Pengingat

1274 Words
"Apakah tidak ada yang terlupa?" tanya Randi pada Laras, berdiri dengan tenang menatap adik sepupunya dengan tatapan menyelidiki. Laras memutar matanya kesal, "Apa lagi yang bisa aku lupa? Semuanya ada di dalam tas. Kamu sangat cerewet, lebih cerewet dari ibu Rani," gerutunya sembari mengangkat tasnya ke punggungnya. Sebelumnya, tasnya penuh dan kembung karena penuh dengan makanan. Setelah semua makanan dikeluarkan, tas Laras dan Rena menjadi yang paling ringan di antara semuanya, sehingga membuat beberapa orang merasa iri dengannya. Laras kali ini tetap memakai sandal karena pelajaran dari kemarin yang membuatnya enggan memakai sepatu hak tinggi di jalan yang buruk lagi. "Cepat minum," Rena menyerahkan minuman botol kepada Laras, mendesak temannya itu untuk menghabiskannya segera. "Apaan?" Laras mengambil minuman botol itu, melihat bahwa itu adalah minuman nutrisi untuk menambah stamina, dia akhirnya tidak menolak dan langsung minum sekaligus. "Eh, jangan semuanya!" Rena langsung menarik botol dari tangan Laras ketika melihat minuman di dalamnya hampir habis begitu saja. "Aku juga mau, sisa satu ini!" Rena tidak menunggu protes Laras dan segera meneguk sisanya. "Ayo, ayo! Semuanya bergegas, kita akan turun sebelum jam sembilan." Suara Wawan memberi instruksi terdengar, mendesak setiap orang untuk bergerak lebih cepat. "Tunggu!" Liana sebagai orang yang merasa pemimpin kaum gadis berseru keras, tangannya berusaha untuk menekan jaket ke dalam tasnya dengan keras. Namun seberapa besar usahanya, dia tidak dapat menutup tasnya dengan rapat. Akhirnya menyerah, Liana menengadah dan menatap sosok pemuda yang berdiri tak jauh darinya. "Randi, bantu aku dong. Ini susah bangat." Randi melirik ke arah Liana, dahinya mengernyit melihat tas gadis itu yang tampak menggembung akan meledak. "Lipat semuanya baik-baik. Jangan langsung dimasukkan begitu saja," katanya memberi nasehat, lalu dia menoleh ke arah Laras. "Kamu sudah melipat jaket dan selimutmu?" Laras mengangguk ragu, lalu menatap ke arah Rena. Rena segera mengangguk, "Sudah, sangat rapi." Dia menjawab dengan cepat, penuh percaya diri dan ketegasan untuk membuktikan ketidak-salahannya. "Kamu bahkan membutuhkan orang lain untuk mengatur jaket dan selimutmu." Liana mengomel kesal, merasa jengkel karena Laras telah lama bersiap namun dia masih terjebak mengatur pakaiannya. Laras tertawa sinis ketika mendengarnya, "Randi, bantu aku dong. Ini susah bangat," ucapnya dengan nada berlebihan meniru perkataan Liana tadi. Randi saat ini sedang mengatur tenda bersama Dion, mendengar namanya disebut, dia langsung menoleh ke arah Laras. "Bantu apa? Apakah tasnya berat? Kalau berat, letakkan saja di bawah, nanti aku akan membawanya." Setelah mengatakan itu, dia kembali bekerja mengurus tenda-tenda bersama teman-temannya yang lain. Liana mendengus kesal, melihat Laras dengan tatapan penuh permusuhan. Dia akhirnya mengeluarkan semua isi barang di dalam tasnya satu persatu dan mengaturnya dengan rapi sebelum dapat menutup tasnya dengan rapat. "Sudah semua? Ayo, cepat! Jangan menunda lagi," Wawan kembali mengingatkan semuanya. Yang lain langsung berdiri, berkumpul bersama dan memastikan bahwa tanah yang baru saja mereka tempati bersih tanpa menyisakan sampah apa pun dan tidak ada lagi barang yang hilang. "Tasnya berat?" tanya Randi kepada adik sepupunya. Di pikirannya, Laras selalu sangat manja dan tidak suka kesulitan, jadi dia terbiasa untuk membantu hal sekecil pun untuk adik sepupunya ini. Laras melirik ke tas Randi dan yang lainnya, dia menggelengkan kepala, membalik badan untuk menunjukkan tasnya yang telah mengempis dari hari sebelumnya. "Sangat ringan," katanya sembari melompat-lompat. Tatapannya tanpa sengaja melihat Kevin yang kini berdiri tegak memegang tongkat entah darimana benda itu berasal. Dengan lincah, dia berlari segera mendekati pemuda pengisi hatinya itu. "Kevin!" serunya bahagia, mendekat dan ingin terus menempel padanya. Kevin melihat kedatangan Laras namun tidak menunjukkan keengganan yang selalu dia miliki sebelumnya. Kali ini dia mengangkat kepalanya dan bahkan menyisihkan waktu untuk bertanya padanya, "Apakah semuanya sudah diatur?" Mata Laras melebar dengan tatapan cemerlang, dia mengangguk antusias. "Sebelumnya tasku yang paling berat dan mengembung, tetapi sekarang tasku yang paling kempes. Giliran kalian yang merasa iri padaku," katanya sembari terkikik geli, merasa bahagia dengan penderitaan orang lain. Tetapi untungnya Kevin adalah sosok yang disukainya, jadi dia tidak begitu mampu bersikap sombong pada pemuda itu. Dia dengan tulus menatap tas Kevin dan bahkan menawarkan kebaikan, "Tasmu terlihat sangat berat, bagaimana jika kamu meletakkan beberapa barangmu di tasku? Tasku masih cukup menampung beberapa hal lagi." Kevin menggelengkan kepalanya, "Tidak masalah, kita akan turun jadi tidak begitu melelahkan seperti mendaki naik." Laras mengangguk dengan penuh penyesalan. Setelah semuanya sudah beres, kelima belas remaja itu akhirnya mulai berjalan menuruni bukit. Laras memegang ponselnya, membuka kamera lalu mengambil selfie dirinya dan Rena beberapa kali dan juga pemandangan yang menurutnya unik. "Hati-hati," Randi di belakangnya segera menarik tudung jaket Laras yang menggantung di punggung atas gadis itu untuk mencegahnya menabrak bebatuan atau batang yang tersebar di jalan. "Um," gumam Laras asal, terus melanjutkan kegiatan foto memfotonya. Dia melihat sebuah pemandangan yang baik dimana dua pohon kembar saling berhadapan dengan ranting yang terjalin membentuk sebuah pintu gerbang yang menarik. "Ren, Rena! Pegang ponselku!" Dia menyerahkan ponselnya begitu saja kepada Rena, lalu berlari di antara dua pohon tersebut dan membuat pose elegan. "Ayo foto!" Rena mengangguk, membidik dengan hati-hati dan menyesuaikan fokus kamera sebelum mengambil gambar berturut-turut. "Aku juga," kata Rena, menyerahkan ponsel Laras kembali dan juga mengambil posisi di antara dua pohon itu membuat pose berdiri menyamping dengan tatapan tajam ke arah kamera. Laras juga mengambil gambar Rena berturut-turut, memberi isyarat ketika dia selesai. Lalu mereka berdua segera lari ke depan, mengejar ketinggalan mereka dengan yang lainnya. Kelompok itu juga sengaja berjalan dengan lambat untuk menunggu para gadis memuaskan diri berfoto dengan alam. Selain Laras dan Rena, beberapa di antara mereka juga sering singgah untuk berfoto jadi tidak ada yang protes sama sekali. Lagi pula dalam kegiatan ini, memang tidak lengkap jika tidak diabadikan dalam bentuk gambar untuk dikenang di masa depan. Randi memperhatikan gadis itu berjalan tergesa-gesa mengejar mereka, dia segera menyamping dan membiarkannya lewat untuk berjalan di depannya. "Hati-hati, perhatikan jalanmu." Dia menegurnya lagi. "Iya, aku tahu." Laras menjawab acuh tak acuh, dia menengadahkan ponselnya ke langit, membidik beberapa burung yang terbang dengan bebas dan mengambil gambar dengan cepat. Ketika dia akan mengubah sudut kamera lagi, tudung jaketnya ditarik ke samping membuat tubuhnya juga bergerak ke samping. "Sudah aku bilang hati-hati, kamu akan jatuh jika tidak memperhatikan langkah kakimu." Randi menarik adik sepupunya yang hampir saja tersandung batang pohon, dia tidak bisa untuk tidak kembali mengingatkannya untuk memperhatikan langkahnya. Laras tidak memedulikannya, dia masih membidik ke depan, dimana pemandangan sekitar terlihat dari atas yang membuat suasana alam sangat kental. "Tidak mungkin, aku tahu kamu tidak akan membiarkanku jatuh," katanya dengan santai. Randi mendengar ucapannya dan terdiam. "Kevin, ayo selfie bersama!" Laras sama sekali tidak mengetahui perubahan ekspresi dari pemuda di belakangnya, dia dengan senang hati mendekati Kevin dan mengangkat ponselnya ke depan. Kevin juga bekerja sama dengan baik, dia segera menatap lensa kamera dan tersenyum standar. "Bagus! Aku akan menjadikan ini wallpaper beranda ponselku!" ucap Laras senang. Tanpa menunda, dia segera mengganti wallpaper ponselnya. Kevin melihat tindakan lincah gadis itu, namun tidak memiliki alasan untuk mencegahnya melakukannya. "Bagaimana, bagus bukan?" Laras segera menunjukkan beranda ponselnya, senyumannya cerah yang menular ke orang sekitarnya. Kevin melirik layar ponsel gadis itu dan mengangguk singkat, "Bagus." Mendapatkan dukungan dari pemuda yang disukainya, Laras merasa seperti terbang ke langit. Dia langsung pergi ke Rena, dengan ekspresi sombong dia menunjukkan layar ponselnya berniat untuk pamer. "Lihat ini," katanya dengan senyum puas. Rena melihat ke layar ponsel Laras dengan bosan, "Wah, bagus sekali," pujinya dengan nada datar. "Apaan sih, jelek bangat reaksimu." Laras mendengus kesal, lalu dia memperlihatkan layar ponselnya kepada kakak sepupunya. "Fotoku dengan Kevin," katanya sembari terkikik bahagia. Randi mengangguk, mengulurkan tangannya untuk menekan tombol di samping ponsel dan kemudian layar ponsel Laras segera gelap. "Sangat bagus," pujinya dengan tulus. "Bagus palamu!" seru Laras keras, memukul kesal lengan kakak sepupunya. Randi terkekeh, kemudian memberi isyarat dengan mengangkat dagunya. "Perhatikan langkah kakimu," ucapnya mengingatkan lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD