Jangan Bahas

1198 Words
Laras membuka matanya, tangannya terangkat menutupi mulutnya yang menguap. Dia mengerutkan kening melihat ke sekitar dan teringat bahwa dia saat ini ada di UKS. Hanya melihat sosok Rena, gadis itu mengerutkan kening. "Randi mana?" tanyanya tidak suka. Rena masih bermain dengan ponselnya sembari memakan keripik kentang yang dia ambil di kelas. Mendengar pertanyaan dari Laras, Rena segera mengalihkan perhatiannya dari ponsel. Hanya saja dia bingung, kenapa gadis itu malah bertanya tentang Randi. "Kakakmu sepertinya sibuk," jawabnya. Laras memikirkannya lagi dan mengangguk, "Oh, maksudku mana Kevin?" "Kevin? Dia pergi ke kelasnya, sekarang sudah masuk mata pelajaran ketiga." Rena memberi alasan begitu saja secara alami tanpa ada jejak kebohongan di wajahnya. Laras masih sedikit bingung setelah tidur, jadi dia tidak berpikir banyak tentang jawaban Rena dan menerimanya begitu saja. Setelah mengangguk dan menguap lagi, dia mencari ponselnya dari sakunya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 10. Dia menatap ke arah gadis yang masih di UKS menjaganya. "Kamu tidak masuk belajar?" tanyanya dengan tatapan menyipit curiga. Rena terkekeh, "Tidak dong, selama ada alasan harus digunakan sebaik-baiknya." Dia menjawab dengan jujur. "Kamu menggunakan aku sebagai jembatan bolosmu?" Laras memutar matanya, benar saja tidak ada yang murni dalam hubungan manusia antara manusia. Setelah menertawakan ekspresi konyol Laras, Rena akhirnya bangkit berdiri. Dia juga rada pegal duduk lama dan hanya bermain ponsel serta makan keripik, meski itu menyenangkan. "Kamu sudah baikan? Mau minum?" Ketika bertanya, dia mengambil gelas kosong dan mengisi air hangat ke dalamnya, sama sekali tidak menunggu jawaban Laras. Melihat tingkahnya, Laras bergumam pelan, matanya tertutup tenang sepertinya sedang menstabilkan dirinya. Setelah merasakan langkah kaki Rena yang mendekat ke arahnya, dia membuka matanya lagi dan duduk. "Aku merasa malu," kata Laras tiba-tiba. Mengambil air hangat yang dituangkan Rena dan meminumnya. Rena tidak bertanya hal apa yang membuat Laras malu dan langsung mencibir. "Oh? Kamu sungguh tahu apa itu malu?" "Enyahlah!" Laras melotot marah, hampir saja membuang air hangat yang masih setengah mengisi gelas ke arah Rena. Tetapi pada akhirnya dia tidak melakukannya dan meletakkan gelas di meja. "Udah, aku mau pulang." Gadis itu mengerutkan keningnya, bangun dari tepat tidur dan berjalan menuju pintu. Rena masih was-was dengan penyakit Laras, dia memegang lengan gadis itu dan mengikutinya. "Tidak tunggu Randi dulu? Dia bawa mobil, jadi lebih nyaman pulang sama dia." Laras tetap melangkah ke depan dengan kening berkerut, tampak sedang berada dalam masalah yang besar dan tidak mendengar saran Rena sama sekali. "Apakah kamu melihat ekspresi Kevin tadi? Apakah dia terlihat kesal atau marah? Mungkin dia berpikir aku terlalu merepotkan dan menjauhiku. Kenapa aku ke sini sih?!" Rena mendengar perkataan Laras dan langsung bertanya dengan takjub, "Kamu sudah sembuh?" Entah kenapa, Laras merasa pertanyaan Rena mengandung unsur ejekan namun dia tidak memiliki bukti untuk menunjukkannya. Jadi dia hanya mengangguk, dia merasa lebih baik dari sebelumnya. "Iya, makanya aku mau pulang saja. Aku harus berpikir cara membalas kebaikan Kevin dengan cermat," katanya penuh antusias. Kemudian pikirannya melayang dan dia terkikik bahagia. "Bagaimana denganku? Aku menjagamu dari tadi. Lalu bagaimana dengan Kak Randi? Dia yang paling sakit kepala mengurusmu." Rena bertanya dengan ekspresi datar, sama sekali tidak mengerti bagaimana Laras melihat orang dalam pandangan berbeda-beda. Memperlakukan semua orang berbeda, benar-benar menyebalkan. Karena proses belajar mengajar sedang berlangsung, sehingga koridor sangat sepi dengan hanya suara samar dari aktivitas di kelas yang terdengar. Terkadang ada juga satu dua murid yang berkeliaran di koridor, entah mau buang air kecil atau bolos atau lainnya. Sesampainya di gerbang depan, Rena berbicara dengan satpam si penjaga gerbang Kramat dan Laras kemudian bersikap lemah, sakit, dengan ekspresi akan pingsan kapan saja. Mereka berdua bekerja sama hingga akhirnya gerbang dibuka. "Aku akan mengantarmu pulang," kata Rena sembari memesan taksi online. "Heleh, bilang saja mau bolos dengan alasan mulia." Laras mendengus, tidak mempercayai ketulusan Rena. Rena tidak menyangkal, hanya terkekeh tanpa rasa malu sama sekali. Mereka tidak menunggu lama sebelum sebuah mobil berhenti di depan mereka, Rena dan Laras masuk ke dalam dan segera meluncur ke rumah mewah Laras. Rena sudah sering datang ke rumah Laras dan masih saja mengaguminya. Dia melihat ke ruangan yang begitu luas dengan mengutamakan kenyamanan, merasa takjub. Terlebih lagi mengingat bahwa rumah yang luas dan besar ini hanya ditempati oleh seorang gadis yang manja. Ada beberapa waktu dimana Rena merasa iri dengan gaya hidup santai dan bebas Laras. Dia juga ingin berada di posisi gadis itu, menguasai wilayah yang luas seorang diri dan melakukan banyak hal tanpa halangan akan ditegur orang tua. Namun nyatanya, itu hanya iri sesaat. Dia merasa hidupnya sudah sangat baik, dan rumah ini terlalu sepi untuk satu orang saja. "Apakah bi Ina tidak datang?" tanya Rena, duduk di sofa empuk dengan nyaman. Inilah kenapa dia suka pergi ke rumah Laras. Karena tuan rumah hanya Laras seorang, dia tidak perlu terllau memperhatikan sopan santun seperti ketika bertamu ke rumah teman lainnya. "Tidak, aku kirim pesan tidak perlu datang. Aku ingin makan makanan luar saja sebentar," jawab Laras, juga menjatuhkan tubuhnya di sofa yang empuk. Dia bersandar dengan nyaman, melihat ke langit-langit rumah dan memikirkan hal-hal bodoh yang dilakukannya pagi ini. Semua perilakunya pada Randi entah baik atau buruk bukanlah masalah. Dia tidak memikirkannya sama sekali karena Randi adalah keluarganya, tidak masalah bertingkah buruk di depannya. Tetapi di depan Kevin, itu tidak boleh! Laras mendesah berat, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan mengeluarkan teriakan terendam. "Kamu kenapa sih?" Rena baru saja akan mencari makanan enak di ponselnya dan memesannya namun segera dikejutkan oleh Laras yang berteriak tiba-tiba. "Aku malu, aku malu, aku malu." Laras menggerakkan kakinya menendang-nendang lantai. "Kevin pasti akan membenciku, dia pasti akan menganggapku merepotkan, dia ... dia pasti akan menjauh dariku." Rena memutar matanya, kembali mencari makanan di ponselnya. "Kamu mau makan ikan bakar? Atau tidak, sate aja?" tanyanya dengan santai. "Aku harus melakukan sesuatu untuk menebus kebaikan Kevin. Tapi kira-kira apa?" Laras bertanya dengan kening berkerut, dia mengangkat kedua kakinya dan meletakkannya di atas meja kaca. "Atau bebek panggang aja, keliatannya enak." Rena menelan ludah, hanya melihat gambar makanannya saja dia sudah merasa lapar. "Apakah aku harus membuat bekal lagi untuk Kevin? Lagi pula bekal sebelumnya kan bisa dikatakan hangus, tidak terhitung sama sekali." Laras memikirkannya dengan hati-hati, merasa idenya dapat diterima. Hanya saja memasak adalah hal yang paling dia benci, itu benar-benar merepotkan dan butuh pengorbanan darah dan air mata. Tetapi jika untuk Kevin ... sepertinya tidak masalah. "Oke sudah diputuskan kita makan bebek panggang siang ini. Jika kamu masih merasa sakit, aku akan memesan bubur Manado saja untukmu." Rena bergerak cepat dan memesan segera. Merasa lega setelah melihat pesanan diterima. Laras menggelengkan kepala, "Atau aku cari cara lain saja. Bagaimana—" kata-katanya berhenti, dia menoleh ke arah Rena. Rena yang telah memesan makanan juga menoleh ke arah Laras. "Ada apa?" "Dari tadi aku ngomong kamu tidak dengarin?" tanya Laras dengan mata melotot marah. "Dengar, dengar, aku sudah pesan bebek panggang dan bubur Manado untukmu jika tidak mau makan bebek." Rena memberikan jempolnya, lalu menunjukkan gambar di layar ponselnya. "Enak bangat, kan?" Laras mendorong ponsel Rena dengan kesal. "Kamu pikirannya makan, makan, makan mulu. Aku sedang membahas Kevin, bisa tidak sih jangan bahas makanan mulu?!" "Kamu pikirannya Kevin, Kevin, Kevin mulu. Aku sedang lapar dan cari makanan, bisa tidak sih jangan bahas Kevin mulu?!" balas Rena, juga merasa kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD