tanya Jessica lalu membuang mukanya ke arah wastafel. Steven tak bisa menjawabnya, ia memang egois. "bagaimana dengan aku ? Kau senang membuatku kecewa ?" tanya Jessica lagi kini matanya menatap nyalang pada Steven. "Maafkan aku" ucap Steven menyesal. Tak terasa air mata Jessica jatuh, Steven yang melihat itu ikut menangis. Mereka berpelukan bersama, dan menangis bersama. Dengan berani Steven mengangkat dagu Jessica dengan kedua tangannya. Ia mencium gadis itu. Jessica tak menolak, ia membalas ciuman cinta pertamanya itu. Ciuman itu begitu intens, begitu menuntut begitu b*******h. Tangan Steven yang berada di wajah kini turun sampai di pinggang, ia mengelus- elus pinggang gadis cantik itu. Jessica masih diam saja, ia baru pertama kali berada di moment yang seperti ini. Tangan Steven yang tadinya turun mengelus paha Jessica kini berhenti, lalu menghentikan ciuman itu. "Maafkan aku tak seharusnya aku seperti ini" ucap Steven. "Tolong batalkan pertunanganmu" ucap Jessica memohon. "Aku mohon" lanjutnya lagi. Kini ia dengan berani mencium Steven, dengan polos ia mencium pria itu. Steven serba salah, ia tak bisa menolak Jessica. Mereka berciuman sangat lama. Dengan malu ia mengajak Steven untuk naik ke atas menuju kamarnya. Steven yang merasa bahagia mengikuti Jessica dari belakang. Ia melihat tangannya yang di gandeng erat oleh gadis itu. Ia merasa sangat gugup ketika Jessica membuka pintu kamarnya pertama kali. Ia memindai seluruh ruangan yang sangat rapi itu. Lalu ia dan Jessica duduk di tepi ranjang. Jessica melihat ke arahnya, kenapa gadis itu lebih berani darinya ? Ia menatap mata gadis itu, wajahnya maju ingin mencium lagi bibir yang manis itu. Kini mereka berciuman lagi, Jessica melemaskan tubuhnya. Kini Steven berada di atas tubuhnya, mungkin wajahnya tengah memerah sepenuhnya. Entah keberanian dari mana, atau setan mana yang membisikinya untuk melakukan hal terlarang ini. Steven menghentikan ciumannya, ia berada tepat di atas Jessica. "Aku mencintaimu" ungkap Steven pada Jessica. Jessica hanya tersenyum malu dan mengangguk. Ternyata ia juga mencintai pria itu, selalu dan sampai kapanpun. Steven dengan gugup melepas satu persatu kancing baju Jessica, kini ia melihat tubuh setengah t*******g dari sahabatnya yang juga cinta pertamanya itu. Dia tak pernah begini dengan Stefi, ia hanya berani mencium pipi atau keningnya. Stefi ? Ah ia teringat gadis yang selalu sabar dengan sifat cueknya itu. Ia merasa ragu meneruskan hal ini dengan Jessica. Apakah ia kini telah menyukai Stefi ? Hingga membuatnya memikirkannya ketika ia sedang berdua dengan Jessica. Ia menggelengkan kepalanya. Ia menutup kembali baju Jessica. "Maafkan aku" ucap Steven, lalu beranjak dan kembali duduk di tepi ranjang. "Kenapa ? Aku tak keberatan" ucap Jessica dengan nada bergetar. "Aku tak ingin melakukan hal ini padamu" ucap Steven yang kini berdiri. "Aku akan pergi sekarang" ucap Steven lalu mulai membuka pintu kamar. Jessica mendengar suara langkah kaki yang terus menjauh, ia mulai menangis. "Dasar gadis bodoh!" sesalnya pada dirinya sendiri. Ia terlalu percaya diri bahwa Steven pasti akan memilihnya karena ia tau, pria itu masih mencintainya. Ia kembali menangis, mengabaikan dering telepon dari Samuel yang terus meneleponnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD