Fitting

1087 Words
Ellizabeth turun dari mobilnya dan menyuruh sopir untuk kembali menjemputnya ketika ia melefonnya nanti. Ia melihat studio anaknya yang kelihatan sepi, raut wajahnya terlihat bingung. Dia memang sengaja tak memberitahukan kedatangannya pagi ini, tapi tak biasanya studio anaknya sepi seperti ini. Ia mulai mencari handphonenya lalu menelefon anaknya. "Darling ? Kau dimana ? "Ah.. Baiklah sayang" "Momy sudah didepan" Ellizabeth mematikan panggilan telefon itu, ternyata hari ini akan ada satu keluarga yang datang untuk fitting. Ia menimbang- nimbang akankah ia masuk ke dalam atau tidak ? "Mom ?" Jessica muncul dari balik pintu studionya. "Halo Jessi sayang" Ellizabeth menghampiri Jessica lalu memeluknya. "Aku kita studiomu tutup" ucap Ellizabeth pada Jessica. "Memang sengaja aku kosongkan, karena akan banyak pekerjaan nanti. Aku tak ingin pegawaiku pingsan hahaha" jawab Jessica sambil tertawa. "Ayo masuk" ajak Jessica. Ellizabeth berjalan dibelakang mengikuti langkah Jessica. Kedatangannya di sambut hangat oleh semua pegawai disana. "Nyonya benarkah anda ibu dari nona Jessica ?" tanya Lucy pada Ellizabeth. "Benar, bukan kah terlihat mirip ?" Ellizabeth menjajarkan wajahnya dan wajah Jessica. "Ah ku kira anda kakaknya hihihi" lanjut Lucy lagi sambil terkikik. "Bisa saja kau ini" Ellizabeth malu karena perkataan Lucy. "Tapi memang kukira dulu anda adalah kakaknya bukan ibunya" Wendy juga ikut menggoda Ellizabeth. "Kukira kembarannya" kini Lily yang berbicara. Anne dan Renny hanya tersenyum melihat obrolan itu. "Aku akan traktir makan siang untuk kalian karena telah memujiku" ucap Ellizabeth. Semua karyawan terlihat senang. Jessica tersenyum senang melihat interaksi ibu dan pegawainya. "Oh iya ada perlu apa momy kesini ?" Tanya Jessica pada Ellizabeth. "Hanya ingin melihat anak momy yang tak pernah pulang" ucap Ellizabeth pada Jessica. "Haha momy rindu padaku?" Tanya Jessica lagi. "Bukan hanya momy, daddy dan Jason selalu bertanya kabarmu" ucap Ellizabeth. "Tapi dua manusia dingin itu tak pernah kesini untuk melihatku" ucap Jessica bercanda. "Yaah dua manusia dingin itu terlalu sibuk, momy sampai kesepian" ucap Ellyzabeth sedih. "Momy boleh pindah dan tinggal disini hahaha" ucap Jessica. "Dan meninggalkan dua orang itu dirumah sendiri ?" Ellizabeth tersenyum kecut. "Tidak tidak sayang, ide yang buruk. Mereka bisa mati jika tak ada momy dirumah" lanjut Ellizabeth. "Bukan kah minggu depan ulang tahun Jason ?" Tanya Jessica pada Ellizabeth. "Iya momy baru saja akan memberitahumu, kita akan makan ditempat biasa. Kau bisa kan ?" Tanya Ellizabeth khawatir. "Aku memang sibuk tapi keluarga tetap nomer 1 mom" Jessica tersenyum pada Ellizabtth. Ellizabeth terlihat lega. 'tring tring' Pintu studio dibuka, wanita paruh baya dengan baju serba merah muda masuk kedalam studio. Wajahnya masih terlihat sombong, kemudian dibelakangnya masuk beberapa orang lagi. "Itu pasti tamu kalian, Momy masuk saja ke dalam takut menganggu" ucap Ellizabeth tanpa melihat tamu Jessica. "Jessi momy juga datang karena ingin memberitahukan, besok kau datang kencan buta dengan seseorang. Oke ?" Sebelum mendengar jawaban anaknya, Ellizabeth berjalan dengan cepat ke atas menuju ruangan pribadi Jessica. Jessica hanya menaikan bahunya, mungkin ibunya sedang bercanda. Ia melihat semua tamunya. Ia sangat terkejut melihat Stefi dan Steven berada dalam rombongan itu. Hatinya terasa sakit 'mungkinkah mereka yang akan bertunangan ?' pikirnya. 'Tidak tidak bukankah Alice masih belum sadar ? Tak mungkin Steven tega bersenang-_ senang sendiri' batin Jessica mencoba berfikiran positive. Jessica melihat semua orang disana, ia juga tak melihat anggota keluarga dari Steven. Ia sedikit lega. "Hay Jessi kita bertemu lagi" ucap Stefi pada Jessica. "Kalian saling mengenal ?" Tanya Nyonya Margareth pada Stefi. "Dia itu sahabat Steven ma" ucap Stefi pada Margareth. "Ma ?" Jessica terlihat bingung. "Dia ibuku" ucap Stefi menunjuk Margareth. "Ahhh pantas kalian memang sangat mirip" ucap Jessica sambil tersenyum. 'Sifatnya juga sangat mirip' lanjut Jessica dalam hati. . . . Margareth ingin hanya Jessica yang mengukur badannya. Sedangkan semua karyawannya mengukur anggota keluarga yang lain. "Aku ingin gaunku terbuka bagian atasnya" ucap Margareth pada Jessica. "Bukan kah akan terlihat bagus jika lebih tertutup dibagian lengan" Jessica mencoba memberi masukan. "Aku ingin terlihat glamour" ucap Margareth sombong. "Anda bisa menggunakan bolero, jika anda tak keberatan anda bisa menyewa disini" ucap Jessica ramah. "Aku tak bisa kalau tak bermerk" ucap Margareth lagi. "Ah bolero disini rata- rata bermerk di*r dan Chann*l anda tak perlu khawatir" ucap Jessica sedikit sombong. "Bukan kah kau terlalu muda untuk memiliki barang- barang yang mahal ?"ucap Margareth sedikit merendahkan. "Aku akan membelinya sendiri, dan aku ingin sedikit berpesan kepadamu. Bekerjalah dengan cara yang benar" lanjut Margareth lagi. "sekarang memang banyak ya wanita muda menjadi simpanan" ucap Margareth sembari berdiri lalu menyuruh Stefi untuk bergantian. Jessica tak tersinggung sama sekali, ia tak merasa yang dikatakan Margareth itu untuk dirinya. Kini Jessica mengukur badan Stefi dengan sangat hati- hati, lalu mulai mencatat ukurannya ke dalam buku jurnal. "Kau ingin gaun seperti apa ?" Tanya Jessica pada Stefi. "Ah aku akan memanggil Steven dulu agar dia yang menentukan" jawab Stefi lalu berdiri dan menghampiri kekasihnya. Steven yang sedang duduk menunggu keluarganya tiba- tiba dipaksa berdiri dan dirangkul Stefi berjalan kearah Jessica. Steven ingin menolak namun Stefi menggandengnya sangat erat. Kini Steven tepat berada di depan Jessica, Jessica pun melihat kearahnya. Steven pun mau tak mau duduk disamping Stefi dan berhadapan dengan Jessica. Jessica ingin terlihat tak perduli padahal dalam hatinya ia sedikit cemburu. "Jadi ? Bagaimana" tanya Jessica. Stefi membuka handphonenya lalu memperlihatkan dua pasang baju pria dan wanita. Jessica terlihat bingung. "Bukankah itu terlalu meriah ?" tanya Jessica. "Tentu saja, kami harus menjadi pusat perhatian pada acara ini" ucap Stefi sombong. 'Persis sekali dengan ibunya' ucap Jessica dalam hati. "Ah baiklah" Jessica terlihat cuek. "Kau tak terlihat terkejut. Kau sudah tau ya ?" Tanya Stefi pada Jessica. "Tau apa ?" Tanya Jessica penasaran. "Ah kau belum tau rupanya" ucap Stefi. "Sayang kau belum memberitahu semua sahabatmu ya ?" tanya Stefi pada Steven. Steven menggelengkan kepalanya, ia terlihat bingung. Jessica mempunyai firasat buruk. "Kau kan tau Alice masih belum sadar dari koma, lagi pula kita hanya akan fitting saja. Untuk selanjutnya biarkan para orangtua yang menentukan" ucap Steven lagi. Ia membuang muka, tak ingin melihat ke arah Jessica. "Ah karena kau yang akan membuat baju kami, kami rasa kau harus tau" "Aku dan Steven akan bertunangan. Tadaaa" ucap Stefi memperlihatkan foto dua cincin di handphonenya. "Ini cincin yang ku beli dengan Steven, bagus kan ? ini sangat mahal" Ucap Stefi sombong. Jessica merasa telinganya berdenging, ia tak lagi mendengar suara Stefi yang masih mengoceh tentang cicinnya. Ia melihat ke arah Steven, lalu tersenyum kearahnya dan Stefi. "Wow congrats" ucap Jessica. "Sebentar, aku akan menyuruh pegawaiku untuk membuatkan tamuku minum. Sepertinya ini akan membutuhkan waktu yang lama" Jessica berdiri lalu berjalan ke arah belakang ia masuk ke dalam kamar mandi dan menangis disana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD