Menggertak

1045 Words
"Angkat dikit napa dah," pinta Laras dengan cemberut. Rena mencibir, mengangkat cermin sedikit ke atas sesuai dengan permintaan Tuan Putri. "Jangan terlalu ke atas juga, emang kamu pikir aku mau cat jidatku dengan lipcream?" Tanya Laras kesal, merasa bahwa manusia di depannya sangat tidak berguna. Rena menggeram marah, "Ya sudah, kamu pegang saja sendiri!" Dia mengulurkan tangannya menyerahkan cermin berbentuk persegi dengan sisi 5 cm kembali kepada pemiliknya. "Apaan sih, gitu aja marah. Pegangin yang bener," Laras mengelak dari Rena dan memaksa temannya itu untuk terus menjadi penyangga cermin untuknya. Dia kemudian dengan hati-hati mengaplikasikan lipcream ke bibirnya, merasa sudah cukup cantik, dia mengambil eyeliner, lalu menambah sedikit sentuhan di ujung matanya hingga membuat tatapannya menjadi lebih tajam. Setelah menutup rapat eyeliner-nya, dia dengan cermat menatap wajah cantik di cermin, bertanya-tanya apa lagi yang kurang. "Bagaimana? Apakah aku sudah cukup cantik?" Tanya Laras dengan tatapan tak teralihkan dari cermin. Rena bergumam asal, tanpa minat sedikit pun. "Selesai?" "Umm ... tunggu, tunggu, aku tambah blush on sedikit. Wajahku keliatan agak pucat," katanya sembari menggerakkan tangannya membuka kotak berisi bubuk padat dengan berbagai warna, lalu dia mengambil kuas yang tersedia dan mengaplikasikan ke tulang pipinya. Setelah selusin menit, Laras akhirnya puas dengan wajahnya dan membebaskan Rena dari tugas memegang cermin. "Sebenarnya untuk apa sih kamu make up-an dulu?" Tanya Rena tidak bisa mengerti dengan isi pikiran Laras. Laras tersenyum sinis, memegang cermin di tangannya sembari mengamati wajahnya yang cantik. "Buat orang itu sadar bahwa dia tidak pantas untuk mendekati Kevin," katanya dengan suara lambat dan penuh penekanan. Rena paham bahwa 'orang itu' yang dimaksud Laras adalah siswi yang mengobrol dengan Kevin ketika pulang sekolah kemarin. Rena sama sekali tidak paham untuk apa Laras melakukan hal ini, lagi pula Kevin adalah murid populer dengan tingkat ketampanan yang tinggi. Pasti banyak gadis yang berusaha untuk mendekatinya. Tetapi tentu saja dia tidak akan melewatkan untuk menyaksikan sesuatu yang menarik. Melihat Laras telah bangkit dari bangkunya ingin berjalan ke luar kelas, Rena dengan cepat mengikutinya, ingin ikut berperan sebagai kakak kelas yang kejam serta menonton tindakan Laras secara langsung. Dari ruangan kelas 11 ke kelas 10 hanya terpisah satu tingkat, mereka menuruni tangga dengan langkah yang tampak menawan menampilkan aura elit tak tersembunyikan. Laras berjalan dengan kepala terangkat, tatapannya yang tajam membuat para murid takut untuk menatapnya namun tak kuasa menahan rasa penasaran untuk mengambil beberapa lirikan kepadanya yang berjalan di lantai biasa tanpa keistimewaan layaknya model berjalan di panggung untuk fashion show. "Kamu yakin kelasnya di 10 IPA 5?" Tanya Laras sedikit menoleh ke Rena yang ikut memasang ekspresi kejam menyesuaikan diri dengan tindakannya. Rena mengangguk, "Ya, aku menjaminnya seratus persen benar." Laras melihat ke pintu kelas 10 IPA 5 yang terbuka lebar, dia tanpa berpikir panjang segera berjalan masuk ke dalam kelas yang berisi para murid yang baru brlajar beberapa bulan di sekolah ini. Ketika dua gadis itu masuk ke kelas tersebut, seketika mereka menjadi pusat perhatian para murid di dalam kelas. Itu karena aura mereka yang tak bisa diabaikan, dengan ekspresi yang tak bersahabat dan penampilan modis, hanya orang buta yang tidak menoleh untuk menyambut kedatangan mereka. "Siapa yang bernama Tania Niadari?" Tanya Laras dengan lantang, tidak ada seorang pun dalam kelas ini yang tidak bisa mendengar pertanyaannya. Para murid segera terdiam, tidak ada yang berani angkat bicara untuk menjawab pertanyaan Laras. Apalagi dengan wajah garang dan nada kasarnya, dapat dipastikan bahwa kedatangan Laras bukanlah hal yang baik sehingga para murid yang baru saja menempuh pendidikan di sekolah ini tidak ingin begitu tercampur ke dalam masalah. Laras menyapu pandangannya ke selurus murid yang ada di kelas, "Aku tanya sekali lagi, siapa yang bernama Tania Niadari?" Masih ada kesunyian yang menjawabnya, namun Laras bisa melihat beberapa murid tanpa sadar melirik ke seorang gadis yang diam linglung berdiri dengan memegang buku di tangannya. Dengan mengingat foto yang dilihatnya kemarin, Laras langsung menebak bahwa gadis itu lah yang bernama Tania Niadari. Laras segera berjalan dengan langkah anggun menuju gadis yang menggigil ketakutan itu, dan menatapnya dengan permusuhan yang jelas. "Kamu yang bernama Tania Niadari?" Gadis itu mundur selangkah dengan panik, wajahnya putih pucat menatap Laras yang penuh kebencian kepadanya dengan gugup. Bibirnya yang sudah kehilangan warna terbuka, lama detik terbuang sebelum dia mengeluarkan suaranya. "I, iya, itu aku." "Terus dari tadi aku tanya kenapa tidak jawab? Kamu b***k?" Laras tanpa ampun mengeluarkan ejekan untuk memojokkan gadis itu, sikapnya penuh percaya diri dengan kepala terangkat menatap Tania dari bawah untuk membuat sikap yang mengintimidasi. Tania mengerutkan bibirnya, pandangannya teralihkan ke bawah, tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Laras. Sekali lirik pun, Tania langsung tahu bahwa gadis di depannya adalah kakak kelas, apalagi dengan sikap senioritasnya yang tak ingin dia sembunyikan. "Orang bicara itu dijawab, b***k!" Seru Laras, membuat Tania gemetar hebat. "Ma, maaf, maaf Kak," kata Tania terbata-bata. Laras tersenyum sinis, merasa bangga dengan dirinya sendiri ketika melihat reaksi gadis di depannya sangat ketakutan tanpa perlawanan sama sekali. "Bagus kalau kamu sadar diri," Laras menyapu pandangannya ke para murid sekitar yang sedang berpura-pura menjadi benda mati dan hanya menonton ketika Laras menggertak Tania. Benar saja, persahabatan murid baru belum terbentuk dalam, sehingga mereka enggan masuk ke dalam masalah hanya untuk melindungi teman sekelas mereka. "Kedatanganku ke sini hanya untuk memperingatimu untuk tidak dekat-dekat dengan Kevin, apakah kamu dengar?" Tania tampak membeku ketika mendengar ucapan Laras, dia tanpa sadar mengangkat kepalanya untuk melihat Laras namun segera kembali menurunkan pandangannya ketika menemukan ekspresi ganas yang ditampilkan kakak kelas itu. "Aku tanya, kamu paham?!" Laras menaikkan volume suaranya, berteriak dengan lantang. Tania segera mengangguk cepat, tangannya memeras buku di pelukannya dengan gemetar. "Paham, paham," jawabnya patuh. Laras mengangguk, dia mengambil dua langkah ke depan mendekati Tania, kepalanya menunduk tepat di sebelah telinga gadis penakut itu. "Aku harap kamu tidak memprovokasiku lagi. Jika aku mengetahui kamu berada dalam radius dua meter di dekat Kevin," Laras menghentikan suaranya sesaat sebelum melanjutkannya, "kehidupanmu di sekolah ini tidak akan menjadi baik." Bisikan yang terdengar lembut dan ramah itu berisi kalimat peringatan yang menakutkan, Laras kembali mundur dan melihat Tania telah mematung dengan keringat yang muncul di dahinya. "Ingat ucapanku dengan baik," kata Laras sebelum berbalik dan berjalan ke luar kelas 10 IPA 5 dengan langkah seanggun dia masuk ke kelas tersebut. Tania mengangguk kaku, tatapannya tertuju ke lantai, tidak berani untuk melihat Laras, bahkan jika itu hanya sekadar punggungnya saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD