Cinta Indah

1162 Words
Yang berkemah di atas bukit bukan hanya kelompok mereka saja, ada beberapa tenda yang tersebar jauh dengan aktivitas yang hidup. Laras memperhatikan beberapa wanita yang berjalan dengan handuk di pundak dengan memegang tas perlengkapan mandi. Dia menunjuk dan berkata, "Lihat mereka, sepertinya mereka akan mandi." Setiap orang mengikuti garis pandang Laras, mereka juga menemukan beberapa yang akan mandi. Rena bertepuk tangan senang, "Nah, ikuti saja mereka. Memanggil para cowok itu tidak nyaman, apalagi kita akan mandi." Meski Rena yakin bahwa Kevin dan para kakak kelas lainnya dapat dipercaya, hanya saja itu membuatnya gelisah mandi di ruang terbuka dengan pria di sekitar. Laras dan Rena mencapai kesepakatan bersama, mereka lalu berjalan bersama mengikuti kelompok wanita itu, sama sekali tidak peduli dengan apa yang ingin dilakukan Liana dan dua lainnya. Suara aliran air terdengar bergemiricing, air jernih panjang dengan bebatuan yang tersebar di sekitar. Beberapa ikan dapat terlihat berenang bebas dan lambat, namun ketika melihat penyusup datang menyerbu wilayahnya, dia langsung kabur dengan gerakan lincah. "Aish, aku pikir aku bisa menangkapnya." Rena menatap tak berdaya pada ikan yang telah menjauh darinya. Laras tertawa melihat kekonyolan temannya, dia kemudian ikut masuk ke dalam air. Pandangannya turun ke bawah, melihat ke dalam air berusaha untuk menemukan ikan juga. Kemudian dia mendesis untuk membuat isyarat diam kepada Rena. Tak jauh dari kakinya berada ada sebuah batu karang berukuran sedang, seekor ikan berdiam diri di sisinya tampak sedang berpura-pura menjadi batu atau mungkin hanya sekadar malas bergerak. Menjadikan pengalaman Rena sebagai pelajaran, Laras tidak langsung menyerbu untuk menangkap ikan. Dia mendekat secara diam-diam, berusaha untuk bertindak setenang mungkin dan tidak menimbulkan suara tambahan. Punggungnya membungkuk rendah, dengan kedua tangannya terulur siap masuk ke dalam air. Namun ketika dia hampir kehilangan kesabaran dan akan menangkap ikan, dia merasa dorongan dari punggungnya. Laras langsung melangkah ke depan dan jatuh ke dalam air. Air yang jernih menjadi kabur karena gerakan berlebihan Laras yang membuat pasir-pasir menyebar. Ketika air menjadi jernih kembali, ikan yang telah dibidik Laras telah hilang tanpa jejak. "Rena sialan! Mati kamu!" Laras langsung berdiri, bajunya terasa berat karena menanggung massa air. Dia langsung menuju ke arah Rena yang kini tertawa terbahak-bahak bahagia atas kemalangannya. Rena melihat Laras mendekat, dia langsung lari ke arah lain mencoba untuk kabur dan lepas dari jeratannya. Sayang sekali Laras bukan termasuk orang yang mudah menyerah, dia berniat untuk menjatuhkan Rena dan tidak akan berhenti sebelum teman tak dianggapnya itu jatuh ke dalam air. Kedua gadis bermain kejar-kejaran dan saling menjatuhkan di dasar sungai, suara tawa dan kekesalan terus bergema hidup terdengar samar hingga beberapa puluh meter. Tak jauh dari mereka, Kevin dan lainnya juga pergi ke sungai untuk membersihkan diri. Bagaimanapun perjalanan sebelumnya membuat tubuh penuh keringat dan lengket, tidak nyaman untuk terus menahan diri dari air. Namun berdasarkan kesadaran diri, tidak ada satupun yang melepas seluruh baju untuk mandi, baik perempuan maupun pria. Untuk para pria, mungkin mereka hanya melepas atasan saja, terpisah agak jauh dari kumpulan para gadis, namun masih dapat terlihat samar. "Ckck, aku hampir saja salah menduga Laras adalah bidadari yang turun dari kayangan." Dion berdecak, melihat ke arah Laras dan Rena yang bermain di dalam air. Melihat pemandangan itu sangat menyegarkan mata dan pandangannya. Wawan mengangguk setuju, "Dia pada dasarnya memang cantik, sayang sekali dia cuman tertarik pada Kevin." Kevin mendengar namanya disebut sehingga dia mengangkat kepalanya. Mengikuti pandangan Wawan dan Dion, dia melihat kejauhan di mana Laras dan Rena masih saling menjatuhkan dan mengejar. Suara tawa dan seruan kedua gadis itu terdengar renyah, membuat sebagian besar para pemuda di sini tak bisa menahan diri untuk melihat ke arah sana. "Apa yang kalian lihat, cepat bertindak dan kembali untuk menyiapkan makan malam." Randi menegur mereka dengan tenang, keningnya sedikit terajut tampak tidak senang. "Baik, baik, kami tidak melihat adik cantikmu lagi." Wawan tertawa dengan kedua tangan terulur ke atas untuk menunjukkan penyerahan dirinya. Randi tidak menjawab, hanya diam sibuk dengan urusannya sendiri. Laras menggosok rambut di kepalanya dengan handuk yang dibawanya. Karena dia tidak bisa melepas pakaian sepenuhnya, dia merasa tidak mandi dengan baik. Namun dengan air sungai yang jernih dan dingin, dia merasa segar hingga kesadarannya terjaga penuh. "Aku benar-benar tegang ketika ganti baju di dalam kotak kecil itu," kata Rena sembari mengangkat bahunya untuk menunjukkan keengganannya. Setelah mereka mandi seadanya di sungai, ada ruangan kecil yang dibuat di pinggir sungai dengan dinding yang terbuat rajutan jerami yang memiliki atap terbuka. Ruangan itu khusus dibentuk untuk berganti baju setelah mandi di sungai, hanya saja berganti baju beratapkan langit itu sedikit aneh dan canggung. Laras mengangguk, mendukung Rena sembari terus menggosok rambutnya yang masih basah. "Ya, aku bergerak cepat saat ganti pakaian." Kemudian dia menatap tidak senang pada handuk di tangannya, "Menjengkelkan tidak bisa memakai pengering rambut. Tadi pagi aku berencana membawanya, tetapi Randi dengan keji mengeluarkannya dan mengatakan tidak ada listrik di sini. Ck, aku merasa sekarang hidup sebagai tarzan." Rena melihat ke arah Laras dan tertawa, "Lagian kenapa kamu basahi rambutmu?" tanyanya dengan usil, dia bahkan menggerakkan kepalanya untuk menunjukkan rambutnya yang tidak basah kepada Laras. "Sialan, jika kamu tidak mendorongku, apakah rambutku akan basah?" Setelah memarahi, dia langsung mengejar Rena dan ingin untuk memukul temannya itu. "Hei hei, aku bawa air. Jangan buat aku lari!" Rena menghindari Laras dengan hati-hati, takut air di dalam ember yang dibawanya tumpah percuma. Laras melihat ke arah ember di tangan kanan Rena, lalu di tangan kiri gadis itu adalah tas untuk mengumpulkan pakaian kotor mereka. Setelah berpikir panjang, dia memutuskan untuk menjeda dendamnya itu. Kembali ke tenda, para pria sudah tersebar untuk mencari kesibukan. Api unggun yang mereka buat tadi telah lenyap, digantikan dengan tumpukan kayu yang rapi yang dikelilingi oleh batu di setiap sisi. Ada tempat pemanggang di atasnya yang berbentuk jeruji besi hitam, tampak telah digunakan berkali-kali. "Kita benaran akan makan barbekyu malam ini?" tanya Fajar— salah satu teman jalan Kevin kepada Wawan dengan pandangan tak percaya, dia berpikir bahwa hari ini dia akan menghabiskan malam dengan mie cup lagi sembari melihat taburan bintang. Wawan mengangkat bahunya, "Percaya atau tidak, aku juga tidak tahu." Wawan adalah inisiator yang mengajak mereka mendaki dan bermalam di atas bukit, semua rencana sebagian besar ada di bawah kendalinya. Ketika dia mengatakan dia tidak tahu, sebagian besar orang terkejut dan bahkan meragukan diri mereka akan makan barbekyu atau itu hanya ilusi semata. Pada saat mereka saling memandang dalam diam dengan keraguan masing-masing di mata mereka, Laras dengan handuk mandi di bahunya segera muncul menatap pemanggang daging yang telah siap. "Tenang saja, aku membawa daging yang telah dibumbui, sayuran, dan juga sosis! Barbekyu malam ini adalah tanggung jawabku." "Apakah kamu serius?" tanya Wawan dan Dion bersamaan, kebahagiaan di wajah mereka bahkan nampak. Laras menjawab dengan tatapan malu-malu ke arah Kevin, "Tentu saja ini untuk bisa makan bersama dengan Kevin. Aku tidak mungkin membiarkan orang yang aku suka makan makanan yang tidak enak saat sedang bersamaku." Tatapannya bertemu dengan Kevin, dia tidak membuang pandangannya malah tersenyum lebar mengungkapkan kebahagiaannya secara jelas dan nyata. "Bagaimana Vin? Cintaku sangat indah bukan?" tanyanya sembari mengedipkan mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD