Barbekyu

1464 Words
Setelah Laras mengatakan hal itu, orang-orang di sekitar langsung bersorak dan bersiul dengan gembira. Terlebih lagi Laras telah menjadi dermawan untuk makan malam mereka, sehingga mereka tidak ragu-ragu untuk mendukungnya. Saat ini sudah waktunya senja, langit telah meredup, hanya meninggalkan cahaya merah keemasan di garis cakrawala sebelah barat. Kebetulan gadis itu sedang membelakangi cahaya matahari sehingga wajahnya menjadi gelap dan samar, namun meski begitu senyumannya tetap bersinar sehingga tak satu pun orang bisa mengalihkan pandangan darinya. Tatapannya berkedip dengan nakal ke arah Kevin, mengungkapkan godaan serta candaan dalam satu waktu. Kevin meliriknya sekilas, lalu segera mengalihkan garis pandangnya ke arah lain. Tidak diketahui apa yang dipikirkannya, dia tetap diam namun wajahnya tak begitu menunjukkan pertentangan seperti sebelumnya. "Keringkan rambutmu," tegur Randi, mengatur ranting-ranting kayu yang dikumpulkannya untuk memanggang barbekyu sebentar malam. Laras berdecak lidah, merasa kesal sama kakaknya yang tidak bisa membaca suasana. Jelas saja suasana barusan sangat pas dan tepat untuk mengubah pandangan Kevin padanya. Seperti layaknya di film atau drama-drama, sepasang pemuda dan gadis saling menatap dalam diam, lalu timbul rasa asing yang bernama cinta dan mereka akan hidup bahagia selamanya! Sayang sekali suasana yang tepat dan langka itu dibuyarkan oleh kakak sepupunya yang kutu buku dan hidup serta mati hanya bersama buku. "Aku sedang berjuang mengeringkannya, sayangnya tidak ada pengering rambut." Laras mengangkat handuk, kembali menggerakkan tangannya dengan ogah-ogahan untuk mengeringkan rambutnya. Dia kemudian melirik ke arah alat pemanggang tradisional yang berbentuk jeruji-jeruji besi. Sedikit penasaran bagaimana mereka dapat memperolehnya, "Ran, dapat itu darimana?" tanyanya dengan penasaran. Randi mengatur ranting terakhir, meletakkan alat pemanggang di atas tumpuan batu dan menjawab pertanyaan Laras tanpa menoleh ke arah penanya, "Pinjam." "Oh? Pinjam darimana?" Laras menoleh ke sekitar, memeriksa setiap tenda yang berdiri di sekitar untuk mencari tahu siapa kira-kira yang berbaik hati, melepaskan kesempatan makan barbekyu untuk mereka. "Keluarga, mereka juga datang ke sini. Tadi baru saja kembali," jawab Randi. "Siapa? Keluargamu kan keluargaku juga, kenapa tidak bilang-bilang? Mungkin aku bisa minta persediaan mereka yang tersisa." Laras menghela napas panjang, tidak puas dengan kakaknya yang tidak memenuhi harapannya. Randi meliriknya sekilas. "Keluarga ayah, kamu tidak kenal. Keluarkan daging yang kamu bawa dan lainnya," pintanya. Laras dan Randi terhubung dalam keluarga karena hubungan saudara ibu Laras dan ibu Randi, jadi memang benar bahwa Laras tidak begitu mengenal keluarga dari pihak ayah Randi— Raka. Mendengar perintah dari kakak sepupunya, Laras segera masuk ke tendanya dan memberi isyarat kepada Rena untuk bergerak juga. Bagaimana pun mereka membawa banyak bahan sehingga Laras dan Rena membagi muatan di tas masing-masing secara adil dan merata. Laras mengeluarkan kotak plastik yang berisi sosis dan sayur-sayuran yang telah dia siapkan dengan rapi dan terjaga dengan bantuan dari bi Ina. "Ayo berikan aku dagingnya," desak Laras, tidak membiarkan Rena membawa satu pun bersedia barbekyu. Menurutnya, dia harus membawa semuanya sendiri agar Kevin bisa lihat bahwa semua ini adalah hasil dari perbuatannya yang baik dan mulia. Tentu saja Rena paham dengan pemikiran sederhana Laras. Dia dengan senang hati melemparkan beban membawa bahan-bahan barbekyu itu kepada Laras. Bagaimana pun, tidak memiliki tugas sama sekali juga merupakan hal baik yang patut disyukuri. Selama masih ada orang yang berniat rajin, maka Rena tidak masalah menjadi malas. Dengan begitu, Laras memeluk semua bahan barbekyu dengan kewalahan, tetapi senyumannya menjadi semakin melebar. Dia menyediakan semua bahan itu dengan memperkirakan jumlah kehadiran setiap orang, jangan sampai karena kerakusan orang lain, Kevin yang dia kasihi malah tidak kebagian. Randi langsung berdiri mengambil sebagian besar beban yang Laras bawa, tatapannya secara sengaja atau tidak sengaja melintas sekilas ke arah Rena lalu ditarik dan berbalik untuk pergi. Rena, "..." Dia merasa Randi kini berpikir bahwa dia tidak ingin membantu Laras dan hanya diam melihatnya kesulitan. Itu jelas saja Laras yang tidak ingin dibantu! Merasa sedih karena telah disalahpahami, Rena melirik ke arah gadis yang dia kadang sebut teman itu. Gadis itu kini malah tersenyum sangat cerah menunjukkan kebanggaan dan kesombongan yang jelas, tampak ingin menunjukkan kepada dunia bahwa dia adalah yang terbaik. Tak lama waktu berlalu, sinar matahari segera menghilang tanpa jejak. Di malam hari, ada tiga lampu LED berbentuk lentera yang menyala menyinari di sekitar tiga tenda yang berdiri. Bersamaan dengan itu, beberapa lampu LED lainnya juga terlihat di tenda-tenda lainnya yang menyebar tak jauh dari mereka. Di tengah tiga titik tenda, ada sebuah alat pemanggangan sederhana yang dibuat dadakan dan seadanya. Randi dan Wawan bertugas untuk menjaga api bara agar tetap hidup namun tidak terbakar. Sedangkan Laras dengan Rena, bersama-sama menyebarkan daging di atasnya bersama sosis dan juga cumi-cumi yang segar. Semua bahan telah dibumbui, sehingga ketika berada di kondisi panas yang pas, asap menyebar mengibarkan aroma yang menyenangkan hidung hingga membuat orang di sekitarnya menelan ludah tak sabar. Liana tidak pernah menyukai Laras, dia selalu merasa gadis itu sangat menyebalkan dan tidak menghormati senior. Namun untuk kali ini, dia membuang kebenciannya dan bergabung dengan gadis itu. "Lihat itu sudah matang," katanya sembari menunjuk ke salah satu daging yang ada di atas alat pemanggang. Laras menggelengkan kepalanya, membalik daging itu dengan santai. "Tidak, masih mentah." Dia dengan tegas mengakhiri keinginan Liana yang diam-diam ingin menyabotase daging khusus yang dia panggang untuk Kevin. "Ren, minta piring." Laras mengangkat tangan kirinya, jari-jarinya mengibas-ngibas memberi isyarat agar Rena bergerak cepat. Rena melihat ke piring plastik yang juga telah disediakan Laras yang sangat teliti untuk beberapa hal saja. "Nih," dia dengan patuh menyerahkannya langsung kepada sang tuan putri. Sang tuan putri menerima piring dengan semangat, dia mengambil daging dan sosis menggunakan penjepit makanan dengan lincah. Dia kemudian menoleh ke belakang untuk melihat Kevin dan teman-temannya yang sedang duduk sembari mengobrol entah tentang apa. "Vin, kamu mau cumi-cumi juga?" tanyanya dengan riang tampak bahkan jika Kevin ingin bulan maka dia akan segera memanjat langit untuk meraihnya. Kevin melihat piring dan penjepit makanan di tangan Laras dan tahu bahwa gadis ini akan memberikan daging yang dari tadi dia panggang kepadanya. Segera dia menggelengkan kepalanya untuk menolak, "Tidak," jawabnya. Laras mengangguk cepat, dia langsung menyerahkan penjepit makanan itu kepada Liana. "Kamu panggang yang lain," katanya sebelum mengambil beberapa lembar selada hijau dan wortel ke sisi piring dan bangkit setelah mengambil dua pasang sumpit sekali pakai untuk berjalan mendekat ke arah Kevin. "Coba Vin, barbekyu cinta dari Laras Filandari. Pasti enak!" Dia segera mengambil posisi duduk di sebelah Kevin, mengulurkan tangan kanannya untuk menyerahkan sumpit dengan tangan kiri yang memegang piring berisi daging dan sosis. Kevin merasa agak canggung dengan perilaku Laras, namun tidak baik untuk menolaknya, terlebih lagi aroma daging yang meresap bumbu memang sangat menggoda. "Terima kasih," katanya sebelum menjepit daging dengan sumpit dan memakannya. Tatapan Laras berbinar tertuju pada Kevin, mengantisipasi dengan sangat mendebarkan bagaimana reaksi pemuda yang dia taksir ketika memakan daging hasil yang dia panggang dengan kedua tangannya. Bagaimana pun ini masih dikatakan bahwa dia memasak untuk Kevin! Mungkin tatapan Laras terlalu jelas tanpa niat disembunyikan sehingga Kevin tidak dapat mengabaikannya. Dia menggigit daging di dalam mulutnya, dia terkejut dengan lembutnya daging ketika digigit dan rasanya yang benar-benar nikmat. Itu seperti meleleh di lidahnya, hanya butuh beberapa detik untuk segera menghilang ke tenggorokannya. Sensasi itu membuat orang ingin mengambilnya lagi dan mencoba rasa itu kembali. Setelah menyelesaikan satu potong daging, Kevin akhirnya membalas tatapan gadis di sampingnya itu. "Bagaimana rasanya? Apakah enak? Aku memanggangnya sendiri, sungguh seratus persen usahaku." Laras berkata dengan sungguh-sungguh dan semangat seolah sedang mempromosikan diri sendiri. Sedangkan untuk bagian Randi yang terus menegurnya dan mengarahkannya ketika sedang memanggang tadi sama sekali hal yang tidak perlu disebutkan. Kevin mengangguk, menjawab dengan jujur pertanyaan gadis itu. "Enak," katanya seadanya. Meski itu hanya jawaban singkat tanpa nada pujian sama sekali, namun Laras sudah merasa bisa melayang ke awan. Dia tersenyum dan terkikik bahagia, niatnya untuk makan bersama Kevin di satu piring langsung sirna. Segera dia menyerahkan piring di tangannya kepada Kevin. "Kalau begitu makan semuanya, aku akan memanggang lagi." Laras berkata dengan semangat, bangkit berdiri kembali ke tim pejuang di dekat area pemanggangan daging. "Kamu—" ucapan Kevin belum selesai namun gadis itu sudah pergi dengan langkah cepat. Pemuda itu mendesah pelan, menundukkan kepalanya untuk melihat piring di tangannya. Jika dipikir-pikir lagi, tampaknya Laras sangat mementingkannya dalam setiap tindakannya. Padahal di matanya, gadis itu hanyalah gadis manja yang suka membuang-buang uang, agresif, dan tidak malu menunjukkan emosinya di depan umum. Setiap saat Kevin merasa Laras sangat mengganggu hingga berharap bisa menjauh dari gadis itu. Hanya saja jika dia mengabaikan perasaannya sendiri dan memikirkan setiap tindakan Laras, Kevin merasa aneh dan tidak dapat membencinya. Di bawah langit di kelilingi oleh hutan di setiap sisi, suasana malam sangat terasa. Terkadang suara burung dan binatang kecil terdengar samar-samar, dengan angin malam yang berhembus membuat badan menggigil kedinginan. Di satu tempat, beberapa remaja berkumpul di alam terbuka, menikmati kebersamaan dan mengelilingi alat barbekyu sederhana yang menampung makan malam lima belas remaja. Suara canda, tawa, dan obrolan terdengar riuh. Nampak sangat semangat dan juga menyegarkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD