Pucat

1220 Words
Sebenarnya sudah lama Tania memiliki perasaan untuk Kevin. Dihadapkan dengan pernyataan seperti itu, Tania lupa cara untuk menolak. Jadi dia dengan malu-malu menganggukkan kepalanya dan menerima cinta pemuda di hadapannya itu. Setangkai bunga mawar itu dia genggam dengan erat, tatapannya dengan hati-hati tertuju pada Kevin. "Iya, aku mau," katanya dengan pelan, tampak seperti bisikan yang akan hilang dibawa oleh angin malam. Meski suara Tania sangat pelan hingga bahkan tak terdengar di telinganya, Kevin tahu jawabannya dari anggukan kepala serta senyuman malu gadis itu. Kevin segera menarik gadis itu ke dalam pelukannya, merasa sangat senang dan bahagia. Sudah lama dia berharap bisa memiliki hubungan dengan gadis ini, gadis yang telah berhasil menarik perhatian dengan segala macam kepolosan dan ketulusan dalam matanya. Namun dia tidak tahu, ketika Tania ditarik ke dalam pelukannya, gadis itu tampak baru saja tersadar dari lamunan. Tatapan bahagia yang baru saja dia pancarkan menjadi redup seolah terinfeksi oleh langit malam. Dia bahkan tidak tahu apakah menerima perasaan dari orang yang dia suka ini hal yang baik atau sebaliknya. Setelah ini, Kevin benar-benar menghabiskan waktu liburannya yang tersisa bersama Tania. Setiap hari, dia akan mengajak Tania untuk pergi ke berbagai tempat hiburan bersama-sama. Kadang dia akan membawa teman-temannya, terkadang juga mereka hanya berdua. Mungkin bisa dikatakan sebagai kencan. Saat ini mereka berdua berada di rumah Kevin, bukan karena alasan yang aneh-aneh. Hanya saja teman Kevin sedang berulang tahun dan Kevin mengajak Tania untuk pergi bersama. Tania merasa tidak nyaman karena harus terus merepotkan Kevin untuk menjemputnya kemana-mana, jadi dia mengambil inisiatif untuk datang ke rumah Kevin agar mereka bisa langsung pergi ke rumah Fajar— teman Kevin yang sedang berulang tahun. "Kamu sangat rajin, padahal acaranya nanti pukul 8," kata Kevin sembari terkekeh lembut dengan kedisiplinan waktu pacarnya itu. Dia bahkan belum siap-siap sama sekali, tetapi Tania malah sudah datang ke rumahnya. Tania mengeluarkan senyum kecil. "Tidak masalah," katanya, "aku akan menunggumu di sini." "Baiklah, kamu duduk di sini." Kevin menarik tangan Tania ke sofa ruang tamu, membiarkan gadis itu duduk dengan nyaman. "Aku akan cepat-cepat agar kamu tidak menunggu lama." Mendengar itu, Tania buru-buru menggelengkan kepalanya. "Tidak, kamu pelan-pelan saja, aku, aku akan menunggumu. Lagi pula aku yang kecepatan, jadi jika kamu cepat-cepat, mungkin saja kita ke sana sampai dan belum ada siapa-siapa." "Pengertiannya pacarku," kata Kevin menggoda Tania hingga membuat gadis itu tersipu. Tania menundukkan kepalanya malu, dia seolah memikirkan sesuatu dan menatap Kevin dengan pandangan penasaran. "Keluarga kamu tidak ada di rumah?" tanyanya. "Tidak, ada apa? Apakah kamu ingin bertemu calon mertua?" tanya Kevin dengan senyum tipis di wajahnya. Tania melambaikan tangan panik, "Tidak, tidak, aku, aku, aku hanya, hanya ... penasaran." Kevin selalu suka melihat sikap Tania yang pemalu atau pun gugup, namun terkadang dia juga merasa kasihan kepada gadis itu. Jadi dia tidak menggodanya lagi, Kevin mengulurkan tangan mengusap kepala Tania dan pergi untuk bersiap-siap. "Tunggu sebentar hm," katanya sebelum berbalik pergi. Melihat punggung Kevin yang kian menjauh, senyuman Tania seolah runtuh tanpa meninggalkan bekas. Dia menunggu beberapa saat sampai pemuda itu tidak nampak lagi, sebelum bangun berdiri dengan waspada dari sofa. Rumah Kevin sangat luas dan besar, jika saja Tania tidak mendapatkan denah rumah dari Feri, maka dia mungkin saja tidak akan tahu di mana dia akan mengambil barang yang dibutuhkan. "Maaf, Vin," ucap Tania lirih, berjalan dengan hati-hati menuju ke ruang tengah. Meski keluarga Kevin tidak ada di rumah, tetapi di sini memiliki beberapa pelayan yang mengurus rumah. Jadi Tania tidak bisa sembrono. Dari ruang tengah, dia memperhatikan sekeliling dan tidak menemukan bayangan siapa pun. Merasa lega, Tania dengan hati-hati melangkah maju lebih dalam lagi. Selama proses, jantungnya berdegup kencang seolah akan meledak kapan saja. Terlebih lagi berpikir, bahwa mungkin saja dia akan ketahuan oleh Kevin. Tidak ingin menunda waktu, Tania mempercepat langkahnya. Dia dengan ragu menatap tangga menuju lantai dua. Menutup matanya dilema, namun setelah dia kembali membuka mata, ada tekad yang terkandung di dalamnya. Tania segera menaiki tangga tersebut, berusaha keras agar langkah kakinya tidak menimbulkan suara. Dia kemudian menuju ke ruangan yang telah dia hapal jalan selama berkali-kali. Baru saja dia akan berbelok ke kiri, Tania langsung bersembunyi dibalik pilar dengan cepat. Merasa bahwa jantungnya berhenti selama beberapa detik tersebut. Kemudian Tania dapat mendengar suara langkah kaki yang jelas mendekat ke arahnya. Kedua tangan gadis itu terkepal erat, dia bahkan menahan napasnya, takut seseorang bisa mendengarnya. Namun suara detak jantungnya terdengar jelas di telinga Tania. Dia bisa saja menahan suara napasnya, tetapi mustahil untuk menahan detak jantungnya agar berhenti sebentar. Untungnya suara langkah kaki itu melewatinya begitu saja, yang membuat Tania menghembuskan napas lega. Tania memajukan kepalanya, mengintip dengan hati-hati. Melihat tiada lagi orang di koridor, Tania segera keluar dan dengan cepat menuju ke ruang kerja ayah Kevin. Membuka pintu ruang kerja dengan hati-hati, Tania melihat tiada seorang pun di dalam dan merasa lega. Dia masuk ke dalam ruangan itu, menutup pintu dan barulah merasa setengah bebannya menghilang. Tania tidak tahu kenapa dia harus melakukan hal buruk seperti ini. Tujuannya sama sekali tidak jelas. Dia hanya diberi perintah untuk mengambil berkas dari ruang kerja ayah Kevin. Meski sangat enggan dan ingin terus menolak, tetapi di pikiran Tania setidaknya berkas itu hanya kumpulan kertas, tidak sebanding dengan nyawa orang lain. Itu yang dia pikirkan, namun tangannya masih gemetar ketika mencari berkas yang dia butuhkan. Feri berulang kali menyebutkan jenis berkas tersebut serta judulnya untuk mempermudah Tania mendapatkannya. Takut dia terlalu lama mencari hingga menimbulkan keraguan Kevin, Tania merasa panik dan mencari di segala tempat yang dia pikir ada. Hingga akhirnya dia menemukan berkas yang dibutuhkan. Laras melihat berkas itu untuk beberapa saat, tangannya terguncang hebat, tampak lemah dan tidak mampu mengangkat berkas yang hanya memiliki bobot 100 gram itu. Dia membuka tas yang dia bawa, lalu memasukkan berkas tersebut ke dalamnya. Dia pikir dia akan lega setelah menemukan dan menyelesaikan tugasnya. Namun beban terasa lebih berat seratus kali lipat, seolah akan menimpa dan menggilingnya dengan keji. Tania tidak menunda waktu dan segera keluar kembali menuju ke ruang tamu dengan hati-hati. Untunglah Kevin belum selesai, namun segelas jus yang tadinya tidak ada telah diletakkan di atas meja. Sejenak Laras merasa panik, dia menoleh dan melihat seorang wanita berpakaian pelayan datang dari dapur membawa kue ke arahnya. Melihat keberadaan Tania, pelayan tersebut tersenyum dengan sopan. "Tadi saya tidak melihat Nona di sini," katanya. Tania secara spontan membalas senyuman itu, namun dia tidak tahu bahwa senyuman yang dia keluarga terlihat aneh dan terdistorsi. "Aku dari kamar mandi," katanya pelan, mencari alasan dengan cepat. Pelayan itu mengangguk mengerti dan berbalik pergi. Barulah saat itu Tania menghela napas lega. Dia melihat jus dan kue di atas meja, merasa sangat frustrasi dalam dirinya. "Orang tercela," bisiknya pelan kepada dirinya sendiri untuk dirinya sendiri. Tak lama kemudian, sosok Kevin yang tinggi dan tampan muncul. Pemuda itu mengenakan kemeja putih bersih yang membuat auranya tampak bersinar. "Apakah aku membuatmu menunggu lama?" tanya Kevin penuh perhatian. Tania menggelengkan kepalanya pelan, berusaha menampilkan senyum kecil kepada Kevin. "Tidak," jawabnya. Tiba-tiba Kevin mengernyitkan alisnya, menatap Tania dengan penuh perhatian. "Kenapa wajahmu pucat?" tanyanya cemas. Kedua tangan Tania saling mengait, dia sendiri dapat merasakan suhu tubuhnya sangat dingin saat ini. Namun dia tidak menyangka bahwa wajahnya pucat tak memiliki warna darah sama sekali. Melihat Kevin yang menampilkan ekspresi khawatir untuknya, Tania semakin merasa tidak nyaman. Dia menggelengkan kepalanya pelan, berusaha mengungkapkan bahwa dia baik-baik saja. "Tidak apa-apa," katanya sembari berusaha tersenyum alami.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD