Permen

1094 Words
Laras melihat kehadiran Kevin di depan matanya, senyumannya cerah bersinar seterang cahaya matahari pagi. Tampak indah dan memukau. Kevin menghentikan langkahnya, melihat ke arah gadis yang hampir dia lupakan sosoknya itu. Melihat Laras, Kevin sebenarnya agak dilema. Bagaimana pun, Laras sudah memperingatinya dari awal bahwa Tania telah menjebaknya dan memiliki niat buruk padanya. Saat itu Kevin tidak mempercayai, bahkan marah pada Laras. Namun sekarang telah terbukti, bahwa dia lah yang salah dan Laras benar tentang hal itu. "Aku sudah mencarimu dari tadi," kata Laras, berlari ke sisi Kevin. "Oh iya, aku juga mendengar tentang Tania. Bukankah gadis itu sangat berbahaya, kamu tidak boleh melepaskannya!" ucapnya dengan semangat, merasa senang karena bisa menjatuhkan Tania di hadapan Kevin. Kevin diam beberapa saat, tetap berjalan seperti sebelumnya. Ketika dia mendengar nama Tania, perhatian Kevin segera tertuju pada Laras. Dia menoleh melihat gadis yang memasang ekspresi centil untuk menggodanya. "Waktu itu, darimana kamu tahu Tania memiliki niat buruk untukku?" tanyanya dengan hati-hati. "Aku mendengarnya menelepon dengan seseorang ketika ingin mengantarkan nasi goreng kepadamu," kata Laras dengan mata menyipit berbahaya, seolah kembali ke hari itu dan memiliki ingin untuk mencekik Tania. Dia mengerucutkan bibirnya, mengingat nasib malang nasi gorengnya yang tak diketahui lagi. "Nasi goreng itu ... sudah hilang. Tenang saja, aku akan memasak dan mengirimkan kotak bekal lagi kepadamu! Kali ini aku pastikan kamu menerimanya," katanya yang tiba-tiba kembali termotivasi. Kevin tidak tahu menahu tentang bekal nasi goreng yang dikatakan Laras, dan juga fokusnya tidak berada di sana. "Apa yang dikatakan Tania di telepon?" tanyanya, masih ingin mencoba mengeksplor hal-hal yang dilakukan Tania. Laras seketika memasang ekspresi kesal lagi, dia mengatakan semua yang dia ingat kepada Kevin. "Gadis cupu itu mengatakan ingin mendekatimu, terus dia bilang tidak menyukaimu, dan akhirnya dia berjanji akan mengambil sesuatu ketika tanpa kamu sadari. Dia berulang kali mengatakan itu, tampaknya takut orang yang sedang menelepon dengannya itu tidak mempercayainya," katanya dengan perlahan, ingatannya sangat buruk sehingga dia tidak bisa begitu detail menjelaskan kepada Kevin. Kevin terdiam cukup lama, Laras menatap ke arah pemuda itu yang tampaknya masih memasang ekspresi yang sama, namun dia tahu bahwa Kevin tidak dalam suasana hati yang baik saat ini. Laras melihat ke arah kedua tangannya yang kosong, lalu dia memeriksa saku seragamnya dan menemukan permen yang dia curi secara terang-terangan dari Rena. Gadis itu meraih tangan Kevin, meletakkan permen di atas telapak tangannya dan tersenyum manis. "Kevin, aku tahu kamu dan Tania sudah pacaran dan sekarang putus. Bukankah itu berarti kamu pernah atau mungkin masih menyukainya?" tanyanya dengan sedikit tertekan, tetapi dia masih melanjutkan dengan senyuman di wajahnya. "Dia tidak baik, jangan menyukainya, oke? Masih ada aku, gadis yang terbaik untukmu. Membuatmu bahagia akan membuatku bahagia, jadi aku tidak akan mengkhianatimu. Sampai jumpa!" Laras melambaikan tangannya, berlari menuju ke arah kelasnya. Setiap beberapa langkah, dia akan menoleh dan melambai dengan senyuman ke arah Kevin, ada sedikit keengganan karena harus meninggalkan Kevin dan kembali ke kelas. Kevin menatap ke arah permen yang ada di telapak tangannya. Dia sedikit ragu antara membuangnya ke tempat sampah atau memberikannya kepada temannya seperti nasib barang-barang pemberian Laras sebelumnya. Tetapi dia mengingat kata-kata gadis itu, Kevin tidak ingin mengakuinya tetapi Laras sepertinya sedang menghiburnya. Dia menghela napas, akhirnya menyimpan permen itu ke saku celananya. Dia kembali jalan menuju kelasnya. Rasa sukanya pada Tania itu nyata, hanya saja apa yang dilakukan Tania itu membuat hati Kevin tiba-tiba membeku. Yang Tania ambil di rumahnya hanyalah salinan berkas proyek ayahnya. Sebenarnya salinan itu tidak begitu penting, tetapi isi dari salinan itulah yang sangat penting. Rahasia perusahaan terbuka begitu saja kepada perusahaan saingan membuat kegemparan yang mengakibatkan saham melonjak turun dengan drastis. Saat itu, ayah serta keluarganya langsung melakukan pemeriksaan secara besar-besaran untuk menemukan pengkhianat di antara karyawan. Hanya saja mereka tidak menyangka yang melakukan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan perusahaan. Awalnya Kevin tidak mempercayai, bagaimana bisa gadis lugu dan polos seperti Tania akan melakukan hal seperti itu. Namun ayahnya dengan tegas memutar rekaman CCTV yang dipasang di ruang kerjanya. Saat itulah pandangan Kevin untuk Tania segera berubah. Dia langsung mendatangi Tania, meminta kejelasan dari gadis itu. Hanya saja, Tania tidak mengelak sama sekali atau memberinya kenyamanan bahwa bukan dia yang melakukannya. Saat itu, Tania meminta maaf sembari menangis, tiada alasan atau pun sebab akibat, hanya maaf berulang yang memuakkan. Rasa suka Kevin membuatnya menanggung perbuatan Tania dan meminta ayahnya tidak mengambil jalan hukum. Untuk itu dia sangat berusaha keras menyelamatkan Tania dari amukan ayahnya. Hanya saja rasa suka Kevin pada Tania tidak bisa membuatnya menoleransi hal ini terjadi pada keluarganya. Dia secara tegas mengakhiri hubungan dengan gadis itu, tidak lagi memedulikannya, dan enggan lagi bertemu dengannya hanya untuk mendengar kata maaf berulang. Laras duduk di bangkunya dengan senyuman puas, namun senyum itu tidak bertahan lama sebelum dia mulai mengerutkan keningnya seolah sedang berpikir keras. "Ada apa? Ditolak Kevin lagi?" tanya Rena dengan penuh perhatian. Dia bahkan telah menyiapkan kripik kentang, menjaga-jaga mungkin saja dia harus mendengar dongeng menarik dari Laras. Laras menggelengkan kepalanya, merasa sedikit frustrasi karena tidak bisa menemukan jawaban dari yang dia pikirkan. "Bukan, aku hanya ingin menghibur Kevin. Tetapi ... aku tidak tahu caranya." Dia menghela napas berat, merasa bahwa otaknya yang berkarat benar-benar tidak berguna lagi. "Oh, untuk apa kamu menghiburnya?" tanya Rena sembari mengunyah keripik dengan senang hati. Sebagai teman yang baik, dia juga berpikir tentang kesusahan temannya dan memberikan jawaban untuknya. "Membantu Kevin dan Tania balikan? Dengan begitu mungkin saja Kevin akan terhibur dan bahagia. Hei, ideku sangat cemerlang!" "Cemerlang palamu!" Laras melotot tajam ke arah Rena, tangannya terulur berniat untuk mencekik temannya itu dan melakukan pembunuhan berdarah di sekolah. "Apakah kamu percaya, jika kamu mengatakan hal bodoh lagi maka nyawamu akan melayang di detik berikutnya?" Tentu saja Rena tidak mempercayainya, namun dia tidak akan dengan sengaja terus memprovokasi Laras. Jadi dia hanya cengir dan lanjut makan keripiknya untuk membiarkan temannya itu merenung untuk masalah cintanya. Lama Laras merenung, ide seolah enggan hinggap di otaknya yang telah berdebu dan penuh sarang laba-laba. Akhirnya dia menghela napas panjang dan menyebutkan ide terakhir yang selalu dia gunakan ketika dia tidak berdaya. "Aku akan bertanya pada Randi!" serunya dengan senyum kecil, kakak sepupunya itu selalu membantunya dan akan menyelesaikan masalah apa pun untuknya. Rena mendengar ucapan Laras, mau tidak mau dia mencibir, "Terkadang aku merasa kasihan kepada Kak Randi, otaknya yang cemerlang dan cerdas digunakan untuk hal tidak berguna seperti membantunya mengurus masalah cinta." "Tidak perlu kasihan, Randi adalah kakakku. Sudah kewajibannya untuk membantu adik, jika kamu cemburu maka kamu bisa mencari seseorang untuk dipanggil kakak juga." Laras dengan mudah menjawab ucapan Rena, ada nada bangga yang tak bisa diabaikan dalam suaranya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD