Aku Suka

1068 Words
"Dah Kevin!" Laras melambaikan tangannya ke arah Kevin dengan semangat. "Duduk dengan baik, pakai sabuk pengamannya." Randi menegurnya, menaikkan kaca pintu mobil dengan usil. Laras menoleh ke arah Randi yang ada di kursi mengemudi, dia melotot marah namun tetap patuh memasang sabuk pengaman untuk menjerat dirinya dengan kursi. Dia ingat bahwa kegiatan ini adalah hasil dari kebaikan Randi untuknya yang membawanya ke sini. Jadi dia menahan diri untuk tidak marah, dia harus sabar menghadapi kakak sepupunya untuk terus dapat menerima manfaat baik darinya. Mobil bergegas bergerak ke depan, tatapan Laras terus berada di luar jendela pintu, mengamati Kevin yang masih bersama teman-temannya di tempat parkir. "Ran, kalau ada kegiatan kumpul gini lagi, ajak aku ya!" pinta Laras berusaha untuk bersikap manis dan taat. Randi melirik ke arah adik sepupunya sekilas, tidak tahu apa yang dipikirkannya dia hanya terus fokus menatap jalan tanpa menjawab keinginannya. "Randi, kakakku tertampan, tercerdas, terbaik, terpopuler, terindah, ..." Rani yang duduk di kursi penumpang memutar matanya mendengar semua pujian palsu Laras untuk Randi. Namun dia tidak begitu rajin untuk memotong dan mengkritiknya, sehingga dia hanya bersandar di kursi dan dengan penuh minat menonton interaksi kakak beradik sepupu ini dari belakang. Bagaimana pun hobinya menonton pertunjukkan live tidak pernah pudar. "Nanti dilihat," jawab Randi akhirnya membuat Laras terkikik bahagia. Laras selalu tahu bahwa jawaban itu sama juga dengan persetujuan untuknya. Dia mengambil permen dari kotak yang ada di depannya, lalu terus berbicara dengan kedua insan yang sangat pendiam di dalam mobil. Laras tidak suka dengan ketenangan orang lain, dia selalu gemas untuk mengganggu dan membiarkan mereka merasa risih karenanya. "Oh iya, besok katanya di sekolah akan ada acara gitu ya?" tanyanya membuat topik baru. Lalu dia menoleh sedikit ke belakang untuk menatap Rena, "Kamu yang bilang tadi malam." Rena mengangguk, "Ya, aku baca dari grup kelas." "Acara apa, Ketua OSIS?" Laras segera bertanya kepada Randi sang ketua OSIS maha tahu di sekolah. Randi terkekeh ketika mendengar adik sepupunya bertanya dengan menyebutkan pangkatnya. "Seminar," Dia menjawabnya dengan jujur, lagi pula itu bukanlah rahasia sama sekali. "Hah? Apa? Seminar? Kegiatan membosankan yang duduk di aula selama berjam-jam itu?" Laras mendelik, mengangkat bahunya singkat untuk memperlihatkan ketidaksukaannya. "Kegiatan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan," ralat Randi, menggelengkan kepalanya ringan. Rena yang duduk di belakang segera bertanya, "Seminar apa, Kak?" "Seminar pendidikan," jawab Randi, "tapi tidak semua siswa ikut serta. Hanya beberapa dari perwakilan kelas saja." Dia menjelaskan dengan baik ketika melihat wajah kesal adik sepupunya. Laras menghela napas lega, "Untungnya, jika tidak, maka aku berencana tidak pergi ke sekolah besok." "Oh, tapi aku dengar Kevin ikut." Randi berkata seolah dia tiba-tiba mengingatnya dengan santai. Ekspresi Laras membeku beberapa detik sebelum dia tersenyum lebar dan mengubah pandangannya tentang seminar dalam waktu singkat. "Seminar merupakan kegiatan yang bermanfaat, sangat rugi jika aku tidak ikut. Rena, nanti kita gabung ya? Ayo, katanya di grup kelas agar yang lain tidak mengambil tempat kita." Rena mengerutkan keningnya tidak setuju, "Aku tidak ingin ikut ..." "Apa?" Laras membalikkan tubuhnya dan menatap Rena dengan tajam seolah sedang melihat pengkhianat. "Ini seminar, bukankah kamu selalu mengatakan aku harus berubah, jangan selalu melakukan hal yang tidak berguna. Sekarang aku ingin melakukan hal yang berguna tetapi kamu tidak mendukungku sama sekali!" Rena tertawa sinis ketika mendengarnya, "Seolah aku tidak tahu maksud tersembunyimu ikut kegiatan ini." Laras berpura-pura tidak mendengarkan sindiran dari Rena, dia terus mendesak teman yang tidak diakuinya itu untuk bergabung bersamanya. "Bukankah kamu selalu menemaniku dalam hujan maupun badai? Ayo cepat beritahu di grup kelas, kalau tidak ada tempat kosong untuk kita lagi, maka jangan pernah berharap aku akan berteman denganmu lagi." "Oke," jawab Rena dengan patuh, mengangkat tangannya membuat gerakan ujung jari telunjuk bertemu dengan ujung ibu jarinya. Melihat temannya itu tidak juga mengambil ponselnya untuk mengirim pesan ke grup kelas, Laras merasa ancamannya salah. Dia segera meralat ancamannya sesegera mungkin, "Kalau kamu tidak memberitahu di grup kelas sekarang, maka aku akan terus menempel kepadamu, mengganggumu, dan terus memanfaatkanmu! Seumur hidup! Jika aku mati, maka aku akan menjadi arwah penasaran dan mengikutimu setiap saat." Mungkin ancaman Laras benar-benar berhasil saat ini, Rena segera mengambil ponselnya dan jari-jarinya bergerak di layar dengan cepat. "Aku sudah melakukannya jadi jangan jadi arwah dan menempel di sisiku." Laras tersenyum puas, "Tenang saja, aku sangat baik jika kamu menurut." "Itu adalah seminar, jangan buat masalah di sana. Duduk diam dan dengarkan dengan baik. Bawa juga buku untuk mencatat poin-poin penting," kata Randi untuk mengingatkan kedua gadis itu. Laras sama sekali tidak memedulikan kata-kata Randi. Dia bergumam asal, merasa mengantuk hanya dengan mendengarnya saja sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk menguap. "Ran, ngebut aja. Aku mau tidur." "Tidak," Randi dengan kejam menolak keinginan Laras. Laras melotot marah, "Terlalu mematuhi peraturan dan disiplin, tidakkah kamu merasa bosan?" "Lebih baik daripada terus mencari masalah dan akhirnya tidak bisa menyelesaikannya sendiri." Randi membalas dengan tenang. Merasa tersindir, Laras mengambil bantal kecil yang ada di belakangnya dan melemparkannya ke arah Randi. "Katakan lagi! Kamu tidak suka padaku, kan?!" tanyanya dengan kesal, ingin mencari hal lain untuk dilempar. "Ras, Kak Randi sedang nyetir." Rena buru-buru mengingatkan temannya yang sedang menggila itu. Meski dia menyukai pertengkaran karena menyenangkan untuk ditonton, tetapi dia tidak begitu bosan hidup sehingga harus menghentikan Laras dalam membuat masalah tanpa disengaja. Laras sama sekali tidak mendengarkan kata-kata Rena. Dia mengambil kotak tisu, mengangkatnya dan melemparkannya ke arah Randi. "Kamu tidak menyukaiku, kan?! Katakan! Jika kamu bilang, aku tidak akan lagi mengganggumu!" Randi kewalahan dengan tindakan Laras yang tiba-tiba mengamuk di dalam mobil. Dia melepaskan tangan kirinya dari mengemudi, dan menangkis semua serangan dari samping yang terlempar ke arahnya. "Aku suka, aku sangat suka. Kamu tenanglah." "Pembohong, kamu merasa terganggu dengan semua masalah yang aku buat! Kamu mengaku!" Laras melihat botol minuman dan mengambilnya bersiap untuk melemparkannya kepada Randi. "Aku suka semua masalah yang kamu ciptakan. Buat lebih banyak masalah lagi, tidak masalah. Lebih banyak, lebih baik." Randi menentang hati nuraninya dan mengatakan hal-hal yang tidak terpuji hanya untuk menenangkan adik sepupunya itu. Laras puas dengan ucapan Randi meski dia sendiri tahu bahwa kata-kata itu sebagian besar hanyalah kebohongan untuk menenangkannya. Tetapi dia tidak peduli, dia hanya puas karena kakak sepupunya itu menurut dan kewalahan dengan tindakannya. "Kamu selamat hari ini," katanya dengan sikap angkuh, meletakkan botol minuman di tangannya kembali ke tempatnya. Setelah beberapa saat, tidak terdengar lagi keributan dan suara dari gadis itu. Randi melirik ke samping secara singkat dan melihat Laras bersandar dengan mata tertutup, bernapas teratur yang memperlihatkan betapa lelahnya dia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD