Gagal Mencari Masalah

1578 Words
"Oh, gadis itu," Rena mengangguk paham, lalu terkekeh pelan. "Jadi apa yang ingin kamu lakukan kepada gadis itu?" Laras mengernyit tak suka mengingat gadis yang mendekati Kevin itu, dia dengan kesal menjawabnya, "Yang pasti kita akan membuatnya tahu bahwa pilihan yang terbaik untuknya adalah menjauhi Kevin." "Kita?" Rena mengangkat alisnya pada kata tersebut. Laras menoleh ke arah Rena, dia menunjuk dirinya sendiri lalu ke arah Rena secara bergantian. "Iya, kita." "Kenapa aku juga? Aku bahkan tidak menyukai Kevin itu, kenapa aku harus membantumu menjaili anak orang?" Rena membuat wajah tidak setuju, menentang Laras dengan bercanda. Laras memutar matanya ketika mendengar ucapan konyol Rena, "Jika kamu menyukai Kevin, maka kamu tidak akan menjadi orang yang membantuku tetapi kamu pasti berada di posisi gadis itu. Jangan sampai kamu menyukai Kevin!" "Karena kamu menyukai Kevin, bukan berarti semua orang akan menyukainya, oke? Aku tidak akan menyukainya," kata Rena penuh kepastian. Awalnya Rena juga seperti siswi lainnya, terpesona dengan ketampanan Kevin. Namun sejak melihat perilaku acuh tak acuh Kevin kepada Laras, dia dengan tegas memasukan pemuda itu ke dalam list hitamnya. "Aku bilangin ya, daripada Kevin, aku merasa kakakmu— Randi lebih tampan dan keren. Dia juga Ketua OSIS dan sangat pintar," kata Rena dengan jujur. Laras mendelik jijik, "Bagaimana bisa kamu membandingkan mereka? Coba lihat, pada akhirnya yang menjadi pangeran sekolah ini Kevin, bukan?" "Itu karena Kak Randi terlalu low profil, dia tidak mengikuti ekstrakurikuler lain selain OSIS dan terlalu fokus dengan belajar. Tidak seperti Kevin yang selalu menunjukkan pesonanya setiap saat dan dimana saja," jawab Rena dengan sangat percaya diri dan tentu saja dia merasa jawabannya sangat benar. Laras melotot marah, dia mendorong lengan Rena kesal. "Kevin tidak menunjukkan pesonanya, tetapi pesonanya sendiri yang menyebar tanpa dia sadari!" "Iya, iya, memang ya orang jatuh cinta memiliki filternya tersendiri, bahkan kotoran pun bisa terasa seperti coklat." Rena berkata dengan malas, dia mengambil buku catatan beserta alat tulis lainnya dari dalam tasnya karena guru telah masuk. "Kamu yang kotoran!" Seru Laras keras. "Laras! Kelas sudah mau mulai, jangan berteriak." Guru yang ada di depan menegur Laras. Laras segera diam dengan patuh, namun wajahnya sangat gelap sehingga orang lain bisa melihat ilusi awan hitam dan petir di atas kepalanya. Ketika istirahat kedua, Laras segera menarik Rena keluar dari kelas dan pergi untuk memberi peringatan kepada Tania. "Tunggu, tunggu, tunggu," Rena mengambil sebungkus keripik kentang rasa ayam panggang dari tas sekolahnya dan segera mengikuti Laras. "Kamu benaran mau ke kelas sepuluh lagi?" "Iya lah, kamu pikir aku bercanda? Jika aku mengatakannya, maka aku pasti akan melakukannya!" Kata Laras dengan lantang, dia menggemertakan giginya penuh amarah. Laras pergi ke kelas 10 IPA 5 dengan hentakkan kaki yang jelas di lantai, para murid yang dilewatinya pun segera tahu bahwa Laras akan bertindak lagi. Mereka berdua sampai di kelas 10 IPA 5, karena sedang istirahat maka murid-murid di dalam berhamburan dan berkumpul membentuk kelompok-kelompok kecil. Beberapa obrolan dan tawa kecil terdengar sekali-kali dari ruangan tersebut. Ketika Laras dan Rena masuk, suasana yang hangat dan penuh canda langsung hilang, kesunyian dan kesuraman menghantui ruangan tersebut. Para murid kelas sepuluh itu bahkan bisa merasakan sensasi dingin yang menjalar dari leher ke seluruh tubuh, tahu bahwa kedatangan para kakak kelas ini bukanlah hal baik. Pandangan Laras menyapu setiap sudut ruang kelas, tidak melihat seseorang yang dicarinya, dia tanpa basa basi segera bertanya. "Dimana gadis bodoh yang bernama Tania itu?" Tanyanya dengan setiap kata penuh penekanan, terlebih lagi pada kata 'bodoh'. Tidak ada yang menjawabnya, para murid baru itu takut menimbulkan masalah untuk diri mereka sendiri, sehingga mereka kebanyakan diam mengamati Laras dengan hati-hati. Laras segera maju, memukul keras meja di depan dan bertanya kepada siswi yang sedang memegang minuman di tangannya. "Dimana Tania? Jangan membuatku bertanya lagi." Siswi yang malang itu tersentak dengan tindakan Laras, dia menoleh ke teman-temannya namun menemukan tidak ada yang berniat membantunya. Takut menjadi target kakak kelas, siswi itu hanya bisa dengan jujur menjawab Laras. "Tania tadi keluar mengantarkan buku," jawabnya dengan pelan. "Oh, kemana? Kantor guru atau perpustakaan?" Tanya Laras lagi, kedua lengannya saling terkait di depan dadanya, pandangannya yang penuh dominan membuat orang lain merasa lemah di hadapannya. "Perpustakaan," jawab siswi itu lagi. Setelah mendapatkan jawaban yang memuaskan, Laras memberi isyarat mata pada Rena yang kini memakan keripiknya dengan nyaman untuk pergi mencari Tania. Rena secara alami mengikutinya, dia tersenyum dan melambai kepada para adik kelas yang malang di dalam ruangan sebelum berbalik dan pergi bersama Laras. "Bagus, kayaknya kamu benaran cocok jadi antagonis. Kenapa tidak ikut casting film saja?" Kata Rena dengan bercanda. "Jika aku jadi antagonis, maka kamu akan menjadi antek-antek antagonis!" Balas Laras kesal, "Jangan bicara omong kosong, cari dan temukan dulu gadis menyebalkan itu." Rena mengunyah keripik dengan nikmat dan mengangguk singkat, "Ya, aku memang antek antagonis." Mereka berdua segera menuju ke perpustakaan dengan langkah cepat dan penuh penekanan yang menambahkan kesan malaikat pencabut nyawa ke dalam penampilan mereka. Meski jarang ke perpustakaan, Laras masih sangat hapal jalan menuju tempat tersebut, sehingga langkahnya lancar dan tanpa jeda. Namun dia tidak berharap bahwa dia sama sekali tidak perlu ke perpustakaan. Laras baru saja berbelok kanan di cabang koridor yang terbagi dua, dan segera berbalik menarik Rena untuk bersembunyi di baling dinding. "Ada apa?" Tanya Rena merasa aneh. Laras meletakkan jari telunjuknya di depan bibir dan mendesis pelan, "Ssstt, ada Kevin." Rena mengangkat alisnya, dia dengan waspada memajukan kepalanya untuk mengintip dan melihat gadis yang mereka cari— Tania sedang berjalan dengan pangeran sekolah— Kevin, sang pujaan hati Laras. "Kamu akan biarkan mereka begitu saja?" Tanya Rena tak percaya. Menurut sifat dan sikap Laras saat menghadapi musuh, dia tidak akan mungkin bersembunyi terlebih lagi saat ini Tania sedang bersama Kevin! Laras mengerutkan keningnya dalam, hatinya sangat gatal ingin berlari ke arah Kevin dan gadis bodoh itu untuk memisahkan mereka berdua. Hanya saja logika terakhir dalam otaknya menentang hal tersebut. "Jika Kevin tahu, dia mungkin akan marah lagi padaku," katanya tertekan. "Seorang Laras takut pada sesuatu? Wah, Kevin sangat hebat," kata Rena berlebihan dan bahkan bertepuk tangan tanpa apresiasi. Wajahnya penuh ejekan menatap Laras dengan tidak puas. "Jika Kevin marah padaku, lalu bagaimana aku bisa mendekatinya?!" Seru Laras kesal, merasa bahwa Rena sangat tidak masuk akal. Ketika Kevin dan Tania berjalan semakin dekat dengan mereka, Laras menarik Rena untuk bersembunyi dan lega karena dua orang tersebut tidak menemukan keberadaan mereka. "Aku ingin memberi pelajaran pada gadis itu, tetapi aku tidak bisa membiarkan Kevin mengetahuinya lagi." Laras menatap punggung dua orang yang berjalan beriringan, dadanya sakit seolah ada jarum yang menusuk jantungnya setiap dia melihat ke arah dua orang itu. Rena melangkah di depan Laras, menghalangi pandangan gadis yang patah hati itu. "Jadi, apa yang kamu inginkan sekarang?" Tanyanya dengan lelah, merasa bahwa waktunya terbuang dengan sia-sia untuk hal tidak penting ini. Laras berpikir dengan keras, lalu menghela napas panjang. "Aku akan mencari kesempatan berikutnya." "Oh? Jadi kapan kesempatan berikutnya itu? Apakah kamu masih akan mengajakku untuk hal yang sangat buang-buang waktu ini?" Tanya Rena lagi. "Tentu saja kamu akan terus mengikutiku!" Seru Laras penuh kepastian, lalu dia berpikir sebentar sebelum berkata, "Mungkin pulang sekolah ini," jawabnya tidak pasti. Meski dia merasa tidak pasti, namun Laras tetaplah Laras, dia akan mewujudkan apa yang dia katakan. Jadi setelah bel pulang berbunyi, dia segera memasukkan alat tulisnya ke dalam laci dan mengambil tasnya untuk bergegas pergi. "Ayo!" Desaknya pada Rena yang masih memiliki beberapa barang di atas mejanya. "Tunggu sebentar," Rena memasukkan pena, tip-ex, dan penggaris ke dalam kotak pensilnya. Merasa bahwa dia sudah sangat cepat namun teman sebangkunya itu terus mendesaknya sehingga membuat tindakannya menjadi berantakan. Merasa tak sabar, Laras mengambil semua buku di atas meja Rena dan membantu temannya itu memasukkannya ke dalam tas. Rena berseru kaget, dia memukul tangan Laras karena membuat beberapa bukunya yang telah dirawat seperti anaknya sendiri memiliki bekas lipatan di sampulnya. Matanya melotot marah menatap Laras penuh kebencian, "Jangan sentuh bukuku!" Serunya kesal. "Ya, ya, ya, ayo cepat!" Melihat Rena telah selesai berkemas, dia menarik tangan temannya itu bergegas keluar dari kelas. Ketika bel pulang berbunyi, para murid sangat antusias untuk pulang sehingga koridor penuh dengan arus orang-orang menuju ke satu tujuan, yaitu pintu keluar. Namun Laras dan Rena memiliki tujuan yang berbeda, mereka berdua berjalan menentang arus dan pergi ke kelas Tania. Namun sayang sekali, ketika sampai di dalam kelas tersebut, hanya tersisa dua murid saja. Tania telah keluar sebelum mereka sampai. Berbeda dari sebelumnya, Laras langsung bergegas pergi ketika tidak melihat Tania, tidak lagi menarik seseorang untuk ditanya membuat kedua murid yang tersisa menghela napas lega. Rena dengan terpaksa diajak berlari di koridor, menuruni tangga, dan menuju ke luar gedung. "Tunggu, aku tidak kuat lagi," kata Rena dengan lemah, dia melepaskan tangannya dari genggaman Laras dan berhenti untuk mengambil napas. "Apaan sih? Ayo buruan, sebelum dia pergi!" Desak Laras, setelah melihat wajah Rena sudah membaik, dia kembali menarik temannya itu untuk mencari Tania. Mata Laras yang tajam meneliti setiap wajah murid yang ada di sekitarnya, hal tersebut membuat para murid merasa tidak nyaman dan berjalan menjauh darinya. Namun, Laras tetap bertekad mencari Tania, dia bahkan sampai berjinjit untuk memastikan tidak melewati seseorang pun. "Ras, itu dia!" Seru Rena, menepuk bahu Laras dengan beberapa hentakan. Laras mengikuti pandangan Rena, bersiap untuk lari namun tubuhnya segera membeku. Semangat perperangan dalam dirinya langsung tersiram air dingin. Dia menatap kosong ke tempat parkir, dimana dia melihat Tania naik di jok belakang motor Kevin. "Hei, Laras?" Panggil Rena dengan sedikit nada khawatir dalam suaranya. Namun jiwa Laras telah tersedot keluar tubuhnya, dia bahkan tidak bereaksi ketika motor Kevin melewatinya begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD