Ketidakpercayaan

1413 Words
Setelah melalui pasang surut di dapur, dengan segala macam kecelakaan kecil yang terjadi, akhirnya nasi goreng yang dibuat dari air mata dan darah seorang gadis kasmaran selesai dibuat. Laras mengusap dahinya dengan lengannya, wajahnya yang letih akhirnya menunjukkan senyuman yang manis ketika melihat nasi goreng yang telah ditata indah dan unik di dalam kotak makanan. Dengan semua usaha dan kerja kerasnya, Laras yakin Kevin pasti akan menyukainya. Dia terkikik bahagia, membawa kotak makanan dengan bahagia ke kamarnya, meninggalkan dapur yang berantakan. Biarkan saja bi Ina yang membersihkan semua kekacauan yang dibuatnya nanti, Laras hanya peduli tentang nasi goreng yang dibuatnya. Ketika dia melihat waktu di jam dinding kamarnya, Laras menjadi panik dan bergegas untuk membersihkan tubuhnya serta bersiap pergi ke sekolah. Ketika dia sampai ke kelas, bel masuk kebetulan berbunyi dengan kencang. Laras mendesah lega, membuang semua beban tubuhnya di bangkunya. "Kenapa kamu lemas gitu?" tanya Rena heran, melihat wajah letih Laras membuatnya bertanya-tanya hal aneh apalagi yang dilakukan anak ini. Laras menggelengkan kepalanya pelan, merasa tidak memiliki cukup energi untuk membagi cerita heroiknya di dapur. Dia bahkan tidak memiliki keinginan untuk mengucapkan satu patah kata pun saat ini. Selama pelajaran pertama berlangsung, Laras linglung tidak memperhatikan guru menjelaskan, merasa suara guru di depan sangat samar dan tidak jelas. Sepanjang pelajaran berlangsung, Laras duduk di bangkunya seperti rohnya telah keluar dari tubuhnya. Barulah bel istirahat berbunyi, rohnya kembali ke tempatnya. Rena sangat terkejut ketika Laras yang dari tadi bersandar lemah di bangkunya langsung berdiri tiba-tiba seolah orang yang akan mati lemas sebelumnya bukan dia. "Kamu kenapa?" tanya Rena dengan kaget. Laras terkikik, mengeluarkan kotak makanan dari tasnya untuk dipamerkan kepada Rena. "Bekal cinta dari Laras untuk Kevin!" serunya semangat, matanya yang tadinya murung kini kembali ceria seperti biasanya. Rena mengangkat alisnya heran. "Kamu benar-benar memasak nasi goreng untuk Kevin? Asli buatanmu?" Laras mengangguk dengan tegas, dia bahkan menunjukkan kedua tangannya yang memiliki beberapa plester di jari-jarinya. "Luka-luka ini adalah bukti ketulusanku," katanya sembari menghela napas tak berdaya. Kemudian dia menatap penuh kasih sayang kepada kedua tangannya, "Oh, jariku yang mulus." Rena memutar matanya, "Bagaimana dengan rasanya? Jangan sampai kamu menjadi tersangka pembunuhan dengan nasi gorengmu itu." "Ini enak! Sangat enak!" seru Laras dengan yakin. Lalu dia mendengus kesal dan berjalan ke luar kelas dengan langkah yang ditekan untuk menunjukkan amarahnya. "Cih, dasar Rena payah. Tentu saja nasi goreng dengan bumbu cinta ini sangat enak," omel Laras sembari berjalan menuju ke kelas 12. Dia langsung mengubah suasana hatinya menjadi gembira, bahkan senyumannya kembali muncul di bibir mungilnya. Dalam otaknya, dia sudah memikirkan reaksi Kevin ketika menerima kotak bekal ini. Apakah Kevin akan terkejut, terharu, atau bahagia? Laras tidak sabar untuk mengetahuinya. Ketika dia sedang berjalan dengan langkah santai dan penuh kesenangan, dia tanpa sengaja mendengar suara familiar yang datang dari sudut yang tersembunyi. Laras segera menghentikan langkahnya, matanya menyipit tajam menatap ke satu tempat yang mencurigakan, radarnya menangkap sesuatu yang aneh. Dengan perlahan dia melangkah mendekati sumber suara, semakin dia mendengar, semakin dia yakin bahwa suara itu milik musuh bebuyutannya— Tania. Gadis itu rupanya sedang menelepon, hanya saja dia berbicara dengan berbisik dan gerakan tubuh yang tampak gelisah. Hal itu membuat Laras menjadi semakin curiga, apalagi Tania terus menyebut nama Kevin dalam percakapannya. Laras segera menajamkan telinganya, menggunakan kemampuan pendengarannya secara maksimal dan fokus untuk menangkap suara lemah Tania. "Aku, aku akan melakukannya. Sungguh aku tidak berbohong. Kevin ... dia sudah dekat denganku. Tidak, tidak, aku mengatakan yang sebenarnya. Tidak lama! ... Dalam waktu dekat aku pasti akan melakukannya. Itu, dia sudah percaya padaku, aku pasti akan mengambil berkas yang Anda butuhkan darinya. Tidak, tidak mungkin, aku tidak menyukainya, sama sekali tidak. Um, baik, hanya sebuah berkas kan? Aku akan mengambilnya ketika Kevin tidak sadar. Aku janji ..." Mata Laras membelalak ketika mendengar ucapan Tania, meski tidak jelas tetapi Laras bisa menangkap beberapa poin utama dari panggilan telepon tersebut. Amarah langsung menguasai d**a Laras, dia segera berjalan cepat merebut ponsel Tania dengan agresif dan melemparnya dengan kuat ke lantai. Suara benturan benda keras terdengar, ponsel Tania langsung menunjukkan beberapa retakan yang jelas. "Kamu gadis sialan! Apa yang baru saja kamu katakan, hah?!" teriak Laras dengan keras, mendorong Tania hingga membuat punggung gadis itu menempel ke dinding. Tania langsung panik, ketakutan segera hadir di wajahnya, tampak seperti hewan kecil yang terancam. "Aku, aku tidak, aku ..." "Apakan kamu pikir telingaku tidak bisa mendengar semua yang kamu katakan? Cepat jelaskan, apa rencanamu selama ini mendekati Kevin!" Laras mengguncang bahu Tania dengan kasar, matanya melotot tajam, menunjukkan keganasan yang mengintimidasi. Tania membuka mulutnya, namun tiada kata yang terucap. Dia menggigil ketakutan, matanya memerah segera mengeluarkan air mata setetes demi setetes. Dia terus menggelengkan kepalanya, tetapi tidak tahu cara menyangkal. "Oh, berani sekali kamu memiliki niat buruk pada Kevin. Aku— Laras Filandari, selama aku masih ada, maka aku tidak akan membiarkan sampah apa pun berusaha untuk melakukan hal buruk pada Kevin. Apakah kamu dengar itu?" Laras menarik lengan Tania, mendorongnya dengan kasar ke lantai. Dia ingin sekali menyeret gadis ini ke Kevin, mengatakan kebenaran ini sehingga Kevin tidak lagi tertipu dengan tampang polos yang selalu terpasang di wajah Tania. "Apa yang kamu lakukan?!" Kevin segera berlari menahan Tania yang nyaris jatuh ke lantai, dia menatap dengan dingin ke arah Laras. Randi yang datang bersama Kevin juga terdiam, mengernyitkan keningnya dan pergi ke sisi Laras. "Kenapa kamu mendorongnya?" tanyanya tenang, dia yakin Laras pasti memiliki alasan. Bagaimana pun saat ini Laras tidak ingin menyinggung Kevin, jadi Randi percaya bahwa Laras tidak akan menyibukkan dirinya dengan gadis kelas sepuluh itu yang akan membuat Kevin marah kembali kepadanya. Melihat kehadiran Kevin, Laras segera tersenyum mengejek ke arah Tania, dia bergegas maju ke depan dan berbicara dengan menggebu-gebu, "Kevin! Tania— gadis cupu ini sebenarnya memiliki niat jahat padamu. Dia sengaja mendekatimu untuk menimbulkan masalah pada akhirnya. Jauhi saja dia, dia sama sekali tidak memiliki satu pun hal baik dalam dirinya. Semua yang dia perlihatkan padamu itu palsu! Jangan percaya padanya." Kevin mengerutkan keningnya, mengalihkan pandangannya dari Laras ke Tania. Dia melihat mata Tania yang merah berlinang air mata, gadis itu menggelengkan kepalanya dengan frustrasi, berusaha membuktikan apa yang dikatakan Laras sama sekali tidak benar. Melihat gadis itu tampak telah dianiaya dengan menyedihkan oleh Laras, kemarahan segera terlihat di wajah Kevin. Dia menatap Laras dengan tegas dan dingin. "Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk tidak mengganggu Tania lagi?" Mata Laras melebar melihat tanggapan Kevin tidak seperti yang dia harapkan. Pemuda yang ditaksirnya itu tampak sangat marah dan tidak mempercayai pengingat baik darinya. Laras segera menunjuk ke arah Tania, matanya menjadi ganas dengan ancaman yang jelas. "Kamu, katakan yang sejujurnya! Beritahu Kevin rencana jahatmu!" Laras sangat cemas, dia maju mendekati Tania yang terus tutup mulut. Tangannya terulur ingin menggapai gadis itu dan mengancamnya untuk berbicara. Tania menggigit bibir bawahnya hingga menjadi putih tanpa warna darah, dia melangkah mundur ketakutan berusaha untuk menjauh dari Laras. Kevin langsung menangkap Tania ke lengannya, dia menghentakkan tangan Laras yang terulur membuat kotak bekal yang tergantung di jari Laras terhempas ke lantai. "Jangan ganggu Tania!" bentak Kevin murka, suaranya sangat lantang dan keras, bahkan urat hijau di wajah dan lehernya mulai nampak. Laras tersentak kaget, menatap kosong ke kotak makanan yang kini berada di lantai. Pandangannya bergetar menatap Kevin, warna merah mulai menghiasi matanya. "Kevin ... kamu ... kamu akan menyesal! Kamu akan menyesal!! Pegang kata-kataku, kamu akan menyesal!!!" teriak Laras keras, suaranya bahkan menjadi serak karenanya. Matanya penuh dengan sifat keras kepala yang tak pantang menyerah. Dia menggertakkan giginya, menolak air mata jatuh dari kedua matanya. Dengan tajam, dia menatap Tania dan Kevin bergantian, lalu berbalik dan berjalan dengan langkah angkuh kembali ke kelasnya. Kevin hanya melihat sekilas pada punggung Laras yang menjauh sebelum memusatkan perhatiannya kepada Tania yang meringkuk ketakutan. "Kamu tidak apa-apa?" Tania menyeka air mata di pipinya, menundukkan kepalanya sembari menggeleng pelan. Bibirnya yang tertutup rapat menggigil ketakutan, itu membuat Kevin menghela napas berat. "Biar aku antar," katanya membawa Tania bersamanya. Langkah kaki Tania lambat, dengan diam membiarkan Kevin menuntunnya jalan. Koridor yang ramai dan tegang kembali ke suasana yang sunyi dan sepi. Randi masih berdiri di tempatnya, melangkah dengan tenang lalu membungkukkan badannya mengambil kotak makanan yang tertinggal di lantai. Tidak tahu apa yang dipikirkannya, tangannya membuka tutup kotak makanan tersebut dengan pelan yang memperlihatkan nasi goreng dengan telur. Kreatifitas Laras menata nasi goreng itu tampak cantik kini hilang, bekal makanan itu sekarang menampilkan nasi goreng yang berhamburan dengan telur dadar tertanam di tengahnya. Randi menatap ke dalam kotak makanan itu untuk beberapa saat sebelum menutupnya dan berjalan di sepanjang koridor.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD