Gagal Menjaga Kesan Baik

1582 Words
Benar saja firasat buruk Rena. Setelah hari ini, Laras terus menariknya untuk pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Gadis itu tampaknya tenggelam dalam peran yang dia ciptakan untuk dirinya sendiri. Di setiap istirahat kedua yang panjang, Laras segera berlari ke perpustakaan, mengambil buku acak dan duduk menunggu kedatangan Kevin. Seperti sebelumnya, Kevin dan murid kelas 12 IPA 1 lainnya datang ke perpustakaan dan langsung mengambil sebuah buku. Tampaknya tugas mereka membutuhkan waktu yang lama dan dicicil sedikit demi sedikit. Laras mencoba melihat apa tugas yang diberikan guru kepada mereka. Lagi pula itu hanya pelajaran Bahasa, mata pelajaran termuda di antara banyaknya mata pelajaran yang membingungkan otak. Siapa tahu dia mengerti sedikit tugas yang diberikan guru kepada para kakak kelas itu sehingga dia bisa membuktikan keahliannya kepada Kevin. Namun ketika dia mengintip buku tugas Kevin, dia langsung menyerah. Tampaknya dia terlalu melebih-lebihkan dirinya sendiri. Nyatanya dia sama sekali tidak mengerti apa yang tertera di buku tugas Kevin. Dia mulai meragukan apakah dia menggunakan bahasa berbeda dengan negara ini, jika tidak, bagaimana mungkin dia tidak paham apa yang dikatakan dalam tugas Bahasa sedikit pun. Namun tentu saja Laras tidak memperlihatkan ketidaktahuannya. Dia melihat ke buku Kevin sekilas dan menyerah menjadi sok pintar dan hanya menatap buku di depannya seolah dia candu dengan pelajaran. Buku yang dia tarik secara acak kali ini adalah buku Kimia. Bahasa dalam buku lebih susah dimengerti daripada buku Biologi kemarin. Laras kemudian menemukan bahwa dia sepertinya tidak cocok dengan buku. Jika tidak, maka bagaimana mungkin dia begitu tertekan oleh semua mata pelajaran ini tanpa mengerti sedikit pun. Lama dia termenung dengan apa bakat alaminya sebenarnya, Laras akhirnya menemukan Kevin telah selesai mencatat. "Aku kembali duluan," kata pemuda itu padanya sebelum bangkit dan berjalan keluar dari perpustakaan. Seperti kemarin, Laras mengangguk dan tersenyum mengatakan bahwa dia akan di sini sampai bel masuk berbunyi. Namun jangankan sampai bel masuk, setelah bayangan Kevin tidak terlihat lagi, dia segera menarik Rena ke kantin untuk membeli minuman dingin, menyegarkan kepalanya yang hampir meledak karena berada di perpustakaan terlalu lama. Ketika bel masuk berbunyi, Laras kembali ke kelasnya menemukan teman-temannya tampak penuh kekacauan berlari ke sana ke mari, berkumpul di satu tempat dan akhirnya pergi ke perkumpulan lainnya. Laras sudah sangat mengenal situasi yang kacau ini, dia melebarkan matanya, menatap Rena seolah melihat pengkhianat yang sangat keji. "Ada tugas rumah dan kamu tidak memberitahuku?!" Rena mundur beberapa langkah, menutupi lubang telinganya dengan kedua tangannya untuk menjaga gendang telinganya tetap baik dan berfungsi dengan benar. Dihadapkan oleh tuduhan tak masuk akal Laras, Rena ingin sekali memutar matanya. "Pagi tadi aku bilang ada tugas, aku bahkan berbaik hati ingin memberikanmu contekan. Tetapi apa yang kamu katakan saat itu. 'Oh tugas untuk mata pelajaran terakhir kan? Aku salinnya nanti saja.'" Rena dengan sangat pandai mengikuti gaya bicara dan nada suara Laras yang saat itu memandang enteng pengingat ramah darinya. Laras berpikir dan sepertinya memang ada hal seperti itu terjadi pagi ini. Dia mendengus kesal, berjalan cepat ke bangkunya dan mengeluarkan buku tugas dari laci meja untuk segera menyalin. Hanya saja, sebelum dia bahkan sempat melihat satu kata jawaban dari tugas, Bu Ranti telah masuk ke dalam kelas. Setiap murid langsung berperilaku baik dan duduk di tempat mereka masing-masing, seolah yang sangat gelisah cari contekan bukanlah mereka. "Kumpulkan buku tugas sekarang di depan," kata Bu Ranti dengan penuh penekanan dan penindasan. Laras dengan tatapan kosong melihat teman-teman sekelasnya maju ke depan mengumpulkan buku tugas mereka. Bahkan murid nakal yang jarang mengerjakan tugas seperti Halim dan Rahmat pun juga maju mengumpulkan buku tugas mereka. "Laras," suara tajam Bu Ranti terdengar tampak penuh peringatan. "Kenapa kamu hanya duduk, dimana buku tugasmu? Apa jangan-jangan kamu tidak mengerjakan tugas lagi?" Laras ingin mengeluh karena guru suka berpikir negatif tentangnya, namun karena itu adalah hal yang benar yang tak bisa dia bantah, Laras hanya diam dan akhirnya pasrah. Lagi pula ini bukan pertama kalinya dia tidak mengerjakan tugas. Palingan dia disuruh mengerjakannya sekarang juga atau tidak dia akan diminta berdiri di depan kelas. Sesuai dengan tebakan Laras, bu Ranti langsung menunjuk ke pintu kelas. "Keluar bawa buku tugasmu. Jangan masuk sebelum kamu mengerjakan tugasmu." "Baik Bu," Laras mendesah panjang. Dia merasa bahwa dia kemungkinan besar akan berdiri diam di depan kelas tanpa ada kesempatan untuk masuk. Lagi pula dia sama sekali tidak mengerti tugas yang diberikan, jadi dia mengambil buku tugasnya dan berjalan dengan lambat menuju ke luar kelas. Dari luar, Laras mendengar saat ini Bu Ranti sedang mengoceh dan berbicara panjang lebar untuk menegurnya dan mengingatkan murid lainnya agar tidak seperti dia. Laras memutar matanya. Dia bersandar di dinding, menikmati angin yang berhembus ke arahnya dan merasa kantuknya datang semakin berat. Di jam terakhir, para murid selalu mudah merasa kantuk. Terlebih lagi saat ini adalah pelajaran Matematika, entah dendam apa yang dimiliki oleh guru yang menentukan jadwal mata pelajaran untuk kelas ini sehingga memberi mereka pelajaran Matematika di jam akhir. Meski diminta untuk mengerjakan soal, Laras hanya membuka sekali buku soalnya dan segera menyerah. Benar saja, dia ditakdirkan untuk berdiri hingga bel pulang berbunyi. Namun karena pegal, Laras segera berganti menjadi berjongkok dengan punggung bersandar di dinding. Di menatap ke pot bunga yang berisi bunga berwarna ungu entah apa namanya. Ada beberapa murid yang lewat, Laras tidak peduli sama sekali. Dia membiarkan murid-murid itu melihatnya, lagi pula dia adalah murid yang sering menjadi obrolan para murid, jadi sebagian besar murid di sekolah ini pasti mengenalnya. Untuk orang-orang yang hanya pejalan kaki dalam hidupnya, Laras terlalu malas untuk peduli. "Laras?" Tubuh Laras segera membeku, dia mengangkat kepalanya. Melihat sosok Kevin kini berhenti tepat di depannya, Laras merasa waktu saat ini juga berhenti dan kepalanya langsung kosong. "Kenapa kamu ada di luar?" tanya Kevin heran, melihat ke dalam kelas 11 IPA 2 yang sedang sibuk dengan aktivitas belajar mengajar dan bingung ketika melihat murid ini hanya berjongkok di depan kelas. Kemudian muncul tebakan di kepala Kevin, "Kamu dihukum?" tanyanya dengan santai namun terdengar seperti ledakan bom di kepala Laras. Laras hanya diam, memperhatikan pemuda yang ditaksirnya kini melihatnya dalam keadaan yang memalukan. Hancur sudah semua kesan baik yang dia ciptakan dengan susah payah. Laras memiliki keinginan untuk mengubur wajahnya ke lututnya, dia tidak ingin melihat Kevin saat ini. Semua orang bisa melihatnya dalam keadaan seperti ini, tetapi kenapa harus Kevin yang muncul?! Melihat Laras tidak berbicara, Kevin tiba-tiba menemukan bahwa hal ini sedikit lucu, dia mungkin sedikit demi sedikit mulai memahami perilaku gadis di depannya itu. Jadi Laras yang terdiam tiba-tiba menemukan bahwa Kevin tiba-tiba berjongkok di depannya. Wajah pemuda yang tampan segera masuk kembali ke area pandangannya. "Aku beberapa kali juga diusir dari kelas karena bermain di kelas atau tidak mengerjakan tugas." Kevin berkata dengan tawa rendah, lalu menatap ke arah Laras penuh pengertian. "Jadi kesalahan apa yang kamu lakukan sehingga kamu juga diminta keluar dari kelas?" Laras menatap mata Kevin, tidak menemukan ejekan atau tatapan merendahkan sedikit pun dalam mata itu, dia menghela napas lega dalam hatinya. Benar saja, Kevin memang sosok yang terbaik. "Lupa mengerjakan tugas," jawab Laras dengan jujur, lalu menghela napas penuh dengan keluhan. "Padahal aku sudah ingat, tetapi aku lupa menyalin milik Rena, jadi ya aku baru ingat kembali ketika bel masuk tadi berbunyi." Kevin mengangguk, dia menunjukkan buku cetak di tangannya. "Baiklah, kalau begitu aku akan pergi ke perpustakaan untuk mengantar buku." Laras mengangguk cepat, "Ya, sampai jumpa besok." Setelah bergumam rendah, Kevin berjalan menjauh menuju arah perpustakaan. Laras menghela napas lagi, saat ini kesan Kevin padanya pasti akan berubah 180 derajat. Dia merasa kesal dan tiba-tiba memiliki keinginan untuk menyalahkan orang lain. Ya, ini salah Rena. Setidaknya sebagai teman, dia harus mengingatkannya berulang kali, bukan hanya sekali saja. Laras berdecak kesal. Berjongkok di depan kelas, namun akhirnya dipanggil oleh bu Ranti. Laras hanya dengan jujur mengatakan dia belum menyelesaikannya. Dia segera menerima omelan yang sangat panjang dan berliku, namun akhirnya guru itu menyuruhnya duduk di bangkunya kembali memintanya untuk memperhatikan kelas. "Baik Bu," kata Laras dengan ekspresi wajah yang patuh. Setelah dia kembali ke bangkunya, dia mendesah lega. Tatapannya dengan tajam tertuju pada Rena dengan penuh permusuhan. Rena yang memperhatikan papan tulis tiba-tiba menerima kilatan mata tajam, dia bingung. "Ada apa?" tanyanya dengan suara pelan. Namun Laras tidak menjawabnya, dia mendengus keras dan menolak untuk mengobrol dengan temannya itu. Rena dibuat pusing olehnya, namun karena sudah terbiasa dengan sikap Laras yang beruba-ubah lebih cepat daripada cuaca, dia tidak begitu terlalu memedulikannya. Setelah pulang sekolah, Laras masih merasa tidak senang. Dia berjalan di koridor sekolah, mengabaikan Rena sama sekali. "Ras, coba lihat deh," kata Rena memanggil temannya itu. Laras tidak mendengarkannya, dia berjalan dengan cepat dan tanpa henti. "Laras, cepat lihat, jangan nanti kamu bilang lagi aku tidak memberitahumu," desak Rena, sedikit kewalahan dengan Laras yang begitu susah dipuaskan. "Aku tidak peduli, enyah dari sisiku." Laras berjalan semakin cepat, berusaha untuk menjauh dari Rena. Tetapi Rena adalah seorang atletik yang sering berolahraga, berbeda dengan Laras yang memiliki tubuh lembut dan halus. Tak perlu usaha banyak, Rena segera menyusul Laras. Dia meletakkan ponselnya di depan gadis itu sehingga Laras bisa melihat dengan jelas apa yang ada di layar ponselnya. "Aku bilang aku tidak mau ... Apa ini?" tanya Laras tiba-tiba, ekspresinya berubah cepat dari enggan menjadi penasaran. "Anak basket sekolah kita mengadakan pertandingan bola basket dengan sekolah lain," kata Rena sembari menggoyangkan ponselnya tak sabar di depan Laras. "Kamu baca sendiri dan lihat, di situ tertulis jelas." Laras yang sangat tidak suka membaca terpaksa harus membaca kata demi kata yang ada di layar ponsel Rena. Matanya segera berbinar dan suasana hatinya menjadi naik ke puncak. "Ayo kita pergi sebentar sore!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD