Alan

1147 Words
"Kau terlihat senang, ada apa nak ?" Venny yang baru saja menata piring berisi nasi goreng, merasa aneh melihat putranya yang tersenyum- senyum seorang diri. "Ma ? Alice sudah boleh pulang ?" Alan tak menjawab pertanya ibunya. Ia balik bertanya kepada Venny. "Sudah dari satu jam yang lalu, tapi kau tak ada". Jawab Venny kini sibuk mengupas buah mangga. "Aku habis berolahraga ma, papa dimana ?" tanya Alan sekali lagi. "Papamu sedang mandi, Alice berada di atas. Bisa kah kau panggil Alice untuk sarapan sayang ?" pinta Venny. "Baik, akan ku panggil papa juga jika dia sudah selesai mandi" ucap Alan, lalu mulai naik ke atas menuju kamar adiknya. 'Tok tok' "Al ? Aku masuk ya ?" tanya Alan meminta izin dengan sopan pada adiknya untuk masuk. "Baik kak, masuk saja" jawab Alice dari dalam kamarnya. Alan masuk ke dalam kamar yang bernuansa navy itu, adiknya memang tomboy. Namun sekarang berkurang 40%, mungkin karena telah punya kekasih yang sebentar lagi akan naik status menjadi tunangan. 'Huuff' ia menghembuskan nafasnya malas, ia belum punya kekasih namun adiknya akan segera bertunangan. Padahal dia juga bisa di bilang tampan, pintar ? Tentu. Mapan ? jangan di tanyakan di umurnya yang masih muda pangkatnya sudah tinggi di kemiliteran. "Ayo sarapan" ajak Alan pada adiknya. "Sebentar biarkan aku berbaring di ranjangku, aku rindu kamarku dan bantalku" ucap Alice dramatis. "Aku meninggalkan kamarku beberapa tahun dan aku tak pernah rindu dengan mereka, jangan mendramatisir oke ? " komentar Alan. "Benarkah ? Tapi kau pasti rindu dengan sahabatkuuuu" ucap Alice sambil melirik ke arah kakaknya. "Siapa ?" tanya Alan pura- pura bodoh. "Ah siapa ya ? Aku lupa, yang aku ingat hanya huruf depannya J dan terakhir A" jawab Alice dengan nada mengejek. Alan membuang wajahnya, takut Alice melihat wajahnya yang memerah. Andai adiknya tau bahwa dia tadi bertemu dengan Jessica, bunuhlah dia saja sekarang. Alice pasti akan menggodanya habis- habisan. "Tapi sayang sekali kau kalah start kak" ucap Alice menggantungkan ucapannya. "Maksutmu ?" tanya Alan ingin tau. "Ingin tau sekali ya ?" Alice suka melihat kakaknya malu- malu seperti itu. Alan adalah orang yang pendiam, ia jarang bisa tertarik pada seseorang. Bahkan dia pernah di taksir oleh seorang selebriti, namun di tolaknya mentah- mentah. Beberapa tahun yang lalu saat masih Sma, Alice mengajak Jessica dan Clara untuk menginap di rumahnya. Bertepatan juga waktu itu Alan pulang ke rumah dari akademi militernya, karena libur semester. Waktu kakaknya melihat Jessica, Alice langsung bisa menebak bahwa kakaknya pasti naksir pada sahabatnya. Bahkan Alan berjalan sambil terus mencuri pandang ke arah sahabatnya itu. Alan bahkan bertingkah bodoh dengan berpura- pura ingin meminjam kamar mandi di kamar Alice. Alan beralasan kamar mandinya sedang rusak, padahal malam sebelumnya Alice buang air besar di sana. Ia memang hobi menyelinap ke kamar kakaknya. Dan perasaan Alan pasti tak berubah hingga saat ini. Alice yang melihat Alan sangat penasaran tiba- tiba duduk dari tidurnya lalu segera berdiri. "Ayo kak kita makan" ajak Alice pada kakaknya. Alan menahan ujung baju Alice. "Teruskan perkataanmu yang tadi" ucap Alan dengan nada rendah. "Yang mana ?" tanya Alice dengan nada bingung. "Yang tadi" ucap Alan tak sabar. "Oooooohhh... Eh yang mana ya ?" Alice masih ingin menggoda kakaknya. "Tentang Jessica" ucap Alan jujur pada akhirnya. "Jadi kau memang suka padanya ya ?" ucap Alice dengan penuh kemenangan. "Hmmmm" Alan menyahut malas. "Haha baiklah aku akan ceritakan, tapi ayo sarapan terlebih dahulu aku rindu masakan mama" ucap Alice lalu berjalan turun ke tangga menuju ruang makan. "Allllllliceee !!" teriakan Alan membuat Robert dan Venny saling melihat satu sama lain. "Alan kenapa ?" tanya Venny pada Robert. Robert hanya mengangkat bahunya tanda tak tau, ia menggelengkan kepalanya. Robert dan Veny tersenyum senang, mendengar keramaian di rumah mereka lagi. . . . Jessica yang kini sudah berganti baju dengan dress casualnya mulai turun menuju studionya. Dengan anggun ia meminun teh yang telah di buatkan oleh Tony. Karyawannya telah datang semua kecuali Anne dan Lily. Mereka mendapat jatah libur hari ini. Tiba- tiba pintu studionya di buka dan masuklah wanita dengan rambut berwarna silver. Suara highheels yang beradu dengan lantai membuat semua mata tertuju padanya, termasuk Jessica yang langsung berdiri melihat tamunya. "Hai Jessie" sapa wanita itu lembut, ia mencium pipi Jessice dan memeluknya. "Hai Graccie , kau terlihat menajubkan dengan rambut Silvermu" Jessica membalas kecupan dan pelukan dari Gracia. "Benarkan ? Rambut ini memang sangat cocok untukku" ucap Gracia percaya diri. Jessica melihat ke arah pintu. "Kau sendirian ?" tanya Jessica pada Gracia. "Hari ini aku sedang libur jadi kusuruh asistant dan managerku pulang" ucap Gracia menjawab pertanyaan Jessica. Wendy yang dari jauh melihat artis kesukaannya mendekat untuk meminta tanda tangan. "Nona Gracia, aku penggemar beratmu. Kau adalah salah satu passionku di dunia fashion" ucap Wendy dengan senang. "Wah ? Benarkah. Berikan aku kertas aku akan memberimu tanda tangan" ucap Gracia senang. Wendy melihat kertas di sebelah Jessica lalu memberikan kertas itu beserta pena ke Gracia. Gracia menanda tangani kertas itu lalu memberikannya kembali ke Wendy. "Terimakasih nona, kau lebih cantik dari yang ku lihat dari majalah" ucap Wendy terlihat senang. Kini Lucy yang datang dengan kertas dan pena, ingin meminta tanda tangan kepada Gracia juga. Gracia memberikan tanda tangannya, Lucy terlihat kegirangan. "Baiklah guys, waktunya bekerja oke. Gracia tamu kita yang sangat sibuk jadi jangan buang waktunya" ucap Jessica menegur halus karyawannya. Lucy membungkukkan badannya meminta maaf, Wendy juga melakukan hal yang sama. "Tak apa aku tak keberatan" ucap Gracia sambil tersenyum. Gracia kini mengajak Jessica untuk mengobrol santai tentang fashion dan baju yang akan di buatnya untuk sebuah acara. "Tak kusangka kau juga penggemar Rose Gracia Lucy" ucap Wendy pada Lucy. lucy, Wendy dan Renny sedang merapikan kain yang berada di lemari ruangan kaca. Studio mereka baru akan buka satu jam lagi, kini mereka merapikan hal yang perlu di rapikan. Mengecek mesin jahit, mengecek payet serta pernak- pernik yang akan habis dan yang akan di pakai. "Memang dia siapa ?" tanya Lucy lugu. "Dia model dan actress terkenal Lucy ! Kau tak mengenalnya ?" tanya Wendy histeris. "Hehe tidak" jawab Lucy dengan nada polos. "Lalu kenapa kau meminta tanda tangannya ?" tanya Renny juga penasaran. "Karena Wendy minta aku juga ingin minta saja hehe " jawaban Lucy yang tak masuk akal membuat kedua temannya ingin menjitak kepalanya. Sedangkan Jessica yang terlihat mulai mencatat desain gaun yang akan di gunakannya. "Aku suka dengan idemu" ucap Jessica memuji Gracia. "Aku ingin kau membuatkan ku gaun itu untuk acara pertunangan" ucap Gracia sambil tersenyum. "Kau akan bertunangan ?" tanya Jessica penasaran. "Bukan aku, sepupuku. Kudengar mereka membuat baju di sini juga" ucap Gracia. "Siapa sepupumu ?" tanya Jessica, perasaannya sudah tak enak. "Namanya Stefi" jawab Gracia dengan nada malas. "Nama ibunya Margareth ?" tanya Jessica lagi, ia hanya ingin memastikan Stefi yang mereka bicarakan adalah orang yang sama. "Benar, bibi Margareth yang gendut dan sombong" ucap Gracia dengan nada bergidik. "Yaampun dunia sangat sempit ya ?" ucap Jessica tersenyum kecut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD