Lingkungan Liar

1092 Words
Laras masuk ke dalam tenda, meletakkan tas besarnya yang sangat dia banggakan, kemudian membuka resleting untuk mencari isinya. Ketika dia dan Rena pergi belanja, hal yang paling mereka ingat adalah makanan, makanan, dan makanan. Bagaimanapun, di lingkungan liar, makanan sangat sulit untuk didapatkan, sehingga kedua gadis itu hanya memikirkan untuk membawa dominan makanan ke dalam tas mereka. Api unggun telah dibentuk di tengah-tengah tiga tenda yang membentuk titik segitiga sama sisi. Para murid itu berencana untuk memasak air dan membuat mie dengan nikmat. "Kalian hanya makan mie?" tanya Laras dengan heran. Ketika Laras bertanya seperti itu, sebagian besar menatapnya dan melihat makanan yang dibawanya. Mata mereka bersinar dalam bentuk harapan yang tak disembunyikan. Namun siapa Laras? Dia hanya bertanya, lalu segera mengambil tempat di sebelah Kevin. "Vin, lihat, aku bawa banyak makanan. Kamu mau makan apa?" Laras menggoyangkan rantang di tangannya, "Sebelumnya, aku meminta bi Ina memasak untukku. Porsinya cukup untuk kita berdua, eh tambah kakak terbaikku juga." Dia segera menatap ke arah Randi, dan terkekeh dengan jail. Randi hanya meliriknya dan mengabaikannya. Mendengar dengan jelas bahwa Laras hanya akan membagikan makanannya dengan dua pemuda di sekitarnya, yang lain hanya bisa mendesah kecewa. Mereka secara harmonis memeluk mie cup dalam pelukan mereka, seolah itulah satu-satunya harapan hidup dan mati mereka. Namun, Laras tidak begitu jahat kepada yang lain. Dia memberikan kemasan makanan keringnya untuk dibagi rata kepada setiap orang. Setelah itu dia mengabaikan semuanya dan hanya menempel senang di sisi Kevin sembari memakan sup kemasan, nasi, abon, telur, tempe kering, dan lauk lainnya yang sangat kaya dan terlihat lezat. Meski sebenarnya makanan-makanan itu tidak begitu lezat, tetapi karena sekarang makanan sangat terbatas, hal itu telah menjadi langka dan minat semua orang. Sayangnya, Laras tidak lagi mengembankan minat untuk berbagi setelah memberikan satu kepada yang lainnya. Semua orang makan dengan obrolan yang seru. Mungkin karena lelah mendaki sedari tadi, maka setiap orang benar-benar mengambil kesempatan untuk beristirahat dan bermalas-malasan bersama. Setelah selesai makan, Laras merasa sangat kenyang dan puas. Dia melihat kemasan mie cup yang kosong lainnya, dan tiba-tiba terkikik kasihan atas kemalangan orang lain. "Ras, mau mandi?" tanya Rena, dia juga baru selesai makan dan segera datang mendekati temannya itu setelah melihat Laras juga sudah selesai. Laras mengangguk, namun kemudian dia menatap Rena dengan heran. "Kita mandi dimana?" tanyanya sembari mengedarkan tatapannya ke sekeliling. Yang dia lihat hanyalah hutan di setiap sisi, tak ada pemukiman warga, tempat mereka bisa singgah untuk mandi. "Dimana kamu ingin mandi?" tanyanya dengan waspada, seolah sedang menjaga-jaga apakah Rena akan mengatakan sesuatu berbahaya seperti membiarkannya mandi di kali, sungai, laut, atau sejenisnya. Benar saja, Rena akhirnya mengatakan sesuatu yang dihindarinya. "Aku sudah bertanya pada kakak kelas yang lain, mereka mengatakan ada sungai di bagian barat. Kita bisa mandi dan ambil air dari sana," kata Rena dengan raut wajah tenang seolah yang dia katakan adalah hal wajar. "Mandi? Di sungai? Kamu gila?" Laras melebarkan matanya, menjauhi Rena secara alami lebih dekat lagi pada Kevin yang ada di sisi kirinya. Dia langsung tersenyum dengan genit dan menatap Kevin penuh tatapan manja, "Vin, masa aku diajak mandi ke sungai, bagaimana kalau ada orang m***m yang mengintip?" ucapnya dengan helaan napas menyedihkan. Kevin melirik Laras yang sangat dramatis, dia tiba-tiba merasa bahwa Laras sangat cocok menjadi aktris. Dengan penampilan dan kebiasaannya dalam akting, dia pasti lolos casting dengan mudah. "Tidak ada yang akan mengintipmu," kata Kevin seadanya. Laras mengerucutkan bibirnya, dia berpikir sebentar, lalu melirik ke arah Rena yang kini memasang ekspresi jijik ke arahnya. "Apa tatapanmu itu?" tegurnya. Rena mendengus keras, dia berbalik dan berjalan menjauhi Laras. "Jika kamu tidak mau mandi, maka teruslah hidup dalam keringat semalaman." Setelah mengatakan itu, dia segera masuk ke dalam tenda untuk mengambil handuk serta pakaiannya. Kata-kata yang dikeluarkan Rena bagaikan guntur yang menggemuruh di telinga Laras. Dia langsung berpikir jernih. Saat ini dia berkeringat karena habis jalan mendaki dengan lelah, pasti saat ini dia berkeringat ke sekujur tubuh. Apa mungkin dia bau dari tadi? Tapi dia sudah mendekati Kevin, jika itu benar, maka ini akan menjadi aib yang memalukan! Kepala Laras menoleh dengan kaku ke arah Kevin, dia menatap dengan panik dalam diam ke arah Kevin. Laras benar-benar ingin bertanya pada pemuda tampan di sampingnya itu, apakah dia benaran bau. Tetapi jika itu benar, maka Laras berpikir, dia mungkin akan menemukan jurang nanti dan lompat sesegera mungkin. "Ada apa?" tanya Kevin ketika menemukan Laras menatapnya intens tanpa mengatakan apa pun. Laras langsung bangkit berdiri dan berjalan menjauh, dia menggelengkan kepala dengan kaku dan lari masuk ke dalam tenda mengikuti jejak Rena. "Kenapa kamu baru mengingatkanku bahwa aku sedang berkeringat sekarang?!" Dia menyerbu Rena yang masih mengutak-atik isi tasnya. "Hei, pergi. Jangan ganggu aku," Rena berusaha keras lepas dari jeratan Laras. Dia melotot marah, mengambil peralatan mandinya dan bangkit. "Bahkan sebelum aku bisa bicara padamu, kamu langsung mendekati Kevin. Apakah aku punya kesempatan untuk mengingatkanmu? Tidak, aku tidak punya." Laras memutar matanya, mencibir diam mendengar ocehan Rena. Ketika temannya itu akan keluar, dia langsung menahannya. "Tunggu sebentar, aku juga ikut mandi." Dia langsung mengambil pakaian serta peralatan mandinya dari dalam tas. Ketika para gadis mengetahui Laras dan Rena akan mandi, mereka juga segera mengikuti. Bagaimanapun, sekarang mereka ada di alam bebas, tidak ada yang berani bergerak sendiri-sendiri hanya untuk mandi di sungai. Selama bisa bergabung dengan banyak orang, tidak ada yang ingin melepaskan kesempatan itu. Namun kemudian, kelima gadis itu terdiam dengan peralatan mandi di tangan mereka. Mereka tampak berperang dengan batin sendiri tentang suatu konflik yang berat. Liana akhirnya tidak bisa tenang dan membuka mulut, "Apakah kalian tidak tahu dimana letak sungainya?" "Bukankah kamu tahu?" Laras segera menoleh ke arah Rena. "Aku tahu," kata Rena mengangguk dengan santai. Kemudian dia mengulangi ucapannya sebelumnya yang dia beritahukan kepada Laras, "Sungai ada di bagian barat." Setelah mengatakan itu, dia kembali diam mengamati ekspresi setiap orang dengan penuh minat. "Jadi dimana barat?" Fafa bertanya dengan ragu. Kelima gadis itu saling memandang namun akhirnya tidak ada yang angkat suara, ini hanyalah keadaan bahwa mereka semua setuju tidak ada yang mengetahui atau mengenal arah yang bernama Barat itu. "Bukankah kamu mengatakan kamu tahu?" Laras sangat gemas dengan temannya itu, ingin sekali dia mencekiknya dan membuangnya ke hutan untuk menjadi makanan binatang buas. Rena menggelengkan kepalanya, menatap Laras dengan penuh percaya diri, "Aku bilang aku tahu, tetapi hanya teori. Lagian, ini pertama kalinya aku berada di sini." "Bodoh," Laras mendengus, kemudian dia mengacak kepalanya kesal. "Aku mana tahu barat, yang aku tahu hanya kanan, kiri, depan, belakang." Kemudian, mereka kembali ke kesunyian yang tenang. Lalu akhirnya salah satu di antara mereka memberi saran, "Ayo minta petunjuk dari para lelaki."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD