Makan Malam

1138 Words
Laras menjadi murung selama kelas berlangsung hingga bel pulang berbunyi, sangat kontras dengan senyuman yang terbit di bibirnya di pagi hari. "Jadi kan, Ras?" Zulkifli bertanya dengan semangat kepada Laras tentang rencana makan di restoran bintang lima. Laras mengangguk pelan, tidak semangat. "Jadi," katanya dan bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan sembari memegang tas kertas yang berisi kado ulang tahunnya. Rena juga memegang tas kertas yang berisi kado ulang tahun Laras, dia membantu temannya itu membawa kado-kadonya dan menuju ke tempat dimana mobil Randi terparkir. Mendekat ke mobil, ternyata Randi sudah ada. Melihat kedua gadis itu membawa barang yang besar dan berat, dia segera melangkah maju mengambilnya dan meletakkannya di bagasi mobil. "Aku pulang dulu Ras, sampai jumpa nanti malam." Rena melambai kepada Laras, tersenyum bahagia dan berjalan pergi ke gerbang. Laras mengangguk, dia dengan murung masuk ke dalam mobil dan termenung. "Ada apa?" tanya Randi ketika masuk ke dalam mobil, melihat ekspresi gadis itu yang tampak lesu, dia mengerutkan keningnya. Laras melirik ke arah Randi, dan akhirnya menundukkan kepalanya. "Sepertinya Kevin benar-benar tidak menyukaiku," katanya dengan suara rendah, tampak tertahan dan butuh usaha besar untuk mengatakannya. Randi mengulurkan tangannya, mengusap pelan kepala gadis yang tertunduk itu. "Kenapa kamu mengatakan itu?" tanyanya pelan dan lembut. Laras menggigit bibirnya, menghindar dari tangan Randi dan menoleh ke jendela dengan keras kepala. Melihat tingkah keras kepala gadis itu, Randi menghela napas dan menjalankan mobil keluar dari area sekolah menuju untuk pulang. Di tengah jalan, ketika mobil berhenti di lampu merah, suara kecil seorang gadis terdengar di dalam mobil yang sunyi. "Kevin melupakan hari ulang tahunku." Suara itu sangat lembut, jika saja Randi tidak fokus memperhatikannya, dia mungkin saja melewatkan kata-katanya. Randi menoleh ke samping, melihat gadis yang dia jaga dengan baik kini terlihat seperti binatang kecil yang teraniaya, dia merasa tidak nyaman. "Bukankah banyak yang mengingatnya?" kata Randi mencoba menenangkan gadis itu. Dia melihat ke belakang, ada banyak kado yang diterima Laras hari ini, tentu saja pasti banyak yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada gadis itu. "Hum," Laras mengangguk. Tetapi ekspresinya tidak membaik sama sekali, "Tetapi Kevin tidak." Mobil kembali berjalan mengikuti lalu lintas yang sibuk. Laras sekali lagi tenggelam dalam perenungan yang dalam. Melihat ke luar jendela dan merasa sangat putus asa. Saat mobil berhenti di depan pekarangan rumah bibinya, meski dalam suasana hati yang buruk, Laras tetap tidak melupakan untuk mengambil kado-kadonya dari bagasi dan membawanya pulang. "Nona, ada paket yang datang tadi pagi." Bi Ina segera menyampaikan informasi ketika Laras baru saja pulang. Laras melihat ke kotak-kotak yang ada di atas meja dan mengangguk. Dia mengangkat kotak itu beserta dengan dua tas kain yang mengembung dan membawanya ke kamarnya. Dia menghamburkan semua kado-kado yang dimilikinya ke atas tempat tidur. Melihat tumpukan kado yang dibungkus dengan beraneka bentuk dan warna, Laras tersenyum merasa membaik. Dia mengambil gambar pemandangan di depannya, meski sangat penasaran dengan isi semua kado itu, tetapi Laras pantang membuka kadonya di hari ulang tahunnya. Artinya dia harus menahan diri hingga besok sebelum bisa melihat apa yang diberikan teman-temannya kepadanya. Laras berbaring di atas kasurnya bersama dengan kado-kado yang mengelilinginya. Dia kemudian mendengar suara ketukan pintu yang datang. "Masuk," katanya dengan santai karena tahu bahwa yang datang adalah kakak sepupunya. Benar saja, sosok Randi datang dengan beruang merah muda besar yang dibungkus oleh plastik transparant. Laras segera bangun, tersenyum dan mengulurkan kedua tangannya untuk mengambil alih boneka itu. "Kamu ingat ini?" tanyanya kepada Laras, menyerahkan boneka itu kepada gadis yang telah beranjak dewasa namun masih memiliki sifat kekanakan itu. Laras bergumam rendah. Melihat ke arah boneka yang masih terbungkus plastik, dia memeluknya namun tidak nyaman karena masih ada plastik yang menghalangi. "Tapi ini sangat besar." "Oh? Kamu mau boneka yang kecil?" tanya Randi dengan tenang. Laras dengan waspada segera meletakkan bonekanya ke belakang dirinya, menatap Randi seolah melihat musuh bebuyutan yang sangat berbahaya dan ganas. "Aku bercanda, oke? Lagi pula aku hanya mau bilang boneka ini lebih besar dari saat milikku ketika masih kecil." Laras tersenyum gembira, seolah teringat kenangan-kenangan masa kecilnya yang penuh canda tawa dan air mata itu. "Kamu sudah besar, jadi aku memberimu yang lebih besar." Randi menjawabnya begitu saja, tanpa memikirkannya sama sekali. Laras terkikik, "Lalu nanti saat aku semakin besar, apakah kamu akan memberiku boneka yang lebih besar lagi?" tanyanya berusaha memancing. Randi mengangguk, "Ya, tentu. Kalau begitu kamu tidurlah, sebentar malam aku akan mengantarmu pergi." "Oke, kamu juga ikut." Laras meletakkan boneka itu di atas tumpukan kadonya. Randi mengangguk, berbalik untuk keluar dari kamar Laras dan menutup pintu. Laras tertawa gembira, kembali berbaring dan akhirnya menutup mata dengan lelah. Tak lama kemudian dia sampai ke dunia mimpi. Dia mimpi sangat banyak, namun yang paling dia ingat adalah, dia melihat lautan kado dan lompat ke dalamnya. Kemudian dia tenggelam namun tidak panik sama sekali, dia tertawa bahagia memeluk semua kado namun tangannya tidak cukup menggapai semuanya. Kemudian Laras terbangun, masih ada senyuman di bibirnya. Gadis itu melihat ke arah jam dan segera menjadi panik. Tanpa sadar waktu berlalu begitu saja. Laras langsung bangkit dan berlari dengan panik ke kamar mandi. Dengan kecepatan yang sangat cepat, Laras menyelesaikan semuanya dengan riasan paling menakjubkan dan baju favoritnya. Melihat dirinya yang sangat cantik di cermin, Laras terkikik. "Kamu sangat cantik," katanya pada sosok dalam cermin. "Terima kasih, kamu juga." Dia kemudian menjawabnya dengan penuh hormat. Setelah menyelesaikan monolog abstraknya, Laras langsung keluar dari rumahnya dan pergi ke rumah bibinya. "Ibu Rani!" panggil Laras dengan suara centil. Kemudian dia melihat sosok pria paruh baya dengan wajah yang ganas di sofa. "Ayah Raka!" Raka menyipitkan matanya, menatap curiga ke arah Laras. Laras terkekeh, tersenyum lebar menunggu pria itu mengatakan sesuatu. "Baiklah, selamat ulang tahun. Kado apa yang kamu inginkan?" tanya Raka tampak kalah dengan tatapan semangat Laras. Laras mendengar kata kado dan matanya berbinar terang. "Tidak masalah apa saja, bungkus yang cantik ya." "Banyak sekali maunya bocah ini," Raka menghela napas tetapi tidak menolak. Kemudian Laras melihat Rani keluar dari kamar dengan membawa sebuah kotak yang terbungkus rapi. "Selamat ulang tahun Laras," katanya menyerahkan kado itu kepada Laras. "Terima kasih Ibu Rani," katanya dengan senang, mengambil alih kado miliknya dan melirik ke arah Raka dengan sengaja. "Ibu Rani sangat baik, menyiapkan kado untukku." "Hahaha, anak ini, apakah kamu menyindirku?" Raka yang tersindir bangkit berdiri, Laras segera berlari kabur ke arah Randi yang baru saja muncul. "Sudah siap?" tanya Randi melihat ke arah adik sepupunya itu. Laras mengangguk antusias, "Sudah, lalu dia meletakkan kado yang baru didapatkannya ke atas laci ruang tengah. "Kadoku aku titip di sini dulu, nanti pulang baru aku ambil lagi." Setelah itu dia dengan semangat mengikuti Kevin keluar, naik ke dalam mobil dan langsung mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan kepada teman-temannya agar datang. "Ajak juga temanmu agar kamu tidak merasa canggung," kata Laras kepada Randi dengan pandangan lurus ke layar ponselnya. Randi bergumam santai, tidak jelas apakah dia mendengarnya dengan baik atau tidak memedulikannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD