I'm Pregnant

1606 Words
Minggu pagi. Semua sudah berkumpul di meja makan untuk memulai kegiatan dengan sarapan pagi terlebih dahulu. Baby menuang nasi untuk Marco dan juga untuk dirinya, lalu Marco menuang lauk untuk Baby sebelum mengisi piringnya sendiri. Mama menggeser mangkuk besar ke hadapan Baby. "Ini sayang, Mama buatin capcai dengan sayuran lengkap buat Baby." "Terima kasih Ma," ucap Baby namun saat akan menuang ke piringnya tiba-tiba saja Baby meletakkan sendok refleks menutup mulut karena merasa mual. Matanya membelalak menahan suara lalu berlari ke kamar mandi. Mengeluarkan suara ingin muntah di sana. Marco berlari menyusul. "Sayang kamu kenapa?" pertanyaan Marco dangan biasa namun dipenuhi dengan kecemasan, ia memberikan tisu untuk Baby yang terlihat membasuh mulutnya dengan air. Baby menggeleng, mengatur napas sebelum menjawab. "Nggak tau..., tiba-tiba mual. Perut aku rasanya aneh." "Kamu masuk angin. Ayo cepat makan dulu." Menuntun Baby kembali ke meja makan. "Kenapa sayang, sakit kok nggak bilang Mama?" Mama tampak cemas. "Maaf Ma, tadi Baby nggak maksud nggak sopan gitu..." "Nggak papa sayang, ayo cepat diisi perutnya." "Kamu masuk angin tuh," kata Papa Andrew. "Semalem Marco udah bilang jangan tidur larut, tapi masih bandel ngerjain desain perhiasan sampe tengah malem. Kamu jadi sakit kan, ya udah nanti kita ke dokter. Sekarang makan dulu, ya sayang." Marco menyuapi Baby. "Maaf Ma, aku pakai ayam kecapnya aja ya." "Iya sayang, yang penting kamu makan yang cukup. Bi Sum..., tolong buat teh hangat buat Baby ya!" "Iya Bu...!" jawab Bi Sum dari dapur. Setelah sarapan, Baby dan Marco langsung ke kamar. "Sayang cariin aku minyak angin, aku mual banget...!" duduk di tempat tidur. "Iya sebentar ya. Di mana sayang?" "Meja rias." Mama muncul dengan sebuah piring berisi jeruk di tangannya. "Sayang, Mama kupasin jeruk buat ngilangin mualnya. Ayo Mama suapin." Marco pelan-pelan mengusap perut istrinya dengan minyak kayu putih. "Minggu gini susah cari dokter. Nanti agak siangan kita cari dokter ya." "Kemarin kamu nggak makan siang, hm?" selidik Mama. "Justru aku kemarin makan banyak Ma." "Atau salah makan, kamu makan apa sama Davina di kafe kemaren?" sambung Marco. "Makan pedes...," jawab Baby sambil meringis. "Aku mau telepon Mommy." Marco bergegas mengambil ponsel. Kembali mengusap ke bagian punggung. "Pagi Kak!" Mommy menyapa di layar. Tampak sedang duduk di teras belakang bersama Pinky. "Mommy... perut aku sakit, rasanya mual, pingin muntah tapi nggak bisa." "Ehhe, Kakak masuk angin? Terus perutnya nyeri atau gimana?" selidik Mommy. "Perih gitu Mom..., sampe ke... p******a aku. Hm..., nggak enak banget... aku jadi lemes terus dari kemarin. Jadi aku kemarin makan banyak biar nggak lemes, sekarang malah sakit perut. Mommy...," rengeknya. "Hm..., gitu ya. Ehm, coba deh kakak inget, kapan terakhir datang bulan?" "... Kayaknya udah 3 mingguan deh aku belum dapet mens." "Oh..., hahaha...! Daddy... sini deh!" Daddy muncul di layar. Memangku Pinky. "Hai Kakak Baby selamat pagi." "Kakak itu nggak sakit," tertawa lagi. "Ih... Mommy anaknya sakit malah ketawa." Mama Lala ikut senyum-senyum seperti mengerti maksud Biancha. "Sayang... kamu tuh nggak sakit! Marc, cepet beli Test pack sekarang!" Marco menghentikan gerak tangannya, matanya membulat. "Test-pack?" "Iya cepet!" Mommy excited. "Oke! Patrick!" "Eh... kok nyuruh Patrick, kamu sendiri yang beli. Mini market dekat sini aja, cepet!" Perintah Mama. Menarik kunci mobil lalu menghambur keluar. "Memang udah ada tanda-tanda?" tanya Daddy belum mengerti. "Iya Dad, kakak bilang dia sakit. Tapi Mommy yakin itu tanda ke hamilan." "Mommy yakin?" selidik Baby. "Yakinlah sayang..., Mommy udah dua kali, loh! Nyerinya kakak itu karena hormon HCG yang meningkat. Nah, mual itu karena kakak mengalami morning sickness..." "Morning sickness?" ulang Baby. "Iya." Tertawa lagi, "gejala mual itu namanya morning sickness sayang." "Seharian Mom...?" selidik Baby dengan wajah ngeri mengetahui akan mual seharian. "Iya..., tapi parahnya cuma pagi aja kok. Itu gejala awal aja, nanti setelah 3 bulan udah ilang kok mualnya." "3 bulan, Mommy..." "Iya, cuma 3 bulan," goda Mommy. "Mualnya bikin aku pusing Mom... hm...," rengeknya. "Iya nggak papa nanti juga biasa. Nanti Mommy ke sana bawa makanan buat ngilangin mual ya. Sabar ya sayang. Mama, itu anaknya diurusin ya, aku siap-siap ke sana. Bye sayang." Lala hanya tertawa dengan raut wajah bahagia. Baby meletakkan ponsel lalu bersandar di ujung tempat tidur. "Hm... anak Mama hamil...!" memeluk Baby yang langsung tersenyum penuh harap cemas. Hanya sekitar 5 menit berikutnya Marco sudah datang dengan sekantung plastik bertuliskan nama sebuah mini market berisi sepuluh bungkus test pack dengan beberapa merk berbeda. "Banyak banget belinya," kata Mama yang semangat membuka dan membaca keterangan. "Iya, takutnya nggak akurat, bisa pakai yang lain." Wajahnya sangat penuh harap. "Hhhfff... aku nggak sabar, semoga Mommy benar!" merangkul pundak Baby. "Ini sayang, coba kamu cek di kamar mandi. Marco, temenin Baby, Mama tunggu di luar soalnya itu butuh waktu 5 sampai 10 menit. Mama tinggal ya." "Iya Ma," jawab Baby dengan senyum. "Do'ain ya Ma!" ucap Marco sambil merangkul Baby ke kamar mandi. "Pasti sayang," jawab Mama sebelum keluar. "Ditunggu garis duanya, ya!" katanya lagi, dari balik pintu. Marco dan Baby saling lempar senyum penuh harap. Marco menunggu dengan setia di pinggir wastafel, mengahadapkan wajahnya di cermin yang memanjang. Tak sabar mencelupkan Test-pack ke dalam urin Baby. "Keluar sayang?" "Sedikit, aku lagi nggak pingin pipis, kan." Baby sudah selesai. "Segini cukup, deh." Meletakkan wadah kecil berisi urin tadi di wastafel. Marco bergeser ke samping, memeluk dari belakang. Mencelupkan Test-pack. Menunggu dengan sangat tak sabar. "Aku yakin, di sini sudah ada." Ucapnya mengelus perut Baby. "Kita nikah udah berapa bulan sih, sayang?" "Enam." Mencium pundak Baby berkali-kali. "Sayang, handphone aku." Marco menjulurkan tangannya mengambil handphone yang sedikit jauh. Menyalakan video. Meletakkan handphone di sudut depan cermin. "Sudah ada samar-samar tandanya tuh." Marco tak sabar. "Belum jelas sayang. Sebentar lagi. Tutup mata. Kira-kira satu menit baru buka," perintahnya. "Siap, istri." "Oke." Baby menutup mata Marco dengan telapak tangan kanannya. Marco menenggerkan dagu di pundaknya. Menunggu sampai jelas terlihat dua garis merah dengan tak sabar sampai menggigit bibirnya. Sekitar satu menit berlalu. Tanda sudah terlihat jelas. Baby menggingit bibirnya makin kuat, menahan ekspresi sebelum membuka mata si calon ayah. Mengangkat test pack dari wadahnya. Menggoyangkan. Tersenyum puas. Mengecup pipi Marco lalu menurunkan telapak tangannya dari mata ke mulut Marco seakan tahu calon ayah itu akan teriak kegirangan. Marco membuka mata dengan tak sabar. Melihat benda kecil bertanda dua garis merah itu tepat di depan kedua matanya yang menunggu. "AAAAA...TERIMAKASIH...TUHAN...! Terima kasih sayang! Alhamdulillah...! Akhirnya...!" tak henti mencium dan memeluk Baby yang sudah menghadapnya. Baby berbalik lagi, Marco masih merangkul di belakang. Memposting video tadi dengan hastag. I'm Pregnant. *BS* Tim cewek kece yang belum melepas masa lajang sedang berkumpul di rumah Randy, kaarena Rasya terbang dari Bali, dan sekarang sedang berada di sana. Tanpa satu personil yang sudah menikah tim cewek kece berkumpul untuk sekadar saling bercerita keseharian mereka saat sibuk bekerja dan sulit untuk memiliki waktu untuk berkumpul bersama seperti dulu lagi. "Nyonya Marco nggak hadir?" Rasya mengernyit. "Gue chat, dibaca juga kagak!" dumal Kania. "Gue juga telpon nggak diangkat. Gue akhirnya telpon si calon suami--," menatap tiga pasang mata, mengerjap genit, "Patrick, katanya Baby lagi nggak enak badan. Gitu katanya." Davina menjelaskan lebih detail kepada mereka. "Ehm, beneran nggak enak badan atau..., ada yang lain?" selidik Rasya. "Dia belum hamil juga?" Davina menggeleng lesu, "beyum!" jawab Davina, bibirnya manyun. "Udah nggak sabar gitu kita buatin dia kejutan, baby shower." "Iya, udah 6 abad nikah loh!" sahut Tania. Kania dan Tania tak henti memandang layar **. Secara mereka selalu posting kegiatan setiap saat. Belum lagi mereka sibuk menggeluti dunia modeling di samping bisniss TWIN'S CAFFEE. "Aaaghhh...!" tiba-tiba si twins hampir bersamaan teriak seenaknya. "Hih, si tuyul kembar kenapa sih, ngagetin!" keluh Rasya. "INI...!" lagi-lagi bersamaan. "Nyonya dan Tuan yang lagi viral, yang barusan lo berdua bahas!" kata Kania excited. Dengan heran Rasya dan Davina melihat ke layar ponsel mereka. Dan, "AAA... BABY...!" mereka berdua ikut teriak. "Telepon...telepon!" Rasya semangat mendorong Kania. "Video call!" Pinta Davina. Panggilan video segera dilaksanakan Kania. Baby dan Marco yang masih di kamar mandi muncul di layar. "Selamat ya... Nyonya Marco...!" ucap mereka. "Akhirnya..., setelah 6 abad berlalu!" sahut Tania lagi dengan ekspresinya. "Selamat ya..., calon ipar!" teriak Davina dengan muka genit. "Ah..., Baby, pingin peyuk...!" teriak Rasya gemas. Baby mengangkat dua tangan seolah menyambut pelukannya. "Kalian ke sini dong...! Aku tunggu ya! Muach!" mematikan video secara sepihak. Ia tak sabar menemui Mama. Mommy juga sepertinya sudah sampai. *BS*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD