BAB 10

1315 Words
Laut Mediterania membentang luas di hadapannya, membingkai pulau Corfu yang hijau dengan air jernih kebiruan yang memantulkan cahaya matahari siang. Angin berembus, menerbangkan rambutnya ke segala arah, tapi Dira sama sekali tidak berusaha untuk memperbaikinya. Hatinya gundah. Tidak, kata itu tidak tepat. Ia gelisah membayangkan perbincangan apa yang akan mereka lakukan nantinya. Ethan bilang ini tentang hak asuh anak. Kenapa mereka membutuhkan perjanjian untuk mengasuh Noah? Pemikiran itu sama sekali tidak membuatnya tenang. Ombak Mediterania berkilauan di bawah sinar matahari, menciptakan kilauan bagai permata yang menggoda untuk tenggelam dalam keindahan pulau Corfu. Di sekeliling mereka, tebing hijau Corfu berdiri megah, anggun, dan abadi, kontras dengan ketidakpastian masa depan mereka. Sekali lagi Dira menghela napas. Apa yang ia lakukan di sini? Sekarang ia mulai bertanya-tanya, apa ini hal yang benar untuk dilakukan? “Mam…” Dira mendesah sebelum berbalik. Ia sudah tahu bahkan sebelum melihatnya, siapa yang datang padanya. Tepat seperti dugaannya. Seorang pengawal bertubuh tinggi gelap yang bahkan tidak ia ingat namanya berdiri tidak jauh darinya dengan sikap hormatnya yang khas. Jika ia menduga liburan yang disiapkan Ethan berarti privasi untuk keluarga kecil mereka, maka ia jelas salah. Ethan membawa sedikitnya 4 pengawal di atas yacht ini dan seorang pengasuh. Sama sekali tidak ada privasi. Terkadang Dira berpikir mereka tidak berlibur, hanya berpindah tempat. “Ada apa?” tanyanya datar, keengganan mewarnai suaranya. Pria bersetelan serba hitam itu mengangguk tidak kentara, jelas mengetahui suasana hatinya yang buruk. “Tuan Ethan sudah selesai dengan pekerjaannya, Mam. Anda di minta untuk segera menemuinya.” Dan sekarang saatnya menemui yang mulia Tuan Ethan Alexander yang Terhormat. Berusaha menepis kepedihan yang tiba-tiba menghimpitnya, Dira mengangguk sambil tersenyum tipis sebagai tanggapan. “Katakan padanya, aku akan datang dalam 5 menit.” Pengawal itu mengangguk, kemudian menghilang dari pandangan. Dira menatap Noah yang sedang tertawa riang, bermain-main dengan perahu mainannya di sisi dek. Senyum polos putranya selalu menjadi alasan Dira bertahan selama ini, meski ia tahu jalan yang dilalui tidak akan pernah mudah, tapi Dira sama sekali tidak menyesalinya. Ia menyayangi Noah sepenuh jiwanya. “Aku akan menemui Ethan sebentar. Apa kalian akan baik-baik saja jika kutinggal, Eri?” tanyanya pada wanita tua yang menjadi pengasuh putra mereka. Dira mengedarkan pandangan. Ada dua pengawal yang mengawasi Noah bersama pengasuh paruh baya itu, seharusnya tidak masalah. Meski begitu ia harus mendengar sendiri kalau pengasuh itu cukup yakin untuk mengawasi Noah yang sedang aktif-aktifnya. “Jangan khawatir, Bu, saya bisa menjaga Noah dengan baik.” Dira tersenyum tipis, kemudian melanjutkan langkah menuju kabin pria itu. Ia mengetuk beberapa kali sebelum membuka pintu. Ethan mendongak, namun kembali menekuni berkas di tangannya saat melihat yang masuk ternyata Dira. Mengabaikan sikap acuh yang ditunjukkan pria itu, Dira berjalan masuk seolah ia diundang. Dan memang seperti itu, pikirnya muram. “Pengawalmu bilang kau ingin bicara denganku?” tanya Dira hati-hati. Ethan mengangguk tanpa mengangkat wajah dari dokumen yang sedang dia baca. “Duduk.” Tenang, tenang. Jika berita yang ingin dia sampaikan ternyata tidak penting kau boleh meninju wajahnya yang angkuh sepuasmu. Dira duduk di depan Ethan dan dokumen yang sebelumnya dibaca oleh pria itu, kini berada di depan Dira. “Apa ini?” Ethan duduk bersandar di kursinya, kedua tangannya di lipat di atas perut. “Perjanjian nikah. Ada klausal yang mengatakan bahwa “Jika pernikahan kita gagal untuk alasan apa pun, maka hak asuh Noah akan jatuh ke tanganku.” Satu Dua Tiga Ini pasti semacam lelucon mengerikan untuk membuatnya ketakutan kan? Dira menunggu Ethan mengatakan sesuatu, tapi pria itu hanya duduk diam di kursinya dengan ekspresinya yang dingin dan angkuh. “Apa ini semacam lelucon untukmu?” suaranya meninggi. “Apa maksudmu dengan membuat perjanjian mengerikan ini? Apa kau sudah kehilangan akal?” Ethan berdiri dan mengitari meja, kemudian duduk di atas meja tepat di hadapan Dira. “Tidak ada yang lucu dalam pembahasan ini. Aku tidak bercanda kalau itu yang kau tanyakan.” “Kalau begitu kau pasti sudah tidak waras.” Dira berdiri dengan amarah mendidih. “Aku tidak mau menandatangani perjanjian itu. Pergi saja kau ke neraka, sialan!” Dira melempar dokumen yang dipegangnya ke wajah Ethan sebelum berderap pergi. “Aku sudah menandatangani surat perceraian kita.” Langkah Dira berhenti. “Bagiku, tidak ada alasan kenapa kita harus tetap bersama, terutama setelah pengkhianatan yang kau lakukan, tapi itu sebelum aku tahu kita punya putra yang ternyata kau sembunyikan.” Dira memejamkan mata sesaat. “Aku tidak mengkhianatimu,” tukasnya lelah seakan pembahasan itu menguras tenaga. Ethan mengedikkan bahunya. “Kau pergi, itu artinya kau mengkhianati kepercayaanku.” “Aku pergi karena…” Ethan mengangkat satu tangannya. “Tidak perlu dijelaskan,” tukasnya datar. “Kesempatanmu untuk menjelaskan hilang saat kau melangkah keluar dari rumah itu, Dira, tapi bukan itu intinya. Aku setuju untuk menceraikanmu, tapi itu berarti Noah akan tinggal bersamaku.” “Dan jika aku menolak menandatanganinya?” tantangnya. Seringai Ethan muncul sebagai gantinya. Mata biru pekatnya menunjukkan kekejaman yang menakutkan. “Percayalah, kau pasti tidak akan mau melakukannya.” “Aku tidak akan pernah menyerah tentang Noah dan kau tidak akan bisa menghentikanku.” Ethan tertawa seakan kalimat Dira benar-benar terdengar konyol dan lucu. “Aku bisa menghentikanmu dengan sangat mudah, terutama dengan kebohonganmu yang mengerikan. Pengadilan manapun akan memikirkan itu sebagai kejahatan. Selain itu…” Ethan sengaja menggantung kata-katanya seolah sedang menikmati momen kemenangan yang dia dapatkan. “Kau tidak punya pekerjaan,” lanjutnya mengejek. Kedua tangan Dira terkepal erat. Otot-otot wajahnya menegang. “Aku bisa mencari pekerjaan.” Ekspresi wajah Ethan menggelap. “Dan aku akan memastikan siapapun yang cukup berani memberimu pekerjaan akan menerima konsekuensi buruk dari keputusan bodoh itu.” “Kau…” “Seperti yang kukatakan Dira, uang berbicara.” Perut Dira tiba-tba terasa mual. Inikah pria yang ia nikahi dulu? Ia sama sekali tidak mengenal pria angkuh di depannya. Ke mana pria manis dan selalu menatapnya penuh gairah itu pergi? Pria dingin dan tidak berperasaan itu sama sekali tidak mirip dengan Ethan yang ia kenal. Atau mungkin pria yang berdiri di depannyalah Ethan yang sebenarnya? Pria kejam yang sanggup melakukan apa pun demi mencapai tujuannya. “Tanda tangan Dira, lagipula aku cukup murah hati bukan? Selama pernikahan kita bertahan tidak ada yang akan merebut Noah darimu.” Dira berjalan dengan penuh kebencian. “Kau benar-benar b******k!” Kedua bahu Ethan terangkat. “Bukan hal baru yang pernah kudengar,” katanya santai, saat menyerahkan montblanc miliknya pada Dira. Dengan tangan gemetar, dan air mata yang menusuk belakang matanya, Dira menandatangani perjanjian yang diberikan Ethan padanya. Selesai, Dira mendorong dokumennya ke d**a Ethan. “Kuharap kau puas sekarang,” tukasnya kasar, kemudian membanting pintu di belakangnya. *** “Dasar pria angkuh, maniak kerja, b******k, arogan, tidak punya hati…” Dira mengeluarkan segala macam sumpah serapah begitu berada di kabinnya sendiri. Ia berjalan mondar-mandir sambil memijit pelipisnya. Ini tidak mungkin terjadi. Ethan baru saja menjebaknya menandatangani perjanjian mengerikan itu. Hak asuh Noah akan jatuh ke tangan Ethan jika pernikahan mereka gagal? Apa Ethan mengancamnya agar pernikahan mereka tetap bertahan? “Aku sudah menandatangani surat perceraian kita.” Lalu, untuk apa dia mengatakan tentang surat perceraian jika tujuannya ingin mempertahankan pernikahan mereka? Apa sebenarnya tujuan Ethan dengan melakukan semua hal gila ini? apa mungkin… Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. “Ya?” teriaknya, karena tidak ingin membuka pintu. “Mam, Tuan Ethan dan Noah sedang menunggu Anda di dek.” “Aku akan datang.” Lalu ia mendengar suara langkah yang menjauh. Dira baru ingat hari ini mereka bertiga memiliki janji untuk bermain bersama. Dan jangan lupa memberitahu Noah tentang Ethan. Suara di dalam kepalanya terdengar mencemooh. Dira mengabaikannya. Ia membuka lemari untuk melihat gaun pantai yang bisa ia kenakan. Kemudian Dira melihatnya. Bikini two piece swimsuit berwarna hitam miliknya. Dewi bantinnya tersenyum licik saat tangannya menyentuh pakaian berbahan lembut tersebut. “Kita berdua tahu kau menginginkanku, bukan begitu, Dira?” Well, saatnya menguji pria angkuh itu bukan? Dira menyeringai saat sebuah ide melintas di kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD