Antagonis

1533 Words
Ketika istirahat tiba, Laras langsung bergegas ke kantin. Sama seperti hari sebelum-sebelumnya ketika dia mengejar Kevin, dia berdiri di depan pintu kantin menunggu sang pujaan hatinya untuk makan bersama. Mungkin karena mereka memiliki koneksi hati yang selaras, Kevin muncul tak lama setelah Laras mencoba untuk menanti. Gadis itu segera berbunga-bunga, lari dengan bahagia dan senyuman ke arah Kevin. "Kevin, aku baru saja akan memutar ronde baru untuk menunggumu. Ternyata kamu datang cepat, tak perlu aku menunggu lama." Laras berkata sembari mengungkapkan ekspresi terkejut, "Ah! Apakah ini yang dikatakan sehati?" Kevin melirik ke arah Laras yang cengar cengir bahagia dengan pola pikirannya sendiri. Kemudian dia menjawab sembari melihat ke sekeliling, "Sebelum aku, bukankah masih banyak murid yang datang bersamaan denganmu. Kalian sehati?" tanyanya dengan nada retoris. Ucapan Kevin mungkin dapat dikatakan sindiran atau cemoohan. Tetapi untuk kondisi saat ini dan untuk pendengaran Laras, ucapan Kevin saat ini adalah dalam fase pendekatan yang sangat-sangat penting. Laras terkikik geli, tetapi dengan tegas menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku hanya sehati dengan kamu." "Hati cukup selektif," kata Kevin santai kemudian memesan makanan kepada ibu kantin. Dia terdiam sesaat kemudian melirik ke arah Laras. Laras langsung tersentak seolah baru saja disentil tepat di jantung oleh tatapan Kevin yang mempesona. "Aku juga pesan sup ayam," katanya kepada ibu kantin kemudian menoleh ke Kevin, "kebetulan lagi ingin makan hangat-hangat untuk menyesuaikan diri dengan hatiku saat ini." Laras tidak tahu apakah itu hanya imajinasinya atau memang benar-benar terjadi, dia melihat dan mendengar dengan Indranya sendiri bahwa Kevin tertawa singkat. Kevin. Tertawa. Dan itu karenanya! Laras merasa pusing dengan kejadian mendadak ini, dia bahkan belum sadar bahwa dia sudah mengikuti Kevin berjalan dan menuju ke meja yang kosong. Pikiran hanya terus berputar betapa tampannya Kevin ketika dia memasang wajah datar dan dingin, tetapi ternyata dia bisa lebih tampak lagi ketika tertawa. "Vin, habis ini temani aku ke UKS ya," kata Laras dengan tatapan serius kepada Kevin. Mungkin karena wajah dan tatapan Laras benar-benar meyakinkan sehingga Kevin mengangkat alisnya dan bertanya, "Kamu sakit?" Laras mengangguk penuh kepastian, "Aku ingin cari obat di UKS, mungkin saja ada Metformin." "Obat apa itu?" tanya Kevin heran, dia tidak ingat dengan nama obat yang disebutkan Laras itu. Laras menghela napas berat, "Obat untuk mengontrol kadar gula. Melihatmu tertawa tadi, aku takut terkena diabetes," jawabnya dengan suara tak berdaya. Kevin yang mendengarnya hampir tersedak dengan kuah sup yang dia minum dengan santai. Benar saja, dia seharusnya sudah lama terbiasa dan harus siap dengan kata-kata manis yang akan terlontar dari bibir Laras kapan saja. Hanya saja mungkin karena dia telah lama tidak mendengarnya lagi sehingga dia lengah saat ini. "Jangan omong kosong, makan makananmu." Kevin menunjuk sup ayam yang masih mengepulkan asap tipis di depan Laras, memberi isyarat untuk Laras berhenti mengutarakan omong kosong dan hanya diam tenang dan makan saja. Laras terkikik bahagia dan patuh makan sembari melirik ke arah Kevin setiap beberapa detik. Selain mengenyangkan perutnya, Laras juga ingin mengenyangkan matanya. Sayang sekali, waktu selalu menentang kesenangan Laras. Dia belum sempat merasa bahagia sepenuhnya sebelum bel masuk berbunyi nyaring membuat Laras menjadi cemberut. "Kevin, dadah." Laras melambai pada Kevin ketika mereka berada di cabang lorong yang berbeda menuju ke kelas mereka masing-masing. "Meski berpisah, ingatlah aku sangat menyukaimu." Kevin sedikit merasa lucu dengan Laras yang terlalu mendramatisir keadaan. Dia menggelengkan kepalanya dan berbalik untuk melangkah ke kelasnya. Laras terkikik bahagia, dia duduk di bangkunya dengan suasana hanya baik. Dia merasa bahwa Kevin tampak sedikit lembut padanya saat ini. Tidak lagi memberinya tatapan acuh tak acuh yang singkat atau pun mengabaikan setiap tindakannya. "Nah kan, kesurupan lagi." Rena berdecakkan lidah melihat penampilan Laras yang tampak sedang berbunga-bunga. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan perasaan gadis ini yang sangat mudah disenangi dan disakiti. Mungkin karena kipas angin di kelas sedang menyala atau mungkin juga karena dia sedang bahagia saat ini sehingga Laras merasa hati dan otaknya sejuk, tidak ingin terpancing oleh provokasi dari Rena yang meminta pemukulan. Dia mendengus singkat kepada teman tidak dianggapnya itu, lalu memalingkan kepada ke sisi lain dan kembali termenung dengan senyum lebar. Seolah bunga musim semi tumbuh di hatinya, Laras merasakan perasaan yang segar dan tentram. Astaga, dia ingin lari ke kelas 12 IPA 1 saat ini untuk bertemu Kevin. Baru beberapa menit tidak bertemu dengannya, dia sudah merasa gemas dalam hatinya. Ketika bel pulang berbunyi, senyuman Laras masih mekar. Rena yang jalan di sebelah Laras merasa merinding dengan sikap temannya itu. Untuk kebaikan mental temannya, dia menyadarkannya dengan pukulan ringan di kepala. "Kamu tidak gila, kan?" tanya Rena dengan pandangan ngeri. "Kamu yang gila!" Laras mengerutkan keningnya tidak suka, mengangkat tangannya untuk mengatur rambutnya yang lembut dan indah yang baru saja diacak oleh Rena. "Kalau sedang bahagia ya biarin saja, emang kamu lebih suka aku galau?" Rena memikirkan betapa sedikit masuk akalnya Laras ketika galau, setidaknya gadis itu akan berhenti sejenak untuk mendekati Kevin. Jadi dia mengangguk setuju dengan pertanyaan Laras. "Kenapa kamu tidak galau saja?" tanya Rena sebagai teman yang baik. Laras melotot pada Rena, ingin membalas kata-kata temannya itu namun segera terhentikan ketika melihat sosok yang membuatnya lebih marah lagi. "Gadis cupu itu berani bangat muncul di area pandanganku," cibirnya. Rena mengikuti pandangan Laras, benar saja tak jauh dari mereka adalah Tania yang sedang berjalan di koridor sekolah dengan kepala sedikit menunduk, tampaknya dia akan pulang juga. Kebahagiaan Laras segera padam tanpa sisa, dia melangkah maju mendekati Tania dengan mata tajam dan ekspresi penuh kejahatan. Rena yang melihat tranformasi dari gadis yang dibutakan oleh cinta menjadi karakter antagonis merasa kagum dan ikut bersama Laras untuk menonton adegan yang menarik. "Hei, cupu, masih berani datang ke sekolah?" Laras berteriak sebelum dia sampai kepada Tania. Suara Laras selalu lantang dan tegas, tidak ada keragu-raguan dalam nadanya. Tania segera membeku di tempat, mustahil dia tidak mendengar ucapan Laras barusan. Dengan hati-hati, Tania menoleh ke samping, melihat Laras dengan aura gelapnya berjalan mendekat dengan langkah angkuh yang mendominasi. Tanpa sadar, Tania mundur satu langkah. Dia merasa gugup dan takut, kepalanya tertunduk rendah menyembunyikan ekspresinya yang terdistorsi oleh rasa cemas. Laras melihat penampilan gadis itu, dan menjadi semakin tidak suka. Dia mengulurkan tangannya, meraih segenggam rambut di kepala Tania hingga membuat gadis berwajah polos itu mengangkat kepalanya. "Bukankah aku sudah pernah bilang," Laras menatap tajam dengan wajah tegang, "jangan pernah mengganggu Kevin! Jangan berbuat jahat kepadanya! Jangan menyusahkannya! Kenapa makhluk rendahan sepertimu datang dan mengacaukan hidup orang, hah?!" Teriakan Laras menggelegar, membuat setiap murid di sekitar berhenti sejenak dan membuat lingkaran untuk menontonnya. Laras selalu menjadi orang yang tidak peduli dengan tatapan dan ucapan orang lain, fokus utamanya selalu pada apa yang ada di depan matanya. Meski Kevin selalu tampak baik-baik saja dan terlihat bahkan lebih lembut padanya, tetapi Laras tahu bahwa Kevin saat ini tidak sungguh baik-baik saja. Ada sesuatu dalam tatapannya yang telah meredup, yang membuat Laras entah bagaimana merasa kehilangan. Melihat tubuh Tania gemetar yang terlihat sangat rapuh dan akan hancur jika dia memukulnya sekali membuat Laras tertawa keras. "Hahaha, masih berani kamu bersikap polos dan sok tersakiti? Aku tidak tahu apakah kamu terlalu banyak nonton drama sehingga pandai belajar akting menjadi karakter yang lemah dan tak berdaya? Tapi, kamu sama sekali tidak cocok dengan karakter seperti itu! Gadis rubah dengan niat jahat sepertimu memasang ekspresi kelinci yang akan disembelih membuatku muak dan ingin muntah." Bibir Tania gemetar dengan setiap kata-k********r Laras. Dia tampak ingin membuka mulutnya dan berbicara, namun tidak tahu harus berkata apa. Laras sama sekali tidak puas dengan Tania yang diam tak membalas kata-katanya. Tatapannya meredup gelap seolah awan dan petir masuk ke dalam matanya. "Karena kamu, perusahaan keluarga Kevin menjadi kacau. Karena kamu, Kevin harus menanggung semuanya. Karena kamu, hubungan Kevin dan keluarganya menjadi renggang. Apakah kamu bisa memperbaiki semuanya?!" Tubuh Tania gemetar parah, matanya merah mengeluarkan air mata. "Maaf, maaf, maaf, ..." Suaranya yang tampak seperti bisikan terus mengutarakan kata 'maaf' berulang, dia mulai terisak pelan dengan ekspresi penyesalan yang jelas. Laras kesal, sangat membenci ekspresi Tania yang selalu memasang profil tersakiti padahal dia lah yang menyakiti Kevin. Sangat memuakkan. Tangan kanan Laras terangkat, ingin sekali menghancurkan wajah gadis di depannya dengan sekali tamparan namun segera ditahan oleh Rena yang sedari tadi asik menonton. "Jangan ceroboh, ayo pulang." Rena memberi tatapan peringatan untuk Laras. Laras mengerutkan keningnya, membebaskan tangannya dari Rena dan akhirnya tidak membuat adegan tamparan yang mengecewakan penonton yang telah gugup dan tegang. Dia hanya mendorong gadis itu hingga punggungnya terbentur dengan dinding di belakangnya. "Jangan pernah lagi muncul di depan Kevin," kata Laras dengan sinis sebelum berbalik dan jalan dengan angkuh keluar dari garis parabola yang dibentuk para murid untuk menonton pertunjukan. Setelah mereka keluar dari gedung sekolah, Laras menatap Rena dengan tidak puas. "Kenapa menghentikanku?" tanyanya kesal, "Apakah kamu ingin menggantikannya untuk mendapatkan tamparan?" Rena terkekeh geli, tentu saja dia tidak percaya Laras akan menamparnya. "Bukankah Kevin sudah tidak marah lagi padamu? Jangan melampiaskan amarahmu yang akan membuat kamu akhirnya menyesal, bagaimana jika Kevin mendengar tentang kamu yang menampar Tania untuknya dan akan mendatangimu untuk memberi peringatan lagi?" Laras termenung lama, akhirnya dia menghela napas dan berdecak tidak suka. "Seharusnya aku membawanya ke tempat sepi lalu menamparnya," katanya dengan menyesal. Rena mengangguk untuk menunjukkan dukungannya, "Ya, kamu tidak bisa melakukan perbuatan antagonis di depan banyak orang." "Kamu yang antagonis!" seru Laras dengan mata melotot marah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD