Lupa atau Tidak Pernah Ingat

1095 Words
Laras langsung drop dengan ucapan Rena yang tanpa pikir itu. Ketika guru masuk mengajar pikirannya berada di tempat lain yang tak semestinya berada di saat pelajaran berlangsung. Dia kemudian menatap ke kado-kado yang ada di sekitarnya. Lalu menghela napas lega. Banyak orang mengingat hari ulang tahunnya, memberinya kado, dan mengucapkan selamat untuknya, Kevin tidak mungkin melupakan hal penting dan bersejarah itu. Namun ketika istirahat berlangsung, dia bergegas ke kantin dan bertemu Kevin. Dia menemukan bahwa pemuda pujaan hatinya yang dia sayangi dan bersikeras untuk miliki tidak mengingat sama sekali hari ulang tahunnya. Laras dilanda panik dan mulai berpikir cepat menggunakan otaknya yang berkarat yang jarang digunakan. Dia tersenyum pada pemuda tampan di depannya. "Vin, hari ini langit indah ya." Kevin menatap ke atas, melihat hanya plafon yang ada. Dan juga jendela tertutup oleh gorden, tidak ada yang bisa melihat apakah langit saat ini cerah, mendung, atau berkabut. Jadi ketika Laras mengatakan itu, Kevin merasa bingung. Dia melihat gadis itu, berpikir sejenak, dan bertanya. "Kamu sakit lagi?" "..." Laras terdiam, dia batuk beberapa kali dan merasa beruntung karena tidak sedang mengunyah makanan saat ini. Dia melihat ke mata Kevin yang tampak bersih dan ketidaktahuan jelas dari tatapannya. "Ada apa?" tanya Kevin heran, dia mengangkat tangannya menyentuh wajahnya sendiri. Tetapi tidak menemukan hal aneh apa pun yang bisa menarik perhatian. Laras menggelengkan kepalanya. Dia terdiam.merenung sembari memakan bakso di depannya. Setelah beberapa saat dia bertekad bahwa sebagai gadis yang sangat baik, dia tidak boleh mengungkapkan kepada Kevin bahwa ini adalah hari ulang tahunnya. Tapi bagaimana jika Kevin lupa sampai hari berganti? Laras kemudian jatuh dalam dilema yang dalam lagi. Setelah beberapa saat matanya berbinar seolah menemukan resep rahasia krabby patty. Dia tidak akan mengatakan hari ulang tahunnya, tetapi dia akan memberi tahu Kevin secara tidak langsung! "Vin, kamu ingat tanggal berapa sekarang?" tanyanya dengan senyum penuh pesona. Kevin, "5 Maret, ada apa?" Laras menganggukkan senang, "Tanggal 5 Maret, kamu ingat tidak hari apa hari ini." "Hari Jumat," jawab Kevin. "..." Laras tiba-tiba tak tahu harus berkata apa. Siapa yang tanya ini hari apa?! Eh, dia sendiri yang bertanya. Laras merasa akan gila dengan hal semacam ini saja. Dia menghela napas, menatap Kevin dengan tatapan berat. Kemudian dia mencoba untuk mencari jalan lain. "Kamu lihat aku," katanya dengan semangat. Kevin meletakkan sendoknya dan mengangkat kepala untuk menatap Laras. "Ada yang berbeda tidak dari aku hari ini dengan hari sebelumnya?" Laras bertanya dengan mata terbuka lebar. Melihat harapan dalam tatapan gadis itu, Kevin menjadi bingung. Dia menatap Laras, memperhatikan gadis itu dengan baik dan teliti namun tidak menemukan perbedaan apa pun darinya. "Kamu sungguh tidak lihat?" tanya Laras dengan suara rendah. Kevin menghela napas, "Katakan saja, ada apa?" Laras menundukkan kepala, makan bakso dengan wajah cemberut. Dia melirik ke arah Kevin dan berperang dalam batinnya. "Tidak boleh, harga diri seorang gadis melarangku mengatakannya." Laras berkata dengan tatapan serius sehingga orang tidak dapat menemukan kebohongan dalam kata-katanya. Kevin merasa heran, namun mengangguk. "Kalau begitu makanlah dengan tenang," kata Kevin lanjut makan seolah semua tidak pernah terjadi. Namun Laras tidak bisa begitu didamaikan. Dia gelisah, menatap Kevin terus menerus dengan tatapan penuh harapan dan juga kebingungan. Hal tersebut membuat Kevin juga tidak berdaya. "Ada apa sebenarnya? Katakan saja," katanya dengan suara pelan, tampak membujuk. Laras terpana oleh ucapan Kevin, hampir saja mengangguk dan mengatakan yang sebenarnya. Dia mengangkat tangannya, memegang dadanya dan merasakan detak jantung yang berakselerasi. "Kamu baru saja menggoda?" tanyanya dengan tatapan kosong. "Apa?" Kevin terpana oleh pertanyaan yang diajukan Laras. Dia menatap gadis itu dengan ekspresi rumit dan menggelengkan kepala tegas. "Tidak, aku berkata, jika kamu ingin mengatakan sesuatu, maka katakan saja langsung. Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud." Laras menggigit bibir bawahnya, melirik ke arah Kevin dan menghela napas berat. "Bukannya aku tidak ingin mengatakannya, tetapi kamu harus tahu sendiri. Tidak mungkin bagiku mengatakannya langsung padamu." "Kenapa tidak mungkin?" tanya Kevin, rasa penasarannya tiba-tiba ditarik oleh kata-kata Laras yang penuh misteri. "Karena ..." Laras memanjang nada suaranya, lalu menatap ke arah Kevin. "Menghancurkan harga diriku." "..." Kevin menatap gadis itu dan menghela napas tanpa daya. Saat bel masuk berbunyi, Laras menghentikan langkah Kevin dan berkata dengan serius. "Pikirkan dengan serius hari apa hari ini. Ini sangat penting, jika kamu melewatkannya, maka kamu akan menyesal." Setelah mengatakan kata-kata penuh misteri dan kekacauan itu, dia langsung berbalik berjalan cepat ke kelasnya. "Bagaimana? Kado apa yang Kevin berikan padamu?" tanya Rena dengan penuh minat. Laras mendengus, melotot ke arah Rena dengan marah. Dia merasa bahwa semua ini pasti karena kata-kata buruk Rena. "Jangan bicara denganku hari ini," katanya dengan kesal. Rena langsung menolaknya, "Tidak mungkin, aku ingin ikut makan di restoran bintang lima." "Dasar rakus!" kata Laras dengan kesal. Rena sama sekali tidak peduli dengan kata-kata yang termasuk ejekan itu. Lagi pula baginya makan adalah hal yang indah. Apa itu cinta? Bisakah dimakan? Bisa buat kenyang? Tidak! Karena itu Rena lebih suka makan dari pada jatuh cinta. Lihat Laras, sosok yang jatuh cinta selalu frustrasi dan senang sedih tidak jelas. Sedang Rena, yang sama sekali tidak memiliki seseorang yang disukainya selalu tampak santai menjalani hidup seolah semua berjalan baik-baik saja. "Jadi, ada apa denganmu sebenarnya?" tanya Rena, dia tidak bisa membuat tuan putri marah di hari ulang tahunnya. Itu malapetaka untuk banyak orang. Laras masih marah pada Rena, sehingga dia menjawab dengan suara penuh kebencian. "Kevin lupa hari ulang tahunku." "Serius?" tanya Rena dengan terkejut. Lalu dia termenung dan tampak memikirkan sesuatu. "Mungkin Kevin tidak melupakan ulang tahunmu," katanya dengan suara rendah, lalu melanjutkan dengan tatapan serius. "Tetapi dari awal Kevin tidak pernah mengingatnya." Laras sudah sangat fokus dan serius mendengar ucapan Rena. Ketika dia mendengar lanjutan di akhirnya yang sangat buruk, Laras memukul lengan teman yang tak dianggapnya itu dengan kesal. "Jangan bicara! Berhenti bicara! Jika kamu bicara hari ini padaku maka kamu tidak perlu ikut makan malam bersama kami!" Ancaman Laras terbukti kuat. Rena langsung membuat gerakan mengunci bibirnya, dan membuang kunci ilusi tersebut jauh-jauh. Lalu diam dan tenang, makan keripik sembari menonton temannya itu menderita. Laras berdecak tidak puas, menyandarkan kepalanya di atas meja. Padahal semua dia telah pikirkan dengan baik saat baru saja bangun tidur. Semua berjalan dengan sukses, semua orang berperilaku sesuai dengan yang dia harapkan. Namun hanya dengan seseorang, suasana hati yang sempurna dengan penuh warna seolah kehilangan cahayanya. Hanya dengan satu intensitas, hari yang bahagia ini berubah menjadi suram. "Kenapa Kevin melupakan hari ulang tahunku?" tanyanya dengan suara rendah. Tampak seperti gumam pada dirinya sendiri. Kemudian kata-kata Rena kembali terngiang di kepalanya. "Dari awal Kevin tidak pernah mengingatnya." Entah bagaimana, ketika Laras angkat kepala dan melihat langit, cuaca menjadi mendung tak bersahabat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD