BAB 1 - DI SATU HARI YANG SAMA
"Apa, aku hamil?!" tanya seorang wanita di dalam mobil saat mendapatkan panggilan telepon dari seseorang di seberang. "Kamu gak bohongi aku kan, Din?"
"Ya kagaklah, bisa jelek nama baikku sebagai dokter kandungan kalau aku bohongi pasien!" seru di seberang kesal.
Dia terlihat senang, melangkah menuju mobil yang terparkir di depan perusahaan bernamskan Artameda Dirgantara Group.
"Iya-iya, ini aku mau ke sana," balasnya sembari memegang pintu mobil berniat membukanya, namun seseorang malah menariknya hingga berbalik. Tampak seorang pria tampan sebayanua berdiri di hadapannya kini. Semula, wanita itu tampak kaget, lantas tersenyum tulus.
"Kok malah ke luar, acaranya di dalam belum selesai lho, masuk gih ... kamu kan wakilnya."
"Tapi kamu direkturnya."
"Aku tau, tapi aku pergi bentar aja kok, kan uda dari tadi malam aku bilang, kalau hari ini aku harus ke rumah sakit bentar." Wanita itu Menbensrksj dasi sang pria dengan satu tangan, sementara tangan satunya lagi masih memegang handphone. "Hari ini hari penting buat kita, aku resmi jadi direktur utama, tapi aku ada janji sebentar sama Dokter Dini. Bentar aja, kamu handle dulu ya."
Pria itu tidak banyak bicara, dia hanya memeluk erat sang wanita seolah tak ingin lepas walau sedetik dengannya.
"Maaf dan makasih banyak ya," ucapnya.
"Untuk apa?" tanyanya bingung.
"Gak ada, cuma pengen bilang gitu aja. Aku merasa, kamu udah jadi istri terbaik untukku tiga bulan ini."
Fara, wanita itu tersenyum lebar, melepaskan pelukan dan menatap pria di hadapannya dengan ekspresi aneh, lantas tertawa kecil.
"Ada-ada aja, kayak mau ke mana aja aku. Aku cuma ke rumah sakit doang, kamu buat takut ich." Fara melepaskan pelukan sang suami. "Ya udah, aku pergi dulu ya. Direkturnya ada acara sebentar." Fara tertawa, melambaikan tangan lantas masuk di kursi belakang. Tampak seorang pria paruh baya duduk di belakang kemudi, melirik ke arah pria yang masih berdiri di luar dengan ekspresi cemas. Pria itu hanya tersenyum tipis, lantas membantu Fara menutup pintu.
Lambaian tangan pria itu mengiringi kepergian mobil yang membawa sang istri di dalamnya. Dia menatapnya hingga jauh, lantas membenarkan jas hitam yang dia pakai dan melangkah masuk kembali ke dalam gedung perusahaannya.
***
Mobil melaju santai. Fara masih saja bertelepon riang dengan Dini, sahabatnya yang juga dokter kandungan tempatnya memeriksa kehamilannya. Fara yang merasa aneh dengan kondisi badan usaha, serta disertai mual-mual yang tidak berkesudahan, membuatnya langsung melakukan pengecekan tanpa sepengetahuan siapa pun, termasuk Raymond, sang suami. Fara hanya berpikir tidak ingin mengecewakan yang lain jika ternyata hasilnya negatif. Namun ternyata hasil pemeriksaan di luar dugaan ya, dirinya hamil dan hal itu membuatnya senang bukan main.
Budi, sang supir tampak gelisah. Berulang kali dia melirik ke Fara melalui kaca spion di depannya. Seperti ingin berbicara, namun selalu terhalang karena Fara terus saja berbicara di telepon. Budi menghela napas, melirik ke handphonenya yang berbunyi tanda pesan singkat masuk, lantas mengambilnya.
Ekspresi panik hadir seketika setelah membaca pesan singkat itu. Budi menelan air liurnya, menatap lurus ke depan dan menggenggam sekuat tenaga kemudi dengan kedua tangannya setelah meletakkan kembali handphone ke tempat semula. Budi melirik kembali ke spion, melihat Fara tertawa yang membuatnya merasa sakit bukan main. Apa lagi saat mengetahui, bahwa Fara sedang mengandung saat ini. Hal itu semakin membuat Budi gelisah bukan main. Dia melirik ke kanan dan kiri, seolah memastikan sesuatu, lantas kembali melihat ke depan dengan tatapan dan ekspresi ketakutan.
"Iya, Din, ini aku lagi ke sana sama supir, soalnya Ray gak bisa ikutan karena masih banyak tamu di tempat acara. Palingan lima belas menit lagi sampai," ujar Fara di telepon. "Eh, tapi makasih lho karena kamu masih rahasiain semuanya dari Ray, aku takut dia kecewa kalau ternyata hasilnya negative."
Fara yang duduk di belakang supir, langsung meraih tab miliknya dari dalam tas, memeriksa beberapa pekerjaan yang langsung dia handle sendiri.
"Iya-iya, aku juga gak mau bilang duluan sama suami kamu, biar kamu aja dah yang bilang, pasti Raymond bakalan lebih senang kalau dengar langsung dari mulut comel kamu," ledek Dini yang berhasil membuat Fara memanyunkan bibirnya. "Oh iya, sekalian bilang ke Pak Budi jangan ngebut-ngebut, bahaya nih bawa calon ibu, soalnya lagi darah manis," canda Dini yang berhasil membuat Fara tertawa.
"Darah manis apaan, lagian Pak Budi udah puluhan tahun kerja di keluarga aku, jadi supir pribadi aku, jadi dia udah taulah gimana cara lindungi bos kecilnya, ya kan, Pak?"
Budi hanya tersenyum tipis lantas mengangguk pelan. Mencoba menyembunyikan raut wajahnya yang panik.
"Eh iya, tapi seriusan hasilnya positif? Kamu gak bohongi aku kan, Dini?"
"Kagaklah, makanya aku langsung ajak kamu ketemuan hari ini, biar langsung aku kasih ke kamu hasilnya."
"Berarti, aku sebentar lagi bakalan jadi ibu!" seru Fara kegirangan.
Fara kembali asyik mengobrol dengan Dini yang tanpa menyadari, tatapan sedih Budi melalui spion depan yang terus tertuju ke Fara di belakang. Kedua tangannya yang memegang kemudi, tampak bergetar. Dia tampak gelisah. Namun anehnya, bukannya memilih menepi atau memelankan laju mobil, Budi malah menambah kecepatan. Sayangnya hal itu tidak disadari Fara yang terus mengobrol dengan Rani.
Persimpangan terlihat di depan. Lampu merah pun menyala. Budi melihat ke kiri, ada sebuah truk besar melintas dari sisi yang kini menyala lampu hijau. Bukannya berhenti, Budi malah memejamkan mata sembari melaju melintasi garis pemberhentian lalu lintas. Suara klakson truk terdengar yang membuat Fara tersadar dan langsung menoleh ke kanan. Fara kaget bukan main melihat truk itu melaju kencang ke arahnya. Genggaman handphone terlepas, Fara berteriak keras. Dini yang mendengar teriakan Fara, kaget bukan main. Belum sempat dia memanggil nama Fara, suara yang cukup keras terdengar di telinga Dini. Dini kaget bukan main mendengarnya. Kedua matanya berkaca-kaca, seolah sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu.
"Fara!!!" teriak Dini yang membuat seorang suster yang sedang menyiapkan alat-alat di dalam ruangan Dini, langsung memandang ke arahnya. Teriakannya itu seiring mobil Fara berputar dan terseret cukup jauh dari tempat kejadian. Perlahan, truk itu berhenti di hadapan mobil Fara yang sudah terbalik dengan bagian atas mencium aspal. Fara di sana, perlahan membuka mata dengan darah di seluruh wajah. Tak ada kata yang ke luar dari mulutnya. Pandangan Fara perlahan memudar. Samar-samar, Fara mendengar suara teriak Dini melalui handphonenya yang kini sudah tergeletak di sampingnya.