Alan (1)

1075 Words
Flashback "Tebak aku bawa apa untuk kalian" Clara yang baru saja datang ke cafe strawberry tampak sangat begitu bahagia. "Apa memang ?" tanya Vincent yang sebelumnya tampak asik mengobrol dengan Steven lewat vidio callnya. "Sesuatu yang akan membuat kalian terkejut mungkin ?" Clara mengeluarkan sebuah undangan berwarna merah dari dalam tasnya. Ia memberikan satu persatu pada Jessica, Vincent, Alice dan yang terakhir ia perlihatkan ke Steven dari kamera laptop. "Aku tau kau tak akan bisa datang tuan yang sangat jauh, tapi aku tetap membuatkan satu untukmu" Ucapnya sambil menggoyang- goyangkan undangan itu didepan laptop. Steven mengancungkan jempolnya "thankyou Clar, besok aku pasti akan datang" ucap Steven senang. "Gezzzzz berarti gaun yang kemarin itu untuk mu?" wajah Jessica terlihat sinis melihat Clara, ia merasa di bohongi. "Surprise, hehe im sorry darl" ucap Clara mencium pipi Jessica. "Congrats beb" kini Alice yang mencium pipi Clara. "Aku kira kau tak akan serius dengan kekasihmu yang itu" Alice melanjutkan bicaranya. "Yaaah mungkin dari 100 aku mencintainya 75 persen" Clara kemudian duduk disebelah Jessica. "Yang 25 persen ?" tanya Alice penasaran. "You know beb" jawab Clara sembari mengedipkan kedua matanya. Setelah pertemuan itu Alice yang Vincent yang berada dalam satu mobil segera pulang menuju rumah. Tepatnya Vincent mengantar Alice pulang kerumahnya sendiri. Saat diperjalanan tiba- tiba Vincent mengajak Alice untuk mengobrol serius. "Bukankah kita bisa memberitahukan mereka sekarang Al?" "Tentang ?" tanya Alice. "Kita" jawab Vincent tetap fokus menyetir. "Boleh tapi akahkah lebih baik jika kau melamarku terlebih dulu" Ucap Alice sambil mengangkat tangan kanannya. Ia menggoyang- goyangkan jari manisnya. "Kenapa ? Kau ingin menikah sekarang ? diumur kita yang masih muda ini?" tanya Vincent meyakinkan lagi. "Aku hanya ingin tau, apakah kau masih berharap pada yang lain atau tidak" jawab Alice ambigu. "Tentu saja tidak, jika itu maumu baiklah akan ku turuti tuang puteri " ucap Vincent dengan semangat. Setelah bertahun- tahun ia berusaha melupakan Jessica, akhirnya Alice berhasil menempati hatinya sekarang. Alice dengan tulus, dengan suka rela menjadi tempat pelampiasan dan tempat berbagi ceritanya. Dan kini ia akan bergantian memberikan Alice kebahagiaan, mulai dari sekarang. End Flashback. Suara tangisan dari wanita membangunkan Vincent dari mimpinya. Matanya masih berusaha menangkap wajah dari dua orang wanita yang duduk menangis disebelah ranjang Alice. Jessica dan Clara telah sampai rupanya. Kini ia melihat Alice yang terbujur lemas. Tangan yang putih dan pucat di paksa dialiri selang infus karena yang empunya masih belum tersadar juga. "Bangun Al, aku disini please bangun" Clara menggengam tangan Alice. "Aku minta maaf, harusnya aku jadi orang yang paling bahagia melihat dua sahabatku yang akan menikah" Clara berbicara lagi. Dari matanya terlihat Clara sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa Alice. "Itu bukan salahmu Clar, aku yang tak hati- hati mengendarai mobilku" Vincent terus menyalahkan dirinya. Malam itu dengan marah ia ingin memaki pengemudi mobil yang menyalip mobilnya, sehingga ia tidak fokus. Ternyata pengendara mobil itu mengerem mendadak, membuatnya harus membanting setir dan menabrak pohon. Vincent dan Steven masih bisa sadarkan diri walau darah dimana- mana, sedangkan Alice harus koma karena kepalanya terbentur. Jessica menangis dalam diam, berusaha menenangkan Clara. Steven yang ikut menunggu Alice dengan Vincent melihat Jessica dengan tidak tega. Ia menarik lengan Jessica lalu memeluknya, ia mengelus- elus rambutnya. Namun pelukan itu tak bertahan lama karna tiba- tiba Stefi masuk ke dalam ruangan. "Steven !" ucap Stefi saat melihat pemandangan itu, ia sangat cemburu. "Kau bisa berdiri rupanya, lebih baik lenganmu cedera saja, jadinya kau tak bisa memeluk perempuan lain" ucapnya lagi melihat Jessica dengan marah. Clara tak punya tenaga untuk meladeni Stefi saat ini apa lagi Jessica, mereka sedang berduka. Steven menarik tangan Stefi untuk keluar lalu mengobrol pelan padanya. "Sorry aku tidak bermaksut, kami sangat sedih. Kau tau kan ?"ucapnya kepada Stefi. "Tapi kenapa harus berpelukan ?" tanya nya. "Kami hanya berpelukan oke ? Bukan berciuman" Steven berusaha tenang. "Jadi kalian berencana akan berciuman ?" Stefi kehilangan kesabaran. "Ini dirumah sakit jangan membuat keributan, plase. Ayo kita masuk kedalam lagi" Steven membawa kembali Stefi untuk masuk. Stefi meletakan sebuah bunga daisy berwarna putih bertuliskan 'get well son" "Thanks stef" ucap Vincent pada Stefi. "Your welcome" ucap Stefi membalas Vincent. Ia melihat Jessica dengan tatapan cemburu, lalu segera duduk dan melihat kearah Alice yang tertidur. . . . Suster bernama Rere masuk untuk mengecek Alice, ia mengganti infus lama dengan infus yang baru. Akhirnya orangtua Alice datang dari luar kota. "Ayah sedikit tenang karena kau ada disini Vin" ucap Robert ayah dari Alice sambil menangkan Venny istrinya. "Bukan kah lebih baik kita menunggu Alice disini ?" tanya Venny sambil melihat putrinya. "Sudah banyak yang menunggu sayang kau tenang saja, ada Vin disini dan yang lain" ucap Robert lagi. Venny menangguk terpaksa, perusahaannya memang dalam keadaan yang memprihatinkan. Mau tak mau ia dan suaminya harus turun tangan sendiri. "Vin Ibu titip Alice ya" Venny dan Robert berpamitan kepada semua orang diruangan itu dan segera pergi. Setelah Venny dan Robert pergi Clara mulai menggerutu. "Bukankah mereka terlalu sibuk ? Ayolah anak perempuan mereka sedang tidak sadarkan diri disini" "Bukankah kau terlalu ikut campur ?" Ucap Stefi pada Clara. Clara akan membalas kata- kata Stefi namun pintu kembali dibuka. "Kau apakan adikku Vincent ?" Pria berpakaian tentara masuk kedalam ruangan. Matanya berkaca- kaca melihat Alice yang terlihat sangat pucat. "Maaf kak" Vincent hanya mampu untuk meminta maaf. "Bukan salah Vin Alan, supir dari mobil lain yang membuat kecelakaan ini terjadi" Steven membela sahabatnya. Alan tak menggubris Steven dan Vincent, ia mengelus elus tangan adiknya, mengecek semua luka di tubuhnya dan mengecup pipinya. "Apa kata dokter ?" Tanya Alan tanpa melihat sekitar. "Dokter bilang dia tidak apa- apa, hanya cedera ringan. Semoga dalam beberapa hari ini dia segera sadar" Vincent menjelaskan keadaan Alice. Handphone Jessica berbunyi membuat Alan menyadari ada Jessica duduk di pojok ruangan. Jessica meminta maaf karena sudah berisik, ia kemudian keluar untuk mengangkat telefon. "Ah baiklah, aku akan ke studio" "Oke" Jessica mematikan sambungan telefon lalu mulai masuk kedalam ruangan lagi. "Maaf aku akan pulang sebentar. Client ku membutuhkan ku sekarang. Nanti aku akan kembali lagi kesini" ucap Jessica kepada semua temannya. "Hati- hati Jessi" ucap Clara melambaikan tangannya. "Thanks Jess, sudah datang kesini" ucap Vincent sambil tersenyum. Steven hanya melambaikan tangannya karena Stefi berada di sampingnya. Sedangkan Stefi segera membuang muka ketika Jessica ingin melihatnya. "Kak Alan, aku pamit" Jessica tersenyum ramah pada kakak sahabatnya. Sedangkan Alan ? Matanya tak lagi fokus ke Alice melainkan kepada gadis yang baru saja berpamitan kepadanya. "Hati- hati Jessi" ucapnya sambil terus memperhatikan Jessica sampai menghilang dari balik pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD