Bab 1

1816 Words
"Kara, tungguin gue." Teriak Shila sahabat Kara. "Cepetan Shil, nanti Gio udah keburu pergi." "Ya ampun Kar, sehari aja loe gak ngurusin dia bisa gak sih. Gio Gio Gio Mulu diisi kepala loe. Heran gue, kuat banget peletnya si Gio." Protes Shila. "Bawel deh, gue tinggal nih." "Iya-iya, pelan-pelan aja jalannya. Gak usah buru buru, kek dikejar satpol PP aja." Gerutu Shila pada sahabatnya itu. Kedua sahabat itu dengan cepat melangkah menuju parkiran mobil. Lebih tepatnya Kara lah yang berjalan setengah berlari, sedangkan Shila ngos-ngosan di belakang karena mengejar Kara. Baru juga Shila mengatur nafas nya agar stabil, Kara sudah berjalan menghampiri seseorang yang tengah berkumpul bersama teman-temannya. Tanpa rasa malu Kara menerobos masuk ketengah dan tepat berhadapan dengan seseorang yang menjadi alasan Kara terburu-buru berjalan. "Gio, loe sudah mau pulang? Kara boleh nebeng gak?." "Gak." Jawab Gio dengan dingin. "Please Kara ikut yah!." "Gak, minggir gue mau pulang." Gio berjalan memasuki mobil nya dan ternyata Kara juga ikut masuk dan duduk di samping Gio. "Ngapain loe ikut masuk. Turun." Bukan hal baru, gadis ini selalu saja seperti ini. Jadi Gio gak akan kaget dengan kelakuannya. "Kan gue bilang mau nebeng." Ucap Kara dengan santai sembari tersenyum memamerkan deretan gigi-giginya yang putih, kecil dan rapih. Gio tidak berbicara lagi. Berdebat dengan Kara tidak akan ada habisnya. Lelaki itu langsung menjalankan mobilnya dan berlalu pergi , nggak lupa membunyikam klakson kepada teman-temannya yang masih berdiri di parkiran. Sepertinya Kara telah melupakan sesuatu. "Astaga, gue lupa." Menepok jidatnya dan buru-buru membuka tas untuk mengambil handphonenya. Mencari kontak seseorang dan dengan cepat mengetik beberapa kalimat pesan. Kara yakin pasti Shila lagi ngudumel di sana. To : Shila la la la Shila, maafin gue main cabut aja ?. Shila jangan marah yah, besok gue jajanin deh. Mau makan apa aja terserah Shila. Kara janji, suerrrr ??. Send. Setelah pesan itu terkirim, Kara melirik Gio sekilas. Tatapan wajah lelaki tu begitu dingin, seperti ingin memakan orang. Tak lama notif balasan dari Shila muncul. From : Shila la la la Kebiasaan Yee, kalo udah ngeliat Gio gue diluapin. Iyee,, ... gue kagak marah. Paling besok loe gue Jambak. Tiati di jalan, kabarin gue kalo loe diapa-apain sama Gio. Kara tersenyum membaca pesan dari Shila. Shila adalah sahabat terbaik Kara, paling memahami dan mengerti Kara. Walaupun terkadang Shila jengkel dan lelah melihat kelakuan Kara yang mengejar-ngejar Gio. Meski sering ditolak Gio, tapi Kara tidak pantang menyerah untuk mendekatinya. Terkadang Shila merasa iba pada sahabatnya itu. Cinta Kara pada Gio membutakan segalanya. Tak lama kemudian, Gio membawa mobilnya menuju ke pinggir untuk berhenti. "Turun." Kara yang bingung menatap Gio tak mengerti. "Gue bilang turun Kar." Lelaki itu berbicara tanpa menatap wajah Kara yang kini menatapnya dengan bingung. "Gio nyuruh Kara turun?" tanya Kara dengan bingung. Menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya lagi, berbalik menatap Kara dengan tatapan tak suka. "Loe gak tuli kan. Sekarang turun, gue gak punya banyak waktu." Berbalik menatap ke depan, meramas stir kemudi menahan agar amarahnya tidak keluar. "Kenapa, Gio tega ninggalin Kara sendirian di jalan? Nanti Kara di gangguin orang jahat gimana? Gio ben-." Omongannya terpotong karena suara hentakan Gio. "Loe mau keluar sendiri atau gue tarik? Selagi gue masih bicara dengan baik, sebaiknya loe dengar. Jangan sampai gue gunakan kekerasan, yang akan ngelukai fisik loe." Kara masih diam membatu, menatap Gio dengan hati yang pedih. Ini bukan sekali dua kali Gio berbuat seperti ini padanya. Sudah berkali-kali, tapi Kara tidak pernah berhenti. Dia akan mengulanginya lagi, tak peduli rasa sakit hatinya tiap mendengar perkataan bahkan perlakuan kasar dari Gio. Cintanya pada Gio terlalu dalam, yang dia tahu hanya bisa berada di samping Gio itu sudah cukup baginya, meski penuh kesakitan. Kara bodoh, dia bener bener gadis yang bodoh. Buta akan Cinta. Dengan berat hati Kara keluar dari mobil Gio, berdiri dengan wajah lesuh menatap mobil Gio yang telah pergi meninggalkannya. "Lagi, lagi-lagi Gio jahatin gue." Ucapnya pada diri sendiri. "Kapan loe bisa liat gue Yo. Gue selalu mencari cara agar loe natap gue." Gadis itu berjalan menunduk dengan lesuh. Bahkan suara klakson yang di tujukan untuknya, tak dia dengar. Piipp.. piiipp.. piiipp… (bunyi klakson mobil dari seseorang) "Kara……"Teriak seseorang dalam mobil dan dengan cepat Kara berbalik ke arah belakang. Dia tahu suara siapa itu. Dengan cepat gadis itu berlari menuju seseorang yang baru keluar dari dalam mobil. "Shila…." Ucap Kara dengan sedih. "Loe ngapain jalan sendiri di sini? Bukannya tadi loe sama Gio. Terus mana Gionya?." Ucap Shila celingak celinguk mencari keberadaan Gio. Wajah Kara terlihat lesuh tak bersemangat. "Jangan bilang Gio nurunin loe di pinggir jalan." tebak Shila menyelidiki. Kara hanya menganggukkan kepalanya perlahan. Shila jengah melihat Kara yang keras kepala, susah banget di kasih tahu. "Ya udah masuk, gue anter pulang." keduanya masuk kembali ke mobil. Dan dengan cepat Shila menancap gas. "Shil…?" "Hmm.. apa?" jawab Shila sambil menyetir. "Gue lapar." Shila menggelengkan kepala nya. Kara meski hatinya sedang sedih, nafsu makannya tidak hilang. (Meski hati sedang gelisah, perut harus senang. Hahahahaha). "Loe yang nentuin makan di mana, gue ikut arus aja." "Makan dekat kampus aja, gue pengen makan bakso di situ." Nb aja : Kara, Gio, Shila adalah mahasiswa semester akhir di kampus ternama di Jogja. Yapss, mereka adalah Mahasiswa UGM. Kara dan Shila mengambil jurusan Ekonomi bisnis, sedangkan Gio mengambil jurusan Hukum. Saat ini mereka tengah disibukan mengurus persiapan KKN yang tak lama lagi akan di laksanakan. "Nggeh Ndoro." Shila cikikan melihat raut wajah sahabatnya yang mendung seperti hujan akan turun. "Shil, gue harus gimana lagi biar Gio natap gue. Keberadaan gue sepertinya mengganggu banget yah buat dia?." "Pake nanya lagi. Ya jelas lah." Bukannya menenangkan hati sahabatnya yang lagi dilanda galau, jawabannya malah membuat sahabat makin murung. Tapi kan emang kenyataannya seperti itu kan?. "Kar, kapan sih loe mau berhenti nyiksa hati loe sendiri. Seberjuang apapun loe buat dapetin Gio, tidak sekalipun lelaki itu menatap balik ke loe Kar. Please, berhenti lakuin hal hal yang loe tau sendiri pada akhirnya akan seperti apa." Menghela nafas, Kara hanya menghela nafas mendengar perkataan Shila. Disandarkan kepalanya kejendela, menatap kearah luar dengan tatapan yang menyedihkan. Tak bicara lagi, Shila tahu Kara tak akan menjawab. Tak butuh lama keduanya telah berputar arah sekitaran UGM. Seperti kata Kara tadi, dia pengen makan bakso Abang Abang langganan para mahasiswa disitu. "Dah sampe Neng, cuss turun." Ucap Shila. "Hmm." Kara bener bener seperti tak ada semangat hidup. Keduanya pun turun dan berjalan menghampiri gerobak Abang bakso. "Bang pesan 2 porsi yah." Shila yang memesan. "Siap Neng, tunggu sebentar yah." "Oke." Shila mengacungi jempol ke Abang bakso. Kemudian berbalik menatap sahabatnya yang masih di runding sedih. "Jumat nanti ikut gue ke Surabaya yuk Kar, kita balik Minggu sore." ajak Shila tiba tiba. Kara berbalik menatap Shila dengan heran. "Ngapain ke Surabaya? Loe mau ke tugu Pahlawan apa ke museum 10 November atau mau ke patung Suro dan Boyo?" ck Shila memutar kan bola matanya mendengar pertanyaan gadis ini. "Liburan, gue pengen self healing di pantai gitu." "Lah disini kan juga ada pantai, ada Parangtritis, pantai Siung. Ngapain jauh jauh ke Surabaya?" "Ishhh… Gue pengennya di Surabaya Kar. Gue udah reservasi salah satu hotel dekat pantai Kar. Penilaian bintang nya bagus dan banyak yang rekomendasiin ke hotel ini. Gue udah mesen 2 kamar buat kita loh Kar." "Loe mesan 2 kamar? Kenapa gak 1 aja. Buang buang duit banget loh." Saat asyik berbicara, pesanan 2 porsi mangkok berisi bakso telah datang. "Ini Neng." ucap Abang bakso dan memberikan pesanan keduanya. "Makasih bang." ucap Kara dan Shila berbarengan. "Yah 1 buat loe, 1 lagu buat gue." ucap Shila dengan santai. "Kenapa harus misah? Kenapa gak barengan aja tidurnya?" Shila pusing mendengar rentetan pertanyaan dari Kara. Tapi seenggaknya sahabatnya itu sudah kembali dalam mode bawel. "Yah gak apa apa." Shila menjawab dengan enteng dan lanjut memakan baksonya. "Mencurigakan." Kara menaiki satu alisnya keatas. "Udah loe ikut aja, udah gue pesenin semuanya. Dah ahh Kar, abisin dulu baksonya, tadi katanya lapar." "Oke deh, gue ikut. Mau refreshing juga, pala gue sumpek. Pusing mikirin skripsi di tambah pusing mikirin Gio." "Loe nya aja yang bikin ribet, si Gio ngapain di pikiran. Tuh anak kelakuan kayak setan aja, gak punya hati dan perasaan. Dah gue bilang fokus dulu kelarin skripsi. Tuh laki entar aja urusan belakang." rasa rasanya ingin Shila getokin kepala Kara ke tembok biar dia sadar. "Shila gak boleh gitu, Gio gak seperti itu." "Serah Kar, serah loe. Yang berhubungan sama Gio semuanya baik di mata loe. Dahlah pusing gue." "Ishh… Shila." "Gak usah manyun gitu, cepetan abisin baksonya." "Iya bawel." "Ngatain gue bawel. Gak sadar diri bu." keduanya saling ngeledek, ngebecandain satu sama lain. Begitu lah Kara dan Shila. Keduanya bertemu saat Ospek dulu, tergabung dalam satu regu. Shila teman pertama Kara di kampus ini. Keduanya sangat dekat hingga menjadi sahabat. Hanya Shila yang mau berteman dengan Kara. Banyak yang tak menyukai Kara karena gadis itu dengan terang terangan mengejar Gio, most wanted incaran kating hingga adik tingkat. Kara bukanlah gadis kaya,famous dan modis, dia hanya gadis biasa yang hidup mandiri, berbanding terbalik dengan Shila yang anak orang kaya . Akan kuceritakan kisah hidupnya seiring berjalan nya cerita ini. Hehehehe. "Alhamdulillah kenyang." ucap Kara dan meletakkan mangkok baksonya di atas kursi. "Gimana gak kenyang, tuh makannya 2 porsi." benar Kara tadi memesan seporsi lagi. Kelaparan banget tuh anak. "Hehehehe… ya udah yuk pulang." Kara beranjak dari kursinya dan di ikuti Shila. Membayar pesanan mereka dan kemudian berjalan masuk kedalam mobil. Sempat berdebat siapa yang bayar, dan akhirnya Kara yang membayar dan Shila yang mengalah. Kata Kara karena makan nya dua porsi, jadi dia yang bayar. Keduanya sekarang dalam perjalanan mengantar Kara pulang ke kostnya. Iya Kara ngekost. Shila sering kali mengajak Kara untuk tinggal bersamanya. Tapi gadis itu tidak mau merepotkan. Tiba-tiba handphone Shila berdering. "Siapa lagi yang nelpon." gerutu Shila sembari mengambil handphonenya di tas. "Hallo." ucap Shila. "............" "Shila antarin Kara pulang dulu yah mah. Setelah itu Shila jemput mamah." "..........." "Mamah kenapa gak suruh supir jemput. Pak Hendra kemana?." "..........." "Iya udah tungguin, Shila jemput sekarang." tak lama sambungan telpon terputus. "Ngeselin banget sih." oceh Shila. "Kenapa, mamah kamu kenapa Shil?" "Minta jemput, mana nyuruh sekarang." Shila masih fokus menyetir kedepan. "Udah turunin gue di depan situ aja. Entar gue jalan aja, gak begitu jauh juga dari kostan." ucap Kara. "Gak apa apa kan Kar? loe gak marah kan. Mamah suruh jemput sekarang. Loe tau kan kalo lama di jemput, bisa bisa gue kena omel." "Santai aja Shil, gue yang gak enak karena loe harus nganterin gue." "Apaan sih Kar, gak usah ngomong gitu deh." "Hehehehe, gak canda doang sist." "Gue turunin disini gak apa apa Kar, tapi loe jalan jauh kedalam dong?" "Udah gak apa apa. Itung itung gue olahraga jalan." Mobil Shila terhenti di pinggiran trotoar. Kara pun turun dan melambaikan tangan nya pada Shila. Setelah Shila pergi barulah Kara berjalan menuju kostannya yang lumayan agak jauh jika berjalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD