UKS

1682 Words
Setelah pembawa materi mengakhiri kegiatan, beberapa murid yang bosan segera disegarkan kembali dan langsung kembali ke kelas. Laras baru saja berdiri, tetapi kakinya terasa melunak hingga dia hampir jatuh ke samping jika saja Rena tidak segera menopang tubuhnya. "Hati-hati," kata Rena panik, dia menekan Laras kembali ke kursi untuk membuat gadis itu duduk dengan tenang. Kevin yang juga telah bangkit dan akan pergi segera tertahan oleh gerakan dua gadis di sampingnya. "Ada apa? Apakah kamu pusing?" tanyanya pada Laras, dia terkejut melihat wajah gadis itu semakin pucat dengan beberapa butir keringat di dahinya. "Tidak, aku baik-baik saja." Laras mengerutkan keningnya, menolak untuk mengakui kelemahannya saat ini. Dia tidak boleh terlihat sangat buruk di depan Kevin, jadi dia harus kuat dan tetap tenang. Bagaimana jika Kevin merasa bahwa dia buruk dan menjauhinya? Sudah sangat bagus Kevin sekarang tidak lagi mengabaikannya, jadi dia harus memperhatikan sebaik mungkin. Dia menundukkan kepalanya sedikit, enggan untuk memperlihatkan wajahnya yang diyakini sangat buruk kepada Kevin. Namun yang dia tidak sangka, sebuah tangan terulur mendekat ke arahnya. Laras secara naluri mundur menjauh namun dia tertegun ketika melihat bahwa pemilik tangan itu adalah Kevin. Suhu hangat mengenai kulitnya, tepatnya di dahinya. Laras terpaku di tempat, tidak berani bergerak sedikit pun dan membiarkan Kevin terus mengukur suhu badannya. "Kamu sangat panas," kata Kevin dengan kening berkerut. "Aku akan memanggil Randi agar dia membawamu pulang segera." "Tidak," kata Laras menolak cepat. Di rumah hanya ada dia, jika Randi pergi ke sekolah, maka dia akan benar-benar sendiri tanpa seseorang. Apalagi bi Ina hanya datang untuk memasak dan membersihkan, lalu pulang begitu saja. Jadi tanpa berpikir Laras lebih memilih di sekolah. Meski tubuhnya terasa tidak nyaman, di sini dia bisa mendengar dan melihat berbagai aktivitas, membuatnya merasa bahwa dia tidak sendiri. "Kamu tidak enak badan, jangan memaksakan diri." Kevin menghela napas berat, tidak tahu kenapa gadis ini sangat suka menantang diri sendiri dan melakukan hal-hal aneh. Jika itu orang lain, mereka mungkin akan dengan senang hati mengambil waktu libur sebanyak mungkin dengan alasan sakit. Tetapi Laras bahkan enggan untuk libur di saat tubuhnya tidak tahan lagi. Laras meraih tangan Kevin yang menjauh, dia merasakan kehangatan yang tersalur dari suhu tubuh pemuda itu dan merasa nyaman. "Di rumah tidak ada kamu," katanya mengedipkan mata polos, bertindak centil di kondisinya yang lemah. Rena, "..." Dia tahu bahwa temannya itu sangat tidak tahu malu ketika menggombal, tetapi dia sangat terkesan dengan tidak tahu malu Laras yang tidak mengenal kondisi dan situasi. Bahkan di saat sakit pun, dia tidak melepaskan kesempatan untuk terus menjerat Kevin! Bukan hanya Rena, bahkan Kevin pun terdiam oleh ucapan Laras. Gadis itu memasang ekspresi centil, namun tampak terlihat memelas karena wajahnya yang lemah dan pucat. Berhubung karena Laras benar-benat sakit, Kevin menaruh rasa kasihan dan tidak bisa bersikap abai kepadanya. "Atau kamu ke UKS saja dulu," katanya memberi saran. Setidaknya di UKS, Laras bisa beristirahat dengan tenang. "Kamu mau kemana? Ke kantin kan, ayo aku juga mau ke kantin." Laras menggelengkan kepala menolak proposal Kevin lagi, dia datang ke sekolah ingin melihat Kevin, jadi itu benar-benar menentang tujuannya jika dia datang hanya untuk menuju ke UKS. Kevin benar-benar akan pergi ke kantin setelah ini, hanya saja tidak mungkin membawa Laras ke sana. "Kamu sakit, jangan makan sembarangan." Kevin berkata dengan wajah tidak nyaman, makanan di kantin tidak sehat untuk orang sakit. "Tidak apa-apa, aku bisa hanya menemanimu makan. Lagi pula aku sudah makan bubur sebelum datang ke sini." Laras bersikeras untuk ikut. Dia ingin mengikuti kemana pun Kevin berada, bahkan bertekad tidak ingin menjauh satu meter pun darinya. "Kamu ..." Kevin tampaknya selalu tak bisa berkata-kata dihadapkan dengan antusias Laras. Dia tidak menyangka bahwa gadis itu menjadi lebih lengket dengannya ketika sakit. Dan Kevin juga tidak mampu menolaknya begitu saja atau menjauh darinya. Laras melihat Kevin telah dilema dan segera menyerbu untuk mengubah pemikiran pemuda itu, "Tidak apa-apa, aku sangat sehat. Aku merasa selalu sehat ketika berada di sisimu." Kevin diam, tidak tahu harus berbuat apa. Kemudian dia melirik ke arah teman Laras yang tampaknya hanya diam terus mengamati mereka. Rena terkejut oleh tatapan yang diarahkan Kevin kepadanya. Dia menjadi bingung, namun kemudian tahu bahwa pemuda itu sedang meminta bantuan darinya. Tetapi Rena sangat tahu sifat dan karakter Laras, jadi dia hanya mengangkat bahunya tak berdaya kepada Kevin untuk menyatakan bahwa dia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk mengurus gadis itu. Namun dia masih mencoba mencari cara, setidaknya dia telah berjanji akan menjaga Laras kepada Randi. Jika dia membuat adik kesayangan ketua OSIS berada di kondisi buruk, maka Rena tidak berani menghadapi konsekuensi atas hal tersebut. "Atau tidak, kamu ke UKS dan Kak Kevin akan menjagamu sembari makan di sana." Rena memberi ide yang muncul sepintas di kepalanya. Mata Laras berbinar, dia merasa bahwa berteman dengan Rena terkadang bermanfaat juga. Lalu dia menatap Kevin penuh harapan, orang lain bahkan bisa melihat bintang-bintang dalam matanya. "Itu ... makan di UKS dilarang," kata Kevin dengan canggung. Rena hampir saja memutar matanya ketika mendengar itu. Hei, Randi adalah ketua OSIS, dan dia pasti akan memanjakan Laras. Cukup panggil saja Randi dan katakan padanya, Rena yakin kakak protektif itu akan memanjakan adiknya. Lagi pula siapa yang peduli dengan larangan makan di UKS. Rena telah melihat banyak anak PMR makan di UKS dan siswa yang suka bolos juga sering membawa cemilan makan di UKS. "Tidak masalah, Randi tidak akan mengurangi poinmu. Percaya padaku," kata Laras dengan percaya diri. Meski kakaknya sangat ketat dan disiplin, sebetulnya Randi juga murah hati. Tidak susah untuk membujuk kakak sepupunya itu! Sangat kebetulan ketika mereka sedang membahas Randi, Randi segera muncul berjalan ke arah mereka. "Randi, Randi, aku ingin ke UKS." Laras segera memanggil kakak sepupunya itu. Langkah kaki Randi berhenti sejenak, lalu dia mengangguk. Dia awalnya berpikir bagaimana membujuk Laras untuk pulang ke rumah, tetapi jika gadis itu ingin ke UKS, maka itu tidak masalah. "Ya, kamu istirahat di sana," kata Randi langsung menyetujui. "Dan Kevin akan menjagaku di sana," lanjut Laras, dia berdehem ketika mendapati suaranya serak. Randi mengerutkan keningnya, menatap ke arah Kevin yang masih berdiri di sisi Laras dan kemudian memperingati adik sepupunya itu. "Jangan menyusahkan orang lain.' "Apanya yang menyusahkan? Kevin setuju untuk menjagaku." Laras melotot marah kepada kakak sepupunya itu. Dia mengerutkan keningnya tidak suka, mendengus dengan keras. Tatapan Randi menyipit, menatap Laras dengan curiga. Lalu dia melihat ke arah Kevin yang memasang ekspresi tak berdaya, "Itu benar?" tanyanya pada Kevin. "Jika tidak, maka tolak saja," lanjutnya. Mata Laras melebar, menatap Randi dengan tatapan tak percaya. Dia mulai curiga apakah kakak sepupunya yang baik itu sedang berencana untuk mengkhianatinya? Jika tidak, maka seharusnya Randi tidak menghasut Kevin untuk menolaknya! Mengerutkan bibirnya menjadi datar, Laras langsung mengulurkan tangannya meraih pergelangan tangan Kevin yang tadi dilepasnya. Dia mengerutkan keningnya, melotot dengan sikap keras kepala tertulis di wajahnya. Kevin sekarang tahu kenapa Randi begitu tidak berdaya mengurusi adiknya itu. Dia pun juga merasa tidak nyaman menolak Laras, lagi pula gadis itu sedang sakit, jadi sepertinya tidak masalah untuk menjaganya sebentar. Lagi pula, Kevin masih berutang rasa bersalah karena masalah sebelumnya pada Laras. "Tidak masalah, aku akan menjaganya sebentar." Kevin berkata, membangkitkan antusias Laras. "Nah, bagus!" kata Laras, bangkit berdiri sesegera. Rena yang hanya berdiam diri sedari tadi untuk menonton drama di depannya langsung bergerak maju memegang Laras, takut gadis itu tiba-tiba akan tumbang tanpa peringatan lagi. "Ayo ke UKS," ajak Laras, dia semakin merasa tidak nyaman berada dalam ruangan ini. Rasanya seperti hawa dingin menusuk dirinya menembus ke organ dalam. Itu menyakitkan, dia tidak tahan lagi! Dia kemudian berjalan dengan bantuan Rena dan terus mengawasi bahwa Kevin mengikutinya. Randi berdiri diam di tempatnya, menatap kepergian tiga orang itu dengan tenang. Setelah memastikan bahwa Laras tampaknya baik-baik saja, dia kemudian kembali mengurus kekacauan hal yang ada dalam ruangan yang harus diatur kembali seperti semula. "Kevin, kamu tidak perlu mengkhawatirkan ku, makan saja jika kamu ingin makan, main game saja jika kamu ingin main, selama kamu ada di sini, aku akan baik-baik saja." Laras berkata dengan tulus, benar-benar takut bahwa permintaannya ini membuat Kevin merasa terbebani. "Kamu mau makan apa, biar Rena yang pergi ke kantin membelikan untukmu." Rena menatap kosong ke arah Laras, namun dia tidak membantah sama sekali. Baiklah, karena Laras sakit, maka biarkan gadis itu melakukan apa yang diinginkannya, nanti setelah sembuh, Rena pasti akan meminta pertanggungjawaban atas semua kesulitannya hari ini! "Tidak perlu, aku sudah memesan kepada Wawan," kata Kevin, berdiri mengambil air hangat lalu memberikannya kepada Laras. "Minum," katanya. Laras tersenyum, mengambil gelas dan meminumnya. Setelah itu, dia kembali berbaring di tempat tidur putih UKS. Dari UKS, Laras bisa mendengar suara samar murid-murid yang melewati koridor. Dengan obrolan dan tawa, itu tampak hidup. Laras menatap ke arah pemuda itu sampingnya, termenung beberapa saat sebelum tanpa sadar ingin menutup matanya. Mungkin efek obatnya yang diminumnya pagi ini atau karena tubuhnya benar-benar butuh istirahat, Laras merasa matanya berat dengan kantuk yang kian menggodanya. Dia menahan diri untuk tetap menjaga kesadarannya tetap ada, membuat matanya setengah tertutup namun bersikeras menolak kantuk. "Tidurlah." Suara seorang pemuda yang samar terdengar di telinganya, terdengar seperti nyanyian mantra yang tak tertolak. Laras ingin membuka matanya mencari pemilik suara, namun akhirnya menyerah dan menutup matanya sepenuhnya. Tidak tahu kapan tepatnya, dia mulai masuk ke alam bawah sadar dimana dunia begitu kacau dan penuh bug. "Laras sudah tidur, Kak Kevin bisa pergi, aku akan tetap di sini menjaganya." Rena berbisik kepada Kevin dengan kaku, meski sering melihat pemuda itu, dia sedikit tidak terbiasa dan tidak akrab. Lagi pula, dia jarang membuat percakapan dengannya. Kevin menatap ke wajah tidur Laras, tampak damai dan tanpa kewaspadaan sama sekali. Dia kemudian mengangguk, "Baik, jika butuh bantuanku, segera katakan saja." Rena membalas dengan anggukan kepala, kemudian melihat pemuda itu bangkit berjalan keluar dari ruang UKS. Dia menghela napas lega, lalu berpikir dengan tenang, jika dia butuh bantuan Kevin bagaimana dia mengatakannya? Haruskan pergi ke seluruh penjuru sekolah untuk menemukannya? Lagi pula dia tidak memiliki nomor kontak kakak kelas itu. Tidak mau ambil pusing, Rena duduk di kursi samping tempat tidur tempat Kevin sebelumnya duduk. Merasa bosan, dia mengeluarkan ponselnya dan bermain dengan tenang, sengaja menurunkan volume suara hingga menjadi diam agar tidak mengganggu mimpi gadis yang sedang tertidur nyenyak itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD