Mengirim Kue

1270 Words
Ketika kue telah jadi, Laras dan Rena saling menatap lalu melihat ke arah kue yang tampak sangat tipis dan yang lainnya yang mengembung seolah akan meledak. "Kue ini ..." Laras berkata dengan susah payah dan akhirnya mengambil pisau kue untuk memotongnya. Kue miliknya terlalu tipis, mungkin hanya sekitar satu sentimeter saja. Itu sangat lembek ketika dipotong, sehingga ketika Laras mengambil dengan tangannya, kue itu segera jatuh berhamburan. Lain halnya terjadi pada kue buatan Rena. Kue buatan Rena mengembung besar, kira-kira hampir sepuluh sentimeter. Rena juga mencoba memotong kuenya untuk dicicipi, tetapi pada akhirnya dia menyerah karena kue itu sangat keras sehingga dia harus menggunakan kekuatan ekstra untuk sekadar memotongnya, apalagi mencicipinya. Tidak, Rena belum ingin menyakiti giginya. Setelah sibuk untuk waktu yang lama dan berperang dengan otak, hasil akhirnya mengecewakan usaha sehingga mereka berdua tampak kecewa dan memiliki mood yang tidak baik di pagi hari yang cerah ini. Akhirnya, ketika Laras dan Rena berangkat, mereka berdua singgah di toko kue dan membeli brownies lalu bergegas ke sekolah. "Ini semua karena kamu," kata Laras, hatinya masih sakit ketika mengingat semua kerja kerasnya akhirnya tak mewujudkan hasil yang memuaskan. Kue yang dia buat dari jerih payahnya sendiri hanya berakhir di dalam tempat sampah. Laras sempat merasakan sedikit kue buatannya, tetapi dia merasa itu sangat mengerikan. Dia tidak mungkin membiarkan Kevin merasakan makanan yang mengerikan dan hancur seperti itu. "Kenapa salahku?" tanya Rena tidak mengerti. Dia mengambil sepotong kue brownies dari hadapannya dan memakannya dengan nikmat. Mereka membeli banyak kue brownies, oh bukan mereka, itu adalah Laras. Entah gadis itu ingin membalas semua kue yang hancur sehingga beli sangat banyak, atau sekadar kebiasaan yang mengeluarkan uang tak tanggung-tanggung. "Iya, salah kamu. Kamu mengacaukannya, jelas saja kamu tidak mengikuti tutorial dan memasukkan semua bahan dengan ngasal." Laras mengambil kue rasa stroberi dan memakannya. Matanya segera menyipit bahagia ketika rasa manis menghampiri lidahnya dengan kelembutan kue yang memanjakan. Ketika Rena mendengar tuduhan Laras, dia terkekeh geli. Terus makan kue dengan nikmat tanpa memedulikannya lagi. Siapa yang meminta bahwa Laras adalah seorang tuan putri yang bisa mengatakan apa pun dan menyalahkan siapa pun. Rena yang hanya seorang rakyat biasa tidak bisa begitu saja membuat gadis itu kesal. Lagi pula dia sama sekali tidak peduli. "Jadi kapan kamu akan mengirim kue ke Kevin?" tanya Rena, melihat banyaknya kue yang tersebar di atas meja mereka. Dia tidak tahu, kue yang mana yang akan dikirim Laras dikirim Laras untuk Kevin. Laras juga melihat ke arah banyaknya kue yang tersebar di atas meja mereka berdua. Pikirannya melayang sesaat, lalu dia menghela napas. "Bagaimana jika aku mengubah kan ke menu lain? Aku tidak ingin mengirim kue kepada Kevin." "Hah?" Rena menatap Laras dengan tatapan tak percaya, seolah dia mengatakan apakah Laras sedang bercanda padanya. "Kita membuat kue susah payah dan gagal, lalu kamu membeli banyak kue dengan duit yang banyak. Lalu kamu mengatakan tidak ingin mengirim kue?" Mereka bangun sangat cepat tadi pagi, dan berangkat ke sekolah juga lumayan cepat meski banyak waktu terbuang untuk membuat kue yang akhirnya berakhir di tempat sampah. Di kelas, telah ada beberapa murid lainnya, namun masih sedikit hanya sekitar empat atau lima murid saja. Laras berpura-pura tidak mendengarkan ucapan Rena, namun dia tampaknya disadarkan olehnya. Dia lanjut makan kue ras stroberi di depannya dan akhirnya mengangguk lemah. "Baiklah, aku akan mengirim kue ini nanti." "Yang mana?" tanya Rena, dia melihat ke banyaknya kue yang dibeli Laras, berharap Laras tidak akan memberikan kue incarannya kepada Kevin. "Ini, ini, ini, dan ini!" Laras memilih kue dengan mudah, memasukkannya ke dalam tas kemasan dan menyisihkannya. Rena langsung cemberut ketika kue yang banyak di atas mejanya tinggal beberapa saja. "Kenapa sangat banyak, Kevin tidak mungkin menghabiskan semuanya," katanya sembari melirik ke tas kain yang berisi kue, berharap Laras akan mendengarkan kata-katanya dan mengembalikan beberapa kue itu. Laras yang sudah sangat mengenal baik temannya itu tentu saja tahu apa isi pikirannya, dia mendengus keras, melotot tajam ke arah Rena. "Ini bukan untuk dimakan semua untuk Kevin. Di kelas Kevin ada banyak temannya, jika aku memberikan sedikit, kemungkinan Kevin hanya makan satu potong atau bahkan tidak sama sekali. Jadi aku membeli banyak agar Kevin bisa memilih yang dia suka dan sisanya diberikan kepada semua orang-orang kelaparan di sekitarnya." "Oh ..." Rena mendengarkan penjelasan masuk akal Laras dan akhirnya menyerah, yang penting dia masih memiliki banyak kue untuk dimakan di sini. Dia mengambil beberapa di atas meja yang menurutnya terlalu manis atau tidak sesuai seleranya untuk dibagikan kepada murid-murid lain. Waktu terus berjalan, para murid segera datang bagaikan air yang mengalir mengisi tempat duduk yang awalnya kosong tanpa jejak kehidupan. Laras melihat jam dinding dan memperkirakan Kevin sudah datang ke kelasnya. Jadi dia bangkit dengan tas kain di tangannya, lalu melambai ke arah Rena dan berjalan dengan suasana hari senang ke arah kelas 12 IPA 1. Dia telah sering pergi ke kelas itu, jadi dia sama sekali tidak meras canggung. Tetapi meskipun ini adalah pertama kalinya dia datang, dia tetap tidak akan merasa canggung pun. Laras memiliki karakter yang membuatnya selalu merasa percaya diri di mana saja kapan saja. Lagi pula jika dia tidak malu, maka orang lain yang akan merasa malu. Dia mengintip dari pintu kelas, menyapu seluruh ruang kelas dan akhirnya tatapannya berhenti ke kumpulan anak laki-laki yang ada di belakang kelas. Laras terkikik dan akhirnya berjalan masuk ke dalam ruang kelas kumpulan kakak-kakak kelas itu. Dia pertama-tama mengeluarkan kue dengan topping keju dan cokelat, lalu meletakkan di atas meja Randi dengan gerakan alami, kemudian tanpa mengatakan apa pun dia lanjut berjalan menuju ke posisi paling pojok di belakang, dimana laki-laki berkumpul di sana sedang membahas sesuatu yang menarik. "Kevin, selamat pagi!" Laras segera masuk ke area percakapan mereka dan menyapa Kevin dengan senyuman indah dan tatapan cerah. Semua pemuda melihat ke sosok gadis yang cantik yang terselimuti oleh sinar matahari pagi yang tembus dari jendela. Kebanyakan dari mereka merasa jantungnya terpanah dan membalas salam Laras. "Pagi!" seru mereka semua. Laras mengabaikannya, dan tatapannya masih tertuju kepada Kevin yang terkejut dengan kehadirannya. "Pagi, kamu kenapa ada di sini?" tanya Kevin dengan heran, kemudian tatapannya tertuju pada sesuatu yang ada di tangan kanan Laras. Laras merasa sangat senang mendengar Kevin membalas ucapannya. Dia merasa bahwa punggungnya akan tumbuh sayap dan bisa terbang kapan saja. "Kirimin kamu kue, sebagai tanda terima kasih dan minta maaf untuk yang kemarin." Laras mengangkat tas kain yang dibawanya lalu mengeluarkan berbagai macam kue brownies yang terlihat sangat menggoda dan membuat air liur beberapa orang menetes karenanya. Kevin menghela napas, "Kamu tidak perlu membeli ini." "Hum," Laras mengangguk dengan lemah, lalu dia menggerutu penuh keluhan. "Seharusnya aku memberimu kue buatanku pagi ini. Tetapi karena sesuatu hal, kuenya tidak enak dan tidak bagus dikirim. Jadi aku hanya bisa membelinya saat ini. Lain kali, aku pasti akan memberimu kue yang buatan dari tanganku sendiri." Kevin terdiam ketika mendengar ucapan Laras. Namun segera disadarkan oleh sorakan siulan dari teman-temannya. "Udah, Vin. Terima saja Laras jadi pacarmu, atau tidak terima dia jadi pacarku." Dion berkata dengan usil. Laras mengangguk ketika mendengar kata-katanya, tetapi segera kesal mendengar akhirnya. "Aku hanya mau dengan Kevin!" katanya tidak senang. "Maksudku, kamu tidak perlu membawakan kue apa pun." Kevin memberi Dion tatapan peringatan dan akhirnya berbicara kepada Laras dengan nada serius. Laras menekan bibirnya, dia menatap ke arah kue di atas meja dan mengalihkan pandangan ke arah Kevin dengan matanya yang lebar. "Tidak apa-apa, aku membelinya untukmu, kamu bisa memakannya bersama teman-temanmu. Jika kamu memakannya, jangan lupa untuk mengingat bahwa cintaku semanis kue ini." Setelah mengatakan itu, Laras melambai antusias, dia mengedipkan mata satu dan berbalik lari keluar dari kelas. "Damage-nya tak tertahan," para pemuda itu menekan d**a mereka dengan pandangan terpana ke arah perginya Laras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD