Dapat Segera Menjadi Kekasihku

1117 Words
Pulang dari sekolah, Laras segera membawa Rena ke rumahnya. Sedikit menyeret temannya itu masuk ke dalam kamarnya. "Benarkah tidak apa-apa, nih?" tanya Rena dengan ragu mengikuti langkah Laras. Laras menggelengkan kepala penuh kepastian. "Apa maksudmu? Pasti tidak apa-apa! Lagi pula aku kan kenalan Kevin, datang ke pesta orang yang aku suka adalah keharusan!" katanya dengan nada yang merasa benar. "Oh tapi aku bukan kenalan Kevin, aku juga tidak menyukainya. Maka datang ke pestanya adalah pelanggaran!" Rena membalas dengan cerdas, mengikuti permainan kata-kata Laras. Laras memutar matanya. "Kamu kenalan dari orang yang mengenal Kevin, jadi kamu juga harus datang." Dia menutup pintu kamarnya dengan rapat, lalu berjalan untuk membuka lemarinya menunjukkan koleksi gaun yang dia sayangi layaknya anaknya sendiri. "Aku harus membantumu memilih baju lagi?" Rena tiba-tiba memiliki keinginan untuk membalik badannya dan pulang. "Menurutmu kamu datang untuk apa kalau bukan untuk itu?" Laras menaikkan alisnya, menatap Rena seolah sedang menatap orang bodoh. Rena benar-benar berbalik dan berjalan ke pintu. "Hei, apaan sih!" Laras menarik lengan Rena untuk kembali. "Selain itu, aku juga ingin meriasmu, bukankah kamu ikut ke pesta Kevin denganku?" Laras sangat antusias dengan rencananya kali ini. Di pesta yang penting untuk Kevin, dia harus menjadi wanita paling indah di sana. Dengan begitu selain Kevin sang tuan rumah yang menjadi pangeran di pesta, ada Laras akan juga menarik perhatian dengan kecantikannya yang mencengangkan. Dan pastinya mereka akan menjadi pasangan yang cocok di pesta tersebut. Namun agak tidak baik pergi ke pesta dan berkumpul dengan orang-orang asing tanpa kenalan. Karena itu dia juga mengajak Rena, temannya yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka dalam berbuat kebaikan maupun kejahatan. Rena tentu saja tahu isi pikiran gadis itu, namun dia juga sedikit tertarik dengan drama yang akan terjadi di pesta dan memiliki keinginan sebagai penonton eksklusif. Lagi pula dimana ada Laras, akan selalu ada hal menarik yang bisa diamati. "Kamu bawa gaunmu, kan? Atau mau pinjam gaunku?" Laras menoleh ke arah Rena, mulai memikirkan gaun mana yang ingin dia pinjamkan ke temannya yang dia akan tarik ke dalam pesta sebagai tamu tak diundang. "Aku bawa," kata Rena sembari mengeluarkan sebuah gaun sederhana dari dalam tasnya. Laras segera meraih gaun itu dari tangan Rena dan menyebarkannya di atas tempat tidur. "Astaga, gaun jelek macam apa yang kamu bawa?" Dia mengamati betapa sederhana dan simpelnya gaun tersebut. Karena Rena menyimpan gaunnya ke dalam tas, itu membuat banyak kerutan dimana-mana. Rena sudah menebak reaksi Laras sebelumnya sehingga dia terkekeh geli. "Bukannya jelek, tetapi selera kamu yang ketinggian. Lagi pula aku ingin menjadi transparant di pesta itu dan biarkan kamu yang tampil mencolok menarik perhatian semua orang." "Oh, ya sudah." Laras mengambil gaun yang menurutnya jelek itu lalu membawanya ke luar kamar. "Aku akan meminta Bi Ina menyetrikanya," katanya sembari meyerahkan gaun Rena kepada pembantu rumah tangga. Setelah itu, dia dengan semangat menarik Rena untuk memilih gaun bersamanya. Dari siang hari pulang sekolah hingga malam sebelum pesta, mereka berdua bersenang-senang untuk memilih gaun, tas, sepatu, perhiasan, dan kado untuk pergi ke pesta ulang tahun Kevin. Itu sangat menyenangkan sehingga Laras dan Rena sampai lupa lamanya waktu telah berlalu. "Kita ke sana naik apa?" tanya Rena, dia duduk di depan meja rias Laras dan dengan santai mengibas-ngibaskan kuas ke pipinya untuk menambahkan efek blush on di wajahnya. Laras telah bersiap sedari tadi, dia sedang memasang sepatu hak tinggi yang berkilau layaknya sepatu kaca dan mengambil semua yang dia butuhkan, jangan sampai ada satu pun yang terlupa. "Tentu saja naik mobil kakakku —Randi." Laras menjawab dengan ringan, memeriksa isi tasnya untuk melihat apa saja yang sudah dia masukkan. Rena akhirnya selesai merias wajah, mengambil tas yang dipinjamkan Laras padanya dan memakai sepatu yang juga dipinjamkan Laras, dia melihat ke cermin dan merasa puas dengan penampilannya. Mungkin karena berteman lama dengan Laras, Rena juga memiliki selera tinggi dalam berpenampilan. Namun malam ini dia ingin sedikit transparant dan hanya menjadi penonton biasa. "Ayo, aku sudah siap." Dia menoleh ke arah Laras yang saat ini memasukkan lipstik dan kotak bedak padat ke dalam tasnya. "Ayo," kata Laras mengangguk sembari berjalan ke luar rumah. Di depan rumah bibinya, Randi telah mengeluarkan mobil dari bagasi dan hanya menunggu gadis-gadis ke pesta. Ketika dia melihat Laras dan temannya yang berdandan begitu mewah, dia tidak terkejut. Mungkin dia telah terbiasa dengan hal tersebut. Laras membuka pintu belakang mobil dan duduk bersama Rena di bangku penumpang. "Oke, ayo pergi." Randi melirik Laras dari kaca spion tengah dan bergumam, lalu mulai menjalankan mobil. "Baik nona," katanya dengan penuh penekanan. Namun Laras sama sekali tidak menyadari adanya emosi dalam kata-kata Randi, dia hanya tersenyum bahagia yang mematahkan semua ketidaksetujuan pemuda yang duduk di kursi sopir. Rena sendiri yang merasa malu, membiarkan Randi sang kakak kelas sekaligus ketua OSIS duduk di depan seorang diri seolah menganggapnya seperti sopir pribadi. Tetapi pada dasarnya saja temannya ini memang suka seenaknya dan tidak pernah mau peduli dengan orang lain, sehingga dia sangat riang dan santai menganggap dirinya seorang tuan putri. Hanya Rena lah yang merasa canggung dan malu. Ketika sampai di depan halaman rumah Kevin, Laras turun dari mobil dengan gembira, menarik Rena untuk tidak membuang-buang waktu. "Randi, kalau nanti kamu mau cepat pulang, pulang saja tanpa menungguku." Randi segera waspada ketika mendengar kata-kata itu. "Apa yang ingin kamu lakukan di sini?" "Apaan sih, lebay bangat reaksinya." Laras memutar matanya dan menjelaskan, "Kan kamu kutu buku yang tidak suka bersenang-senang. Jika kamu bosan dan ingin pulang, tidak perlu menungguku. Langsung pulang saja, nanti aku dan Rena manggil taksi atau mencari jalan lainnya." Randi segera menurunkan kewaspadaannya, namun dia dengan tegas menolak. "Aku akan ada di pesta ini, telepon aku ketika kamu mau pulang. Ingat, jangan selalu membuat masalah." "Iya, iya, iya!" Laras melotot marah dan segera masuk ke pekarangan rumah Kevin dengan semangat. Sebelumnya, dia telah membayangkan ribuan kali bagaimana reaksi Kevin ketika melihatnya. Apalagi sekarang dia pasti tampil sangat cantik dan mempesona, tidak heran jika perhatian publik akan tertuju padanya dan Kevin. Ketika Laras dan Rena masuk ke area dimana pesta berlangsung. Sesuai dugaan Laras, semua tatapan segera tertuju padanya. Gaun merahnya yang berkibar ditiup angin malam, dengan rambut yang diurai dan ditata sedemikian rupa dengan sebuah jepitan panjang berwarna merah darah di bagian kiri benar-benar membuatnya tampil mencolok. Apa lagi dengan wajahnya yang memang indah dipoles hati-hati dengan riasan, tak sedikit membuat jantung para pemuda di sekitarnya berdebar kencang. Laras berjalan dengan anggun, melangkah dengan elegan dan sempurna menuju ke pusat acara. Dia memegang kotak kado dengan ukuran yang kecil di tangannya, tatapannya lurus pada pemuda dibalik meja kue. "Selamat ulang tahun," kata Laras dengan suara yang menggoda kaum Adam. Bibir merahnya tersenyum manis ketika dia menyerahkan kadonya kepada pemuda sang pemilik hatinya. "Aku harap kamu sehat selalu, semua keinginan tercapai, dan dapat segera menjadi pasanganku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD