Perhatian Kecil Kevin

1670 Words
Laras kembali bergabung ke acara pesta dengan alami bersama Rena. Dia dengan senang hati langsung berada di sisi Kevin, mengeluarkan berbagai kata-kata manis untuk membuat pemuda itu diabetes. "Kevin, jas kamu keren bangat, cocok sama aku. Jangan-jangan kita jodoh?" tanya Laras dengan ekspresi terkejut seolah baru saja menebak-nebak sesuatu yang penting. Kemudian dia meminum seteguk jus di gelas yang dipegangnya dan langsung mengernyit. "Terlalu manis," katanya segera meletakkan gelas tersebut di atas meja. Liana yang tidak suka pada Laras segera menggunakan kesempatan itu untuk membuat adik kelas yang sangat tidak tahu diri itu malu. "Apanya yang terlalu manis, rasanya pas kok." Dia berkata sembari mencicipi gelas jus dengan rasa yang sama milik Laras. Kemudian dia melirik ke arah Fafa. Fafa langsung mengerti, dia mengambil segelas jus baru dari atas meja dengan rasa yang sama dan minum beberapa teguk. "Iya, enak, tidak terlalu manis." Dia mengangguk, mendukung pernyataan Liana. Ada banyak orang berdiri di sini karena pemuda pusat acara berdiri di sisi ini, sehingga tak sedikit orang melihat pertentangan yang terjadi. Mereka yang menonton merasa bahwa Laras terlalu tidak menghargai tuan rumah karena dengan jelas mencela minuman yang telah disediakan. Namun pikiran tersebut tidak bertahan lama ketika Laras kembali membuka mulutnya dengan senyuman menggoda. "Jelas saja, itu karena aku minum jus sembari menatap Kevin. Bayangin saja manisnya pasti tak tertahankan." Segera sorakan dan siulan terdengar semarak, banyak orang menertawakan gombalan Laras dan ada juga yang tepuk tangan mendukung. Hal tersebut membuat Laras semakin percaya diri dan bangga. "Mereka mendukung kita," bisik Laras pada Kevin, mengambil satu langkah lebih dekat kepada Kevin. "Bagaimana kalau kita resmikan saja hubungan yang didukung ini?" Kevin segera mengambil satu langkah menjauh dari Laras. Dia melirik sekilas ke arah gadis yang penuh dengan tatapan centil yang tak hentinya mengatakan hal-hal menggoda. Tidak nyaman untuk mengatakan hal buruk kepada tamu di pesta, meski tamu tersebut bukanlah tamu yang diundang. Sehingga Kevin hanya mencoba terus bersabar dan menjaga suasana hatinya. "Mari mulai saja pestanya! Sudah jam 9!" seru Wawan— teman sehidup semati Kevin. Kevin memeriksa jam dari ponselnya dan memang benar telah pukul 9 malam, seharusnya acara utama dimulai. Kue ulang tahun segera diantarkan ke meja di depan Kevin, ukurannya netral dengan warna coklat yang dominan di atasnya. Api kecil dinyalakan di atas lilin yang berbentuk angka, lantas suara nyanyian khas selamat ulang tahun terdengar. Kevin sedikit malu dengan antusias orang-orang di sekitarnya, bagaimana pun dia telah berumur 18 tahun. Bertindak seperti ini tampaknya tidak sesuai lagi dengan usianya. Namun tak terelakkan dia sangat bahagia, sehingga senyumannya berkembang dengan suasana hati yang baik. Ketika dia akan meniup lilin, dia menyapu tatapannya ke sekitar sekali. Dia sedikit mengernyit dan tatapannya menyapu ke kerumunan lagi, namun tak juga melihat Tania. Dimana gadis itu? "Ayo, tiup lilinnya!" seru Dion dengan teriakan melengking, mungkin telah lelah bernyanyi tetapi Kevin tak juga meniup untuk mematikan api di atas lilin. Kevin segera menunduk dan meniup lilin di atas kue, memadamkan api kecil yang baru saja hadir. Tepuk tangan yang meriah segera menyambutnya. Tentu saja Laras lah yang paling antusias, telapak tangannya telah merah namun dia tidak merasa sakit sama sekali, hanya ada kebahagiaan untuk pemuda yang disayanginya. "Bagi kuenya, bagi kuenya, bagi kuenya sekarang juga! Sekarang juga! Sekarang juga!" Wawan membuat lirik baru dengan nada yang sama sebagai kode keras untuk Kevin. Yang lain tertawa dan ikut bernyanyi bersama Wawan, mengulangi lirik bagi kue terus menerus yang membuat sang tuan acara tertawa dan mengikuti kata teman-temannya. Laras melihat tangan indah Kevin memotong kue ulang tahun dengan hati-hati, matanya antusias menunggu pemuda itu menyerahkan kue pertama untuknya. Bagaimana pun acara ini hanya dihadiri oleh teman-teman Kevin dan tidak ada satu pun keluarga, sehingga untuk kue pertama ini pasti adalah sesuatu yang istimewa. Bibir Laras melengkung ke atas, dia menatap penuh harap pada piring kecil yang dijadikan wadah kue di tangan Kevin dengan mata membara. Orang-orang yang melihatnya bahkan bisa melihat harapan di matanya dalam sekejap. Sayang sekali semua orang di pesta ini melihatnya, namun hanya tuan rumah yang tidak menyadarinya. Kevin yang pikirannya sedang terganggu membagikan kue secara acak. Pertama dia menyerahkan ke temannya yang berada di sisi kanannya, lalu dia memotong kue lagi. Wawan yang menerima potongan kue pertama tiba-tiba merasa menggigil, merasa bahwa tatapan kejahatan sedang tertuju kepadanya. Dia mencari sumber tatapan tersebut dan segera menemukan Laras yang sangat cantik malam ini sedang menatap tajam ke arah kue di tangannya. Dia tiba-tiba merasa piring kue ini sangat panas, dengan baik hati dia menyerahkannya kepada Laras. "Jika kamu ingin, ambil saja." "Tidak, itu milikmu." Laras menolak suara santai seolah tidak menginginkannya, sayangnya tatapan penuh permusuhannya mengkhianati kata-katanya. Laras melangkah lebih dekat pada Kevin, berusaha untuk membuat dirinya terlihat sebanyak mungkin. Tatapannya bahkan sangat jelas, terus menatap ke piring kue yang ada di tangan Kevin seolah itu adalah pemandangan yang paling menarik di muka bumi ini. Kevin menyerahkan kue kepada temannya lagi, dan memotong yang baru lalu menyerahkan. Dia berusaha keras mengabaikan tatapan antusias dari sampingnya dan hanya memberikan kue tersebut pada teman-temannya. Namun setelah teman-teman di sekitarnya memiliki kue di tangan mereka, sangat tidak sopan jika terus mengabaikan gadis di sampingnya. Kevin dengan enggan menyerahkan piring kue di hadapan Laras, akhirnya menyerah untuk mengabaikan unit yang tak dapat terabaikan ini. Mata Laras yang telah redup karena tak juga menerima sepotong kecil kue ulang tahun Kevin segera bersinar kembali ketika melihat piring kecil diserahkan di hadapannya. Dia mengangkat pandangannya untuk melihat Kevin, lalu buru-buru mengambil sepiring kecil kue itu sebelum pemuda tersebut berubah pikiran. "Terima kasih, ini kue termanis yang aku terima tahun ini, terlebih lagi diserahkan oleh kamu secara pribadi." Tak lupa dia mengungkapkan isi pikirannya untuk mengutarakan betapa bahagianya dia. Saat piring kue telah diterima Laras, Kevin segera menarik tangannya dengan cepat dan kembali memotong kue tanpa memedulikan kata-kata Laras. Tatapannya terus mengembara ke sekitar, mencari Tania yang hilang tiba-tiba. Apa mungkin Tania telah pulang? Bagaimana pun gadis itu sangat pemalu dan penakut, mungkin saja dia merasa tidak nyaman dan memilih pulang. Meski merasa sedikit kecewa, tetapi itu juga salahnya karena dia tidak memperhatikan Tania karena harus menyapa banyak temannya. Laras yang terus mengawasi Kevin tentu saja memperhatikan tatapan pemuda itu terus berkeliaran ke sekitar, kebahagiaan menerima kue ulang tahun segera sedikit memudar, merasa tidak senang karena Kevin terus memikirkan gadis yang cupu itu. Tetapi dia segera menunduk dan tersenyum sinis, untung saja dia telah mengunci gadis itu di gudang, dengan begitu acara ini berlangsung sukses tanpa membuat suasana hatinya buruk. Di sepanjang acara, Laras terus mengekori Kevin, melangkah kemana pun Kevin melangkah, layaknya prangko yang menempel erat sulit untuk dipisahkan. "Vin, pacarmu?" tanya teman Kevin dengan tatapan menunjuk Laras. Laras melihat teman Kevin itu dengan cermat dan merasa belum pernah melihatnya sekali pun, mungkin dia teman dari luar sekolah yang ditemukan Kevin atau sesuatu yang kehadirannya sangat rendah. Laras segera tersenyum terhadap pertanyaan itu, menampilkan ekspresi malu-malu namun tampaknya membenarkan pertanyaan itu. "Tidak," jawab Kevin langsung, memutuskan khayalan indah Laras tanpa perasaan. Kemal— teman Kevin dari SMP, menatap ke arah Kevin dan Laras secara bergantian dan tersenyum penuh arti. "Oh, benarkah?" tanyanya dengan santai, namun nada suaranya membuat Laras mengernyit tidak suka. Kevin mengangguk asal, dia menunjuk meja panjang yang disediakan. "Makan dan minum, tidak perlu bersikap sopan." "Tentu saja," kata Kemal dengan tawa geli, "aku malah merasa kamu lah disini yang bersikap sopan." Kevin juga tertawa karenanya, "Baiklah, aku akan pergi ke sana sebentar." Setelah menerima anggukan kepala dari Kemal, Kevin berjalan menuju kumpulan teman-temannya yang lain. Laras tentu saja langsung melangkah mengikuti pemuda itu namun sebuah tangan segera terulur menghentikan langkahnya. Dia melirik ke arah Kemal dengan tajam. "Singkirkan tanganmu," titahnya dengan kesal. Kemal tertawa dengan usil, dia menyingkirkan tangannya namun melangkah tepat di depan Laras, benar-benar membuat gadis itu tidak bisa jalan melewatinya. "Gadis cantik, kenapa tidak disini saja menemaniku?" "Kamu gila?" tanya Laras dengan mata melotot kesal. "Enyah!" ketusnya. "Wow, sangat imut." Senyuman Kemal semakin melebar, tatapannya dengan penuh minat tertuju pada Laras. "Kenapa kamu menyukai Kevin? Dia tidak suka padamu. Lebih baik denganku saja, bukan?" "Dalam mimpimu!" Laras melangkah ke samping untuk menyingkir dari Kemal, namun pemuda itu juga melangkah ke samping untuk mencegah Laras lewat. "Apaan sih, pergi sana!" Tatapannya dengan panik tertuju pada Kevin, merasa cemas karena Kevin telah mengobrol dengan teman-temannya yang lain dan berjalan semakin jauh darinya. Bagaimana jika seorang gadis yang tak tahu diri mendekati dan menggoda Kevin? "Aku peringati kamu sekali lagi, jangan menggangguku!" seru Laras marah. Melangkah ke samping dan ingin bergegas maju untuk lewat. Kemal buru-buru melangkah ke depan gadis itu lagi, tidak takut dengan peringatan dan tatapan tajam Laras. Malah itu membuatnya merasa gadis ini sangat menarik dan menyenangkan. "Jangan menghalangi jalannya." Randi berjalan di sisi Laras, menatap lurus ke arah Kemal dengan ancaman yang tersembunyi dari matanya. "Randi! Bantu aku menyingkirkan makhluk aneh ini, dia menggangguku!" Laras segera meraih lengan kakak sepupunya, mengadu dan meminta pertolongan dengan mendesak. Kemal mengangkat alisnya dengan menantang sembari bertanya, "Kamu siapanya dia?" "Kakaknya," jawab Randi tanpa diduga. Kemal langsung membeku di tempat, tidak menyangka ada keluarga kakak beradik yang menghadiri pesta ini. Mengambil keuntungan dari Kemal yang terpana, Laras segera menghindar dan melangkah cepat maju melewati pemuda itu. Dia langsung menuju ke Kevin dan memegang lengan pemuda pengisi hatinya dengan posesif. "Ada apa?" tanya Kevin kaget karena lengannya tiba-tiba ditahan. "Temanmu yang jelek itu menahanku," Laras menunjuk ke arah Kemal, mengeluh dengan ekspresi wajah telah teraniaya. "Dia tidak membiarkanku mengikutimu dan ingin aku menemaninya." Kevin melihat ke arah Kemal, sedikit mengernyit. Dia berteman dengan Kemal ketika masih SMP, sedari dulu pemuda itu selalu suka mengganggu gadis-gadis di sekolah dan memiliki pacar dimana-mana. Namun bagaimana pun dia temannya bermain basket bersama, meski telah beda sekolah terkadang mereka masih bertemu di lapangan basket dan masih berhubungan. "Ikuti kakakmu, kamu tidak akan diganggu." Kevin melepaskan tangan Laras dari lengannya, tidak membiarkan gadis itu mengambil kesempatan sama sekali. Laras melepaskan lengan Kevin dengan cemberut, namun segera senyuman terbentuk di bibirnya. Kata-kata Kevin barusan, bukankah itu bentuk perhatian? Berpikir seperti itu, Laras terkikik bahagia dengan senang hati terus mengikuti pemuda itu kemana pun dia pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD