Laras Datang

1082 Words
Di aula sekolah, lima siswa dari setiap kelas berkumpul dan duduk di tempat mereka. Karena kegiatan belum dimulai, jadi beberapa siswa yang merasa bosan menoleh ke arah temannya dan mulai mengobrol santai. Di depan beberapa anggota OSIS sibuk mengatur ini itu atas perintah guru, tampak menjadi kehidupan yang paling sibuk di ruangan ini. Rena merasa sangat jenuh dan duduk di bangku dengan tatapan tak berdaya. Dia tidak ingin mengikuti kegiatan membosankan seperti ini, lebih baik di kelas bersantai sembari memakan keripik kesukaannya. Tetapi Laras sang tuan putri yang berkuasa menyeretnya ke acara ini, dan akhirnya dia sendiri tidak hadis hanya menyisakan Rena yang sangat enggan untuk ikut. Rena berpikir dia harus mempertanyakan hal ini kepada Laras nanti setelah pulang sekolah, lagi pula sebagai teman yang baik dia harus menjenguk temannya yang sakit. "Ck, ini sudah setengah jam, kapan mulainya?" Halim— orang yang ditarik dengan sogokan ke aula merasa tidak sabaran. Dia menggerakkan kakinya gelisah, duduk dengan ceroboh, dan terus mengajukan pertanyaan yang sama berulang kali kepada Tiara. Tiara juga sangat bosan menunggu, dihadapkan oleh gangguan berulang Halim, dia menjadi kesal. "Aku tidak tahu," jawabnya cemberut. "Lah, kamu kan sekretaris kelas." Halim menunjukkan ekspresi terkejut dan terheran-heran kepada Tiara. "Apakah menurutmu karena aku sekretaris kelas maka aku akan tahu segalanya?" tanya Tiara dengan senyuman. Halim mengangguk, "Ya, bukankah kamu selalu tahu segalanya?" Tiba-tiba Tiara masuk ke dalam dilema apakah ingin memukul Halim atau tidak, bagaimana pun setengah dari pertanyaan tak berdosa itu adalah pujian untuknya, tetapi bukannya tersanjung, Tiara malah merasa tercekik. "Aku sekretaris kelas, jika kamu ingin tahu segalanya tentang sekolah maka bertanya dengan ketua OSIS kita." Tiara berkata sembari menatap ke depan, mencari sosok murid yang perkasa dan paling disegani di sekolah. "Dimana ketua OSIS kita?" tanya Tiara dengan heran. Di setiap kegiatan sekolah, OSIS tidak pernah absen terlebih lagi ketua OSIS. Jadi itu sangat mengherankan bahwa saat ini Randi tidak terlihat sama sekali. Rena menatap bosan ke arah seorang pemuda yang duduk di depan diagonal ke kiri dengan jarak dua kursi darinya. Sosok itu adalah Kevin, pemuda yang selalu dikejar temannya itu, jika Laras ada di sini dia pasti akan duduk di sampingnya. Rena saat ini berpikir untuk mengambil gambar dimana sosok Kevin duduk di sana ingin mengirimnya langsung ke Laras sehingga membuat temannya itu sangat menyesal tidak hadir, tetapi dia memikirkannya dengan matang dan akhirnya menyerah pada ide jahat itu. Bagaimana jika Laras terpancing dan akhirnya datang ke sekolah dalam keadaan sakit? Rena sangat tahu karakter buruk Laras yang bertindak dulu baru berpikir. Mendengar pertanyaan Tiara di sisinya, Rena sama sekali tidak heran. "Laras sakit, kemungkinan besar Kak Randi tidak datang sekolah dan sedang menjaga tuan putri." "Hah? Kenapa Kak Randi perlu menjaga Laras?" Tiara bertanya-tanya dengan heran. Namun Rena tidak menjawabnya lagi, tidak semua orang tahu bahwa Laras tinggal seorang diri di rumah yang besar. Karena sifat manja dan agresif Laras, banyak orang berpikir dia pasti memiliki keluarga yang sangat baik di sisinya dan selalu menuruti keinginannya. Itu tidak salah, keluarga Laras sangat baik dan memang selalu menuruti keinginan Laras, hanya saja mereka tidak di sisi gadis itu. Waktu kecil, Rena memikirkan Laras sebagai tuan putri yang menjaga istana seorang diri. Itu sangat keren, tampak bebas dan berkuasa. Hanya saja berpikir saat ini, Rena menghela napas berat dengan pikiran konyolnya saat itu. "Hei, aku akan pergi, aku tidak ingin di sini atau aku akan mati bosan." Halim tidak tahan lagi, dia bangkit berdiri ingin keluar dari aula. "Minuman gratis," kata Zulkifli menarik Halim kembali duduk di tempatnya. "Tidak, aku sudah tidak menginginkan minuman seribu itu. Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi," kata Halim gusar. Dia adalah tipe murid yang selalu bermain dan tidur di kelas setiap mata pelajaran berlangsung. Menyuruhnya duduk tenang untuk waktu yang lama benar-benar mustahil untuknya. Halim bahkan merasa menyesal telah setuju menukar hidupnya berjam-jam dengan minuman seribu yang habis dalam semenit. Dia tidak tahan lagi, kembali berdiri dan ingin keluar. "Lagian kita sudah menunggu lama tetapi kegiatan belum dimulai, benar-benar jam karet," katanya kesal, melupakan bahwa dia sering terlambat datang ke sekolah. "Tetaplah duduk dengan tenang, ketika kegiatan dimulai, kita harus mengisi daftar absensi. Jika kamu pergi maka kami cuma berempat dan guru pasti akan mempertanyakannya padaku." Tiara merasa hampir gila karena pemuda berandalan kelas ini. "Jika kamu keluar dari ruangan ini maka setelah kegiatan ini selesai kamu akan lihat aku menggantung diri di depan mejamu." Halim bergidik, namun dia yakin itu hanya ancaman semu Tiara. Dia berdecak bosan dan ingin membalas tetapi matanya menyipit ke arah pintu. "Sepertinya aku melihat Laras," katanya dengan nada ragu. "Tidak mungkin, dia sakit, jangan mencoba mencari alasan untuk pergi dari sini." Tiara tidak termakan dengan kata-kata Halim. Sebagai sekretaris kelas yang sering mengurus dan merawat siswa-siswa tak tahu diri di kelas, dia sangat tahu semua sifat mereka. Terlebih lagi Halim yang sering menggunakan trik tipu daya untuk menyelamatkan diri. "Aku benar-benar melihat Laras, lihat ke sana," kata Halim tidak menyerah. "Duduklah dengan tenang, jika Laras tahu kamu menggunakannya sebagai alasan maka kamu akan mati menyedihkan di bawah tangannya," jawab Tiara, mengingatkan Halim sebagai sekretaris kelas yang baik. "Lihatlah dulu di sana baru kamu bicara!" Halim merasa kesal tidak ditanggapi dengan serius sama sekali. Tiara juga kesal karena Halim tidak duduk diam tenang dan mengikuti acara dengan baik, "Tidak usah banyak gerak, duduk saja diam." "Tunggu, sepertinya aku juga melihat Laras." Kali ini ketua kelas— Zulkifli yang angkat bicara. Tiara melotot tajam, "Apa? Kamu juga ingin pergi dari sini? Jangan harap, kamu harus melangkahi mayatku dulu." Namun kemudian dia melihat Rena yang duduk di sampingnya berdiri dan melambai, "Laras!" panggilnya dengan lantang. "Kamu juga—" kata-katanya berhenti, dia melihat ke depan dan akhirnya sosok Laras yang datang dari pintu masuk depan. Meski gadis itu memakai masker sekali pun hingga menutupi sebagian dari wajahnya, tetapi itu tidak bisa menutupi auranya yang khas dan angkuh. Siapa siswa di sekolah ini yang bisa lebih angkuh dari Laras? Jawabannya tidak ada, jadi itu benar-benar Laras! "Bukannya kamu bilang Laras sakit?" Tiara bertanya dengan bingung ke arah Rena. Rena langsung menyangkal, "Bukan aku yang bilang, kamu sendiri dengar bahwa yang mengatakan itu Kak Randi. Dan lihat Laras, dia pakai masker, pasti benar-benar sakit." "Tetapi kenapa dia masih datang ke sini?" Tiara benar-benar tidak mengerti. Rena melirik ke sosok pemuda yang tak jauh darinya, tentu saja karena Kevin. "Nah, aku pergi dulu." Halim sangat bersemangat seolah baru saja terbebas dari neraka. Dia segera bangkit dari kursi dan lari keluar lewat pintu belakang aula, tidak membiarkan satu orang pun menghalanginya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD