Amarah Laras

1487 Words
Kevin dengan enggan menerima kado dari Laras, mengabaikan ucapan selamat dan harapan yang diberikan Laras, dia hanya berkata dengan sederhana. "Terima kasih." "Tidak masalah!" Laras mengeluarkan senyuman manisnya, dia sengaja sedikit memalingkan matanya ke samping untuk bertingkah malu-malu tetapi pandangannya segera menemukan sosok yang paling ingin dia musnahkan di muka bumi ini. Senyumannya membeku, tatapannya berubah menjadi tajam, dan bahkan kata-kata manis yang akan terucap tertelan kembali. Laras menjadi geram dan meraung kesal di dalam hatinya. Kenapa gadis cupu itu ada di sini juga?! Untung saja dia segera mengingatkan dirinya sendiri bahwa sekarang dia ada di pesta ulang tahun Kevin, dia tidak boleh membuat suasana sang tuan acara menjadi buruk berantakan. Jadi Laras segera menahan gejolak amarah dari dadanya. Kevin juga menyadari perubahan sikap Laras, dia mengikuti pandangan mata gadis itu dan segera menjadi waspada. "Kamu bisa pergi ke meja sana untuk bergabung dengan yang lain, aku harus menyapa temanku," kata Kevin berusaha menyingkirkan Laras dengan sopan, dia bahkan memiliki keinginan untuk meminta gadis itu untuk langsung pulang saja. "... Baiklah," jawab Laras segera mengembalikan senyumannya. Laras mengirim tatapan tajam kepada Tania dalam hitungan detik sebelum berbalik dan berjalan menuju ke arah Rena yang tadi langsung memisahkan diri darinya. "Kenapa wajahmu jelek gitu?" tanya Rena dengan heran ketika melihat Laras dalam suasana hati yang buruk padahal baru saja bertemu dengan pangeran cintanya. "Wajahmu yang jelek!" seru Laras dengan melotot marah. Rena tertawa garing. "Hahaha, ya aku jelek. Jadi kenapa kamu sangat kesal? Apakah Kevin memintamu pulang?" Dia awalnya bertanya dengan asal, namun sepertinya hal itu lah yang terjadi. "Bukankah tidak sopan mengusir tamu meski itu adalah tamu yang tak diundang?" Laras memutar matanya, dia menarik lengan Rena untuk memposisikan gadis itu mengarah ke satu tempat. "Lihat ke depan dan katakan siapa yang kamu temukan." Rena mengikuti instruksi Laras dan benar-benar melihat ke depan untuk menemukan bahwa saingan cinta Laras ada di pesta ini. Dia langsung mengangguk paham dengan suasana hati temannya yang tiba-tiba jatuh ke titik beku. "Kenapa sih gadis cupu itu bisa datang ke sini?" Laras mendengus keras, mengambil gelas minuman di meja dekatnya dan minum sekali teguk untuk memadamkan kemarahannya. Rena memikirkan pertanyaan Laras dan menjawab, "Mungkin Kevin mengundangnya." "Meski diundang, kenapa dia datang?!" Laras menggerutu dengan suara rendah agar tidak terdengar oleh orang lain. Meski dalam amarah, dia masih ingat menjaga citranya dalam pesta istimewa pemuda pilihan hatinya. "Kita yang tidak diundang saja bisa datang, kenapa dia yang diundang tidak dapat datang?" tanya Rena dengan nada retoris membuat Laras tersedak. "Apa yang kamu tahu?!" Mata Laras segera melebar, melotot ke arah Rena. "Kamu teman siapa sih? Kalau mau mendukungnya, maka berteman sana dengannya. Jangan dekat-dekat aku," katanya sembari mengibaskan tangannya. Melihat tuan putri telah marah, Rena tidak berani terus memprovokasinya. Dia dengan cerdas bertanya kepada Laras untuk memindahkan amarah temannya itu darinya kembali ke Tania. "Jadi apa yang akan kamu lakukan?" Laras melirik Tania dari ujung matanya dan tiba-tiba senyuman sinis muncul di bibirnya. Aura antagonis menyebar dari tubuhnya yang membuat Rena dengan sadar berubah dari teman menjadi pengikut setia. "Ayo kita beri pelajaran untuk gadis itu," ajak Laras sembari berjalan dengan gelas yang masih terisi setengah dengan jus merah. Rena sangat patuh dan setia kawan, dia menoleh kanan kiri dan mengambil satu gelas berisi minuman juga lalu melangkah mengikuti Laras. Sebagian besar tamu yang datang ke pesta diisi oleh kakak kelas yang kurang lebih memiliki popularitas di sekolah. Selebihnya lagi adalah teman-teman Kevin dan orang luar yang tidak diketahui Laras. Namun hal itu tidak membuatnya canggung sama sekali. Untuk dia yang terbiasa sendiri dan menerobos masuk ke dalam kegiatan orang lain, itu tidak memberinya tekanan sedikit pun, terlebih lagi ada Rena di sisinya. Namun hal itu berbeda dengan Tania yang baru saja menduduki kelas sepuluh di salah satu sekolah favorit di kota. Dia yang terbiasa dengan lingkungan yang sederhana merasa tidak nyaman menghadiri acara yang penuh dengan kakak kelas ini. Setiap kali tatapannya bertemu dengan seseorang, Tania dengan cepat memasang ekspresi terkejut dan takut seolah telah melakukan kesalahan yang tidak dapat dimaafkan lagi. Meski Kevin mengatakan dia hanya perlu di dekatnya agar tidak merasa tidak nyaman di tengah orang asing, tetapi Tania juga sadar diri bahwa Kevin harus menyapa setiap tamu yang datang. Dia dengan tenang pergi semakin menjauh dari Kevin dan akhirnya berdiri di pojokan yang tak mencolok. Tatapan Tania terus jatuh ke pemuda yang paling bersinar malam ini, emosi yang rumit tersimpan dalam matanya namun segera menghilang begitu saja. "Hei, gadis cupu." Suara pelan namun jelas terdengar, segera sosok Laras yang dibalut gaun indah muncul di hadapan Tania dengan pengikut setianya —Rena yang berdiri di belakang. Seketika alarm berbahaya berdering keras di kepala Tania, dia bahkan tanpa sadar telah mundur selangkah dengan refleks. "Ada apa dengan reaksi lebay-mu itu? Apakah aku terlihat seperti hantu?" tanya Laras. Rena tertawa keras. Laras segera menoleh ke belakang untuk memberi Rena tatapan peringatan, Rena segera tenang dan kembali ke ekspresi galak sebagai pengikut setia antagonis. Sejujurnya, dalam lubuk hati Tania yang terdalam, dia merasa bahwa Laras lebih menakutkan daripada hantu. Namun untuk terus dapat bertahan hidup, Tania menolak untuk menjawab dengan jujur. Dia menggelengkan kepalanya kaku, tatapannya secara diam-diam melirik ke arah Kevin yang kini sedang mengobrol dengan temannya yang baru saja datang. "Jaga tatapanmu," tegur Laras melangkah ke samping untuk menghalangi pandangan Tania dari Kevin. Tania segera menunduk, jantungnya berdegup kencang tanda peringatan bahaya kian mendesak. "Ikut denganku," kata Laras sebelum melangkah maju dengan tenang. Kaki Tania membeku di tempat, dia tahu bahwa dia tidak boleh mengikuti Laras karena pasti hal buruk akan terjadi. Tetapi Rena telah merangkul pundaknya, dengan senyuman yang bersahabat, dia membuat Tania melangkah beriringan bersamanya mengikuti Laras dari belakang. Di halaman belakang rumah Kevin, perbedaan keheningan dan keramaian acara sangat kontras. Laras melihat sekitar, menemukan bahwa hanya ada kesepian dan kekosongan di sini, akhirnya dia menghentikan langkah kakinya. Dia berbalik ke belakang, memberi isyarat kepada Rena untuk melepaskan gadis itu. "Aku akan bertanya padamu, dan aku harap kamu menjawab dengan baik tanpa membuatku merasa lebih marah lagi." Laras berbicara dengan setiap kata penuh penekanan dan peringatan. "Apa hubunganmu dengan Kevin?" Suhu malam hari sangat rendah, ditambah dengan lingkungan sekitar yang sepi dan sunyi membuat bulu kuduk Tania berdiri. Dia memeluk tubuhnya sendiri, memberi rasa aman yang hampir tiada. Mendengar pertanyaan Laras, Tania menundukkan kepalanya dengan rendah, membuat dagunya hampir menyentuh dadanya. "Ti, tidak, tidak ada." Dia menjawab dengan terbata-bata, tidak berani membalas tatapan Laras. "Apanya yang tidak ada?!" bentak Laras. Tania tersentak, melangkah mundur namun segera ditahan Rena yang masih berdiri di sampingnya. Dengan ketakutan, Tania bergumam, "Hubungan, kami tidak memiliki hubungan." "Eh, benarkah?" Kali ini Rena yang selalu diam akhirnya bertanya dengan suara lembut dan ramah. Tania sedikit mengangkat kepalanya, melihat ke arah Rena yang menatapnya dengan senyuman tanpa kebencian di matanya. Jika Tania tidak salah, maka dia melihat ekspresi tertarik dan hiburan dalam tatapan kakak kelas itu. Tania segera mengangguk cepat. "Benar-benar tidak ada." "Lalu kenapa kamu bisa selalu bersama Kevin?" tanya Rena masih dengan nada yang baik. Tania langsung terdiam. Bibirnya terkatup rapat, tampaknya tidak ingin menjawab pertanyaan itu. "Cepat jawab! Kenapa kamu selalu di sisi Kevin?!" Laras sangat tidak sabar sehingga dia mengeraskan suaranya untuk menakuti gadis itu. Tania kembali menundukkan kepalanya, sama sekali tidak mengeluarkan suara apa pun. "Kenapa hanya diam saja? Apakah kamu tuli?" Laras berjalan ke depan Tania, berbicara tanpa henti sebelum gadis itu dapat menjawab. "Ke kantin bersama Kevin, ke perpustakaan bersama Kevin, pulang bersama Kevin, ke pasar malam bersama Kevin, bahkan kamu juga pergi ke pesta ulang tahun Kevin!" Laras mengguncang bahu Tania, "Jangan membuatku marah, cepat katakan kenapa kamu bisa dekat dengan Kevin?" "Aku ..." Tania menggigit bibir bawahnya, merasa sangat frustrasi sehingga matanya menjadi berkaca-kaca. "Aku tidak ..." "Kamu masih ingin mengatakan bahwa kamu tidak memiliki hubungannya dengannya?!" Laras bertanya dengan tidak percaya, merasa bahwa gadis ini hanya akan terus membohonginya. Tania kembali diam, setetes cairan bening telah jatuh dari ujung matanya diikuti oleh cairan lainnya. Dia gemetar tak terkendali, merasa sangat takut dan ingin kabur. "Menangis seperti orang bodoh," cibir Laras, "Apakah kamu berpikir aku akan mengasihanimu?" Laras mengangkat kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, lalu tatapannya tertuju ke bangunan kecil yang terpisah yang tampak tak terurus. "Bawa dia," kata Laras berjalan menuju bangunan tersebut. Rena kembali merangkul pundak Tania dan membawanya mengikuti Laras, tatapannya melirik ke gadis yang gemetar menyedihkan itu. "Kamu tidak boleh menyinggung orang itu, bahkan jika kamu benar-benar menyukai Kevin, kamu tidak boleh menyinggungnya." Tania menggelengkan kepalanya cepat, air matanya turun terus menerus dengan tubuhnya tanpa henti gemetar ketakutan. "Aku tidak ... Aku ..." "Bagus," kata Laras membuka pintu bangunan tak terurus itu. Dia melihat ke dalam dan menemukan bahwa ini adalah gudang. Tempat yang bagus untuk menyembunyikan barang rongsokan. "Mari kita lihat apakah kamu masih berani untuk berjalan di sisi Kevin lagi," kata Laras dengan senyuman sinis di bibirnya. Wajah Tania segera menjadi pucat, bahkan bibirnya putih tanpa warna darah. Dia melihat ke depan dengan pupil mata yang menyusut dengan tak percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD