Di Taman Kota

1121 Words
Hari pertama liburan semester, Kevin pergi ke taman kota bersama teman-temannya. Di sana ada lapangan basket yang biasanya mereka gunakan untuk bermain jika sekolah tutup seperti saat ini. Saat ini masih pagi hari, beberapa aktivitas di taman kota seharusnya kurang. Namun berhubung liburan telah dimulai, tempat ini menjadi salah satu yang menjadi tujuan beberapa anak muda. Tak terkecuali Kevin dan temannya. Dia bermain basket untuk waktu yang lama di bawah sinar matahari kuning keemasan, keringat muncul di tubuhnya setetes demi setetes meluncur turun memberi kesan maskulinitas. Beberapa gadis yang duduk di bangku penonton tidak bisa untuk tidak mengalihkan pandangan mereka ke arahnya. Beberapa bahkan mengangkat ponsel dan membuka kamera lalu membidiknya dengan diam-diam. Jika Laras ada di sini, dia pasti tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk mengeluarkan pujian yang sangat keras untuk Kevin. Setelah bermain cukup lama, Kevin pamit kepada teman-temannya dan memisahkan diri untuk membeli air mineral. Namun dia tidak menyangka akan melihat sosok dikenalnya di pinggir taman bagian tempat perkumpulan pedagang kaki lima sedang menjual minuman. Kevin menyipitkan matanya dengan hati-hati, memeriksa untuk memastikan dia tidak lihat sebelum berjalan ke arah sana. "Tania?" panggil Kevin dengan suara bertanya, seolah tidak menyangka gadis itu akan ada di sini. Tania saat ini sedang tersenyum kepada seseorang yang membeli minumannya, dia memberikan uang kembalian ketika mendengar suara Kevin. Matanya menunjukkan ekspresi terkejut, menatap ke sekitar lalu kembali melihat ke arah Kevin. "Kak Kevin juga ada di sini?" tanyanya dengan bingung. Kevin mengangguk, dia berhenti di depannya untuk melihat apa saja yang dijual Tania lalu mengambil botol air mineral dan membayar. "Main basket," katanya sembari mengulurkan uang untuk diberikan kepada Tania. Tania segera melambaikan tangannya, mundur dari jangkauan tangan Kevin yang terulur. "Tidak, tidak, tidak perlu membayar," katanya dengan gugup. "Jangan seperti ini," ujar Kevin, meletakkan uang kertas biru nilai lima puluh ribu ke atas meja dagangan Tania. "Kamu menjual, aku membeli, jadi wajar jika aku membayar." "Tidak perlu, Kak." Tania tetap menolak, menyerahkan kembali uang tersebut kepada Kevin. "Ini harganya tidak seberapa, lagi pula Kak Kevin sudah banyak membantuku." Melihat ketidaknyamanan gadis itu, Kevin mau tidak mau mengambil kembali uangnya dan meletakkannya di sakunya. Namun dia tetap berdiri di tempat, tampak tidak memiliki rencana untuk pergi saat ini. "Kamu selalu menjual di sini?" tanya Kevin sekadar basa basi. Namun ketika dia memikirkannya lagi, dia sudah sering bermain basket di sini atau hanya jalan-jalan, tetapi dia tidak pernah melihat sosok Tania. Benar saja, Kevin melihat Tania menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku baru saja melakukannya hari ini. Kebetulan teman ibuku memiliki sebuah toko dekat rumah sedang mencari seseorang untuk menjual minuman di taman, jadi aku menawarkan diri untuk mencari beberapa uang tambahan. Lagi pula kita juga memiliki waktu libur yang panjang," kata Tania, menjelaskan dengan sangat perlahan dan suara pelan namun jelas. Seseorang datang mendekat untuk membeli minuman, Tania langsung mengalihkan fokusnya dari Kevin dan dengan ramah menanyakan apa yang diinginkan orang tersebut. Melihat gadis tersebut sibuk, Kevin tetap diam untuk tidak mengganggunya. Dia hanya dengan tenang memperhatikannya tersenyum kepada orang lain dan berbicara begitu lembut dan ramah. Kevin tiba-tiba merasa Tania sangat enak dipandang. Apalagi ketika dia tanpa sadar membandingkan Laras dan Tania di dalam kepalanya. Laras— gadis keras kepala yang selalu mengatakan hal-hal berlebihan dan berperilaku lengket serta bisa memikirkan hal-hal jahat di otaknya tentu saja tidak dapat dibandingkan dengan Tania— gadis yang lembut dan baik hati. Awal Kevin bertemu Tania bahkan adalah ketika Tania membantu Kevin menemukan dompetnya yang jatuh di depan gerbang. Sejak saat itu, kesannya pada Tania sangat baik. Namun dia tidak menyangka, pada saat itu Laras akan memiliki pikiran yang buruk dan malah berkata kasar pada Tania karena alasan yang tidak masuk akal. Bukan saja hanya sekali, tetapi Laras melakukan hal tersebut berulang kali. Kevin tentu saja tidak bisa menerimanya, terutama karena dia sangat menghargai gadis di dekatnya itu. Sejak saat itu, setiap hari Kevin akan pergi ke taman kota dan bermain basket. Lalu dia akan menuju ke tempat pedagang kaki lima untuk bertemu dengan Tania yang masih menjual minuman. Namun sering kalj ketika dia membeli minuman, Tania selalu menolak untuk menerima bayaran darinya. Itu membuat Kevin agak tidak berdaya, bagaimana pun dia merasa bersalah seolah telah mengganggu penjualan Tania. "Baiklah, jika kamu terus seperti ini, aku akan membeli minuman dari tempat yang lain mulai sekarang," kata Kevin dengan tak berdaya. Tania langsung memasang ekspresi panik, berulang kali menggelengkan kepalanya lalu merenung dengan hati-hati. "Hum, untuk Kak Kevin akan ada diskon 80 persen, jadi bayar dua ribu saja." Kevin tertawa, "Diskon 10 persen," tawarnya menaikkan harga. "70 persen," Tania juga ikut menawar dengan serius. Kevin menggelengkan kepalanya, berpikir lalu menawar lagi, "Kalau begitu 20 persen." Mendengarnya, Tania mau tidak mau tersenyum kecil merasa geli dengan tingkah laku mereka. Namun dia tetap menawar kepada Kevin. "60 persen." "Jangan seperti ini, jika aku membeli semua minumanmu, maka kamu tidak akan memperoleh untung." Kevin segera berkata dengan bercanda. Namun mendengar candaan Kevin, Tania menjadi cemas seolah memikirkan jika hal itu benar-benar terjadi. Meski dia tidak masalah jika Kevin mengambil semua minuman ini dan dia tidak mendapatkan untung, tetapi masalahnya ini bukan jualannya. Tania mungkin saja dapat memberi gratis satu, tetapi untuk semuanya ... itu mustahil. Melihat Tania tidak lagi berbicara dan diam termenung dengan cemas seolah menemukan masalah yang lebih sulit dari soal Matematika, Kevin merasa itu lucu dan tertawa rendah. "Aku hanya bercanda, aku tidak akan mengambil semua minumanmu. Diskonnya 50 persen, tidak ada tawaran lagi." Tania membuka mulutnya, ingin menolak namun merasa sepertinya itu tidak masalah jadi dia mengangguk malu. Bagaimana pun, Tania tahu bahwa Kevin berasal dari keluarga yang terpandang. Minuman sepuluh ribu bagi Kevin bahkan tidak terlihat di matanya, jadi Tania merasa itu tidak perlu bagi Kevin pikirkan. Apalagi memperdebatkan harga minuman tersebut terus menerus, Tania baru saja menyadarinya dan merasa sangat malu. "Kak Kevin akan pergi kemana?" tanya Tania segera mengubah topik pembicaraan, dia menerima uang lima puluh yang diserahkan Kevin dan memberinya kembalian dengan cepat. Kevin kali ini tidak menolak, dia mencari tempat duduk di dekat untuk minum dan kemudian menjawab pertanyaan Tania. "Seperti biasa, pulang atau ngumpul dengan Wawan dan lainnya. Ini sebenarnya tergantung ada kegiatan menarik apa yang mereka temukan." Kevin menjawab dengan jujur, lalu dia menolehkan kepalanya ke arah Tania. "Jika aku pergi bermain dengan temanku, apakah kamu akan ikut lagi?" tawarnya dengan senyuman kecil. Wajah Kevin sudah sangat tampan, dilapisi dengan sinar matahari keemasan dan ditambah dengan lekukan bibir ke atas membuat Tania tanpa sadar terhipnotis olehnya. Tania mengerutkan kedua bibirnya rapat, tampak tidak tahu untuk menjawab pertanyaan mudah itu. Namun seolah dia memikirkan sesuatu, pandangannya menjadi redup tertutup oleh kelopak mata yang terkulai. Dia mengangguk pelan, "Jika Kak Kevin tidak keberatan, aku juga ingin mencoba pergi bermain di beberapa tempat," jawabnya dengan senyuman. Kevin mengangguk begitu saja. "Oke," janjinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD