Pemandangan Indah

1358 Words
Rena mendengus ketika mendengar suara semangat gadis itu, namun dia tidak menolak sama sekali. Jadi di sore hari, dia pergi ke rumah Laras menemukan bahwa gadis itu telah dandan cantik-cantik seolah akan pergi ke acara yang sangat penting dan elit. "Kamu rias gini siapa tahu Kevin tidak ikut bertanding," kata Rena, berdecak melihat gaya feminim Laras namun jiwanya sangat aneh. Laras melotot ke arah Rena, dia melihat ke cermin, setelah melihat wajahnya sudah sangat baik dan manis, dia langsung bangkit berdiri. "Kevin pasti ada. Lagi pula Kevin adalah pemain inti di tim basket sekolah, bagaimana mungkin dia absen." Gadis itu menatap Rena, seolah melihat sosok yang tidak bisa dimengerti. Rena hanya diam, mengangguk untuk mengakui kesalahannya. "Aku akan pesan taksi," katanya sembari mengangkat ponselnya. Laras buru-buru menurunkan ponsel Rena. "Tidak perlu, kita pergi bersama Randi saja. Lebih nyaman," katanya memimpin jalan keluar dari rumahnya. "Kak Randi juga akan ikut bertanding?" tanya Rena dengan kejutan di matanya, dia tidak menduga pemuda yang tidak bisa lepas dari buku dan urusan formal di sekolah ternyata punya waktu untuk bermain-main. "Tidak, dia kebetulan mau keluar pergi beli buku. Jadi sekalian saja dia mengantar kita." Laras menjawab dengan santai, melihat ekspresi Rena yang seolah mengerti, dia memutar matanya. "Dan juga, Randi benar-benar tahu bermain basket. Dia juga lumayan bagus saat menembak tiga angka." Rena langsung menjadi takjub, dia berdecak dengan kagum. "Inilah sosok yang harus dipuja seharusnya. Kayaknya Kak Randi bisa segalanya deh." "Dih, apanya. Aku sudah bosan lihat dia seharian," dengus Laras, berjalan ke arah garasi rumah bibinya, mengirim pesan kepada kakak sepupunya bahwa dia telah siap. Tak kama kemudian sosok Randi muncul. Pemuda itu memakai kemeja lengan pendek dan jeans yang terlihat sangat rapi. "Kamu harus lebih kreatif setiap keluar rumah," gerutu Laras, "aku bosan melihatmu berpakaian seperti itu melulu." Randi memukul kepala Laras dengan pelan menggunakan jarinya sebagai jawaban atas kritiknya dan masuk ke dalam mobil. "Kalian masuk," katanya. Rena dengan sangat tahu diri duduk di bangku belakang, dan Laras sebagai orang yang tak tahu diri juga ikut duduk di bangku belakang bersama Rena. Membiarkan Randi seorang diri di bangku depan seolah dia adalah seorang sopir pribadinya. "Kamu tahu kan tempat Kevin akan bertanding sore ini?" tanya Laras memastikan agar mereka tidak tersesat. Randi bergumam, "Ya, pakai sabuk pengamanmu dengan benar." "Iya, iya," Laras memasang sabuk pengaman untuk menjerat tubuhnya ke kursi lalu bermain ponselnya dengan santai. "Dengan siapa Kevin akan bertanding?" tanya Laras tanpa mengangkat pandangannya dari layar ponselnya. "Bukankah aku sudah memintamu membacanya dengan teliti. Ini dengan anak SMK." Rena berdecak tidak puas, Laras sama sekali tidak bisa diandalkan jika diminta untuk membaca. Laras memikirkannya sebentar dan berdecak lidah, "Badan-badan mereka gede-gede dan muka juga sangar. Jangan sampai mereka mendorong Kevin jatuh dan membuatnya terluka," katanya dengan khawatir. Rena tidak habis pikir isi pikiran Laras, namun dia tidak mengatakan apa pun, hanya diam mendengarkan kekhawatiran gadis itu terus bergema di ruang sempit mobil. Randi jarang memutar radio atau musik ketika mengemudi, jadi ketika Laras diam hanya keheningan yang tersisa. Untungnya gadis itu memiliki banyak topik di kepalanya. Dia berbicara banyak, dan mulai merencanakan berbagai hal yang tidak penting. Tak lama kemudian, mobil berhenti di pinggir jalan, Randi membuka kunci pintu mobil. "Setelah selesai, telepon aku," katanya memberi pengingat. "Hm, oke," jawab Laras santai, melepas sabuk pengaman dan segera keluar dari mobil. "Ayo cepat Rena!" Dia menarik tangan temannya itu masuk ke dalam gedung olahraga daerah yang telah memiliki banyak anak muda di dalamnya. Mungkin karena banyak juga yang menerima informasi pertandingan, anak-anak remaja seumuran Laras tampaknya tersebar di dalam gedung. Pandangan Laras menyapu, melihat baju seragam basket khas sekolah mereka, dia langsung bergegas ke sana. "Kevin!" serunya semangat, melihat sosok Kevin yang berbalut seragam basket tanpa lengan yang memperlihatkan otot-otot lengan yang kuat dan menggoda. "Kamu juga datang?" tanya Kevin dengan santai, tampaknya sudah menebak bahwa Laras akan datang jadi dia tidak memiliki keterkejutan apa pun dalam matanya. Lagi pula di setiap pertandingan, Laras selalu hadir bersorak untuknya dengan keras. Sulit untuk mengabaikan kehadiran gadis itu. Laras mengangguk, mengepalkan tangannya dan tersenyum pada Kevin. "Kamu pasti menang," katanya memberi semangat. "Ya, tentu!" "Kami akan menang!" "Tenang saja, kemenangan milik kami!" Anggota lainnya yang menjawab ucapan Laras dengan semangat. Sebagian besar pemuda itu telah memfokuskan pandangan kepada sosok cantik Laras. Laras mengabaikan mereka, perhatiannya sepenuhnya milik Kevin. Dia tersenyum sangat cerah, lalu berpikir. "Aku akan memesan air botol untuk timmu, jadi kalian tinggal minum setelah bertanding." Dia melihat tidak ada yang menyediakan air mineral untuk mereka, jadi dia mengambil inisiatif untuk mengatakannya. Kevin ingin menolak tetapi teman-temannya yang lain telah setuju dengan senang dan semangat, mereka tak henti-hentinya memuji bagaimana Laras terlihat seperti malaikat dan memiliki sifat malaikat. Meski Laras terus mengabaikan suara latar di sekitarnya, senyumannya berkembang lebar ketika mendengar pujian yang dilontarkan kepadanya. Dia dengan sangat senang terus bergabung dengan tim basket sekolahnya, mengobrol dengan mereka dengan santai dan tenang tanpa minder karena status adik kelas atau pun seorang gadis yang tidak tahu apa-apa tentang basket. Ketika pertandingan dimulai, Laras segera duduk di bangku penonton paling depan, kedua tangannya berada di sisi mulutnya ketika dia mulai bersorak. "Ayo, Kevin! Kamu yang terbaik, kamu pasti menang!" Kevin tersenyum tak berdaya namun dia mengangkat tangan melambai ke arah gadis itu. Ketika pertandingan dimulai, Laras mengangkat ponselnya untuk merekam video pertandingan sembari terus bersorak dengan penuh vitalitas. Setiap gadis yang bersorak langsung mengalihkan pandangan kepada Laras yang memiliki suara paling keras dan lantang. Mereka semua tiba-tiba merasa kalah dan mulai berteriak, sehingga adegan tersebut tampak seperti lomba sorak menyoraki setiap tim sekolah mereka. Tatapan Laras tentu tertuju ke arah pemuda yang dia pikir paling tampan di lapangan. Setiap gerakan Kevin begitu cepat dan lincah, otot-otot di lengannya terkadang digerakkan olehnya. "Sangat indah," desah Laras merasa sangat senang bahwa dia memilih untuk datang ke sini. Setelah pertandingan mencapai puncak, keringat mulai terbentuk dan menetes satu persatu. Beberapa pemuda mengangkat ujung kaos mereka untuk menyeka keringat di dahi atau di pipi. Jadi ketika Kevin mengangkat ujung kaosnya untuk menyeka keringat, kamera Laras langsung bergetar dan hampir saja jatuh. Matanya terbuka lebar melihat enam roti sobek yang memiliki warna coklat madu sehat. Tatapan gadis itu menjadi kosong, dia merasa matanya sangat beruntung hari ini. "Tidak mungkin, aku merasa akan mimisan jika terus melihat ke lapangan." Laras berkata dengan khawatir merasa gelisah namun juga candu. Kevin benar-benar keren! Rasa sukanya tampaknya bertambah sangat banyak sekaligus. Rena di sampingnya memutar matanya, makan keripik singkong dengan tenang menonton pertandingan dan melihat seluruh proses tanpa pandangan fokus ke satu orang saja. Dia lebih tertarik menatap kemana perginya bola daripada melihat semua pemuda yang tampaknya biasa saja di matanya. Dengan santai, Rena menyerahkan tisu kepada Laras. "Pegang untuk persiapan, jika kamu mimisan, segera sumbat." Laras mengambil tisu begitu saja, fokusnya sedang berada di tempat lain sehingga dia tidak begitu mendengarkan apa yang dikatakan Rena. Melihat score memiliki selisih yang sangat sedikit, Laras menjadi panik dan gelisah. "Ayo, Kevin! Kamu pasti bisa! Yang lain tidak ada tandingannya dibandingkan dirimu!" Dia terus berteriak dengan keras, tampaknya memiliki cadangan suara yang banyak. Kemudian dia menemukan ada beberapa helai tisu di tangannya. Dia bingung namun menggunakannya untuk menyeka bibirnya yang basah akibat baru saja minum. "Ayo, Kevin! Go go go! Kamu yang terbaik!" Laras berteriak keras, sangat keras sehingga setiap anggota pemain basket di lapangan dapat mendengarnya. Rena meringis, "Minum lagi," katanya menyerahkan botol air mineral ke arah Laras. Laras mengangguk, minum beberapa teguk dengan pandangan terus tertuju pada lapangan basket. "Mereka pasti menang, pasti menang," gumamnya gugup, bahkan lebih cemas daripada pemain yang sedang berada di lapangan. Ketika ronde pertama selesai. Laras buru-buru mengambil botol mineral dan berjalan ke arah Kevin yang sedang menuju ke luar lapangan. "Minum segera, kamu pasti lelah." Laras berkata dengan prihatin. Rena dibelakangnya membawa beberapa botol air mineral dan menyerahkannya kepada anggota lainnya yang terabaikan oleh Laras. Kevin menerima botol tersebut, dia duduk di bangku tunggu, mengangkat kepalanya dan minum air dengan tegukan yang lancar. Laras menemukan handuk kecil milik Kevin dan menyeka keringat yang hadir di wajah pemuda itu. "Kamu sangat keren, aku mengambil banyak gambar dan videomu tadi. Benar-benar menawan dan tampan!" kata gadis itu mulai mengucapkan kata-kata pujian yang sangat kaya kepada Kevin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD