8. Masih bertahan

1600 Words
Alfian mondar mandir di depan pintu kamar mandi. Ponsel yang tengah di genggamnya masih saja bergetar. Sedang Ziha tak juga keluar dari dalam kamar mandi. Terdengar suara tangisan bersama suara air yang mengalir. "Ziha keluar!" Teriak Alfian dibarengi gebrakan pada daun pintu yang ia buat. Setelah beberapa kali berteriak dan menggebrak pintu, akhirnya dalam menit ke dua puluh, Ziha keluar dengan mata sembabnya. Seperti anak kecil yang tengah merajuk, Ziha memanyunkan bibirnya "Apa?" Kesal Ziha karena suaminya itu mengganggu acara nangisnya . Sebel lah udah dibuat nangis bukanya dihibur, malah diganggu nangisnya. "Apa masih belum puas nangisnya?" Alfian menyodorkan ponsel yang bergetar di depan wajah Ziha. "Apa ?" Tanya Ziha terlihat bingung . Ia memandang lekat wajah tampan suaminya mencari tau. Namun segera diambilnya setelah terbaca nama pemanggil di ponsel itu. "Awas kalau berani ngomong yang enggak-enggak!" Ancam Alfian pada istrinya "Tenang aja aku bakal ngomong yang iya iya." Timpal Ziha dengan nada menyindir. Alfian urung menjawab ketika istrinya sudah menggeser tombol hijau. "Assalamualaikum mama?" Ucap ziha menjauh dari suaminya. (...) "Ziha gak apa apa kok ma. Ini lagi flu dikit." Ampuni Ziha yang berbohong dikit ya Allah. (...) "Iya ma, mau ngomong apa?" (...) "Iya, emang mas Alfian bakalan mau?" (...) "Iya makasih ya Ma! Doain mantu mama yang cantik ini ya!" (...) "Oh iya Ziha bakalan dateng ke sana deh, biar Ziha juga bisa sosialisasi sama ibu ibu komplek" "Mama tadi ngomong apa?" Serbu Alfian ketika Ziha mengembalikan ponsel pintarnya. "Nggak apa apa" jawab Ziha "Mas?" Panggilnya lagi "Hm" Dehem Alfian menanggapi Ziha. Ia sebal karena Ziha tak menceritakan apa yang di bicarakan dengan ibunya. "Aku pengen nginep di rumahnya ayah bunda." Katanya pelan "Oh, jadi kamu mau ngambek ke sana?" Sembur Alfian. "Siapa bilang aku mau ngambek? Aku udah gak ngambek lagi kok, lagian aku nginapnya kan sama mas, Mama udah izinin kok." Jelas Ziha nyengir kuda memperlihatkan deretan gigi putihnya. Dia mana bisa marah sih kalau udah lihat tampang suami kece nya itu? "Gak bisa , aku banyak kerjaan lagian rumah ayah bunda sama kantorku itu jauh." Ziha menghela nafas sebal. Dan lagi-lagi ia memutar otak. "Ya udah weekend aja kita kesana. Nginep semalem aja juga gak apa apa." Ziha mulai menawar "Kenapa gak kamu sendirian aja? Aku capek." Alfian masih tetap kekeh menolak "Lha kita kan suami istri mas. Kalo gak bareng ntar dikiranya lagi berantem." "Ya udah sih, biarin aja orang yang anggap." "Kalau Mas gak mau ikut, Ziha ngadu sama mama, sama papa." Ziha masih ngotot dan mengeluarkan senjata terakhirnya "Eh, mana bisa gitu?" Elak Alfian tak terima. Ziha tersenyum menang melihat Alfian panik dengan ancamannya. Ziha tau hanya ancaman itu yang paling ampuh. Ziha lalu duduk sejenak di sofa kamarnya. Ia jadi ingat pesan ibu mertuanya sebelum ia menikah. "Ziha sayang, percaya deh sama tante. Anak tante itu sebenernya anak yang baik. Dia memang terpaksa melakukan pernikahan ini. Tapi tante yakin kamu pasti bisa merebut hati Alfian. Pahala lho menuntun imam ke jalan yang benar." Bujuk ibu Alfian lalu melanjutkan ceritanya. "Dulu dia pernah pacaran sama seorang gadis. Sudah cukup lama. Namun semenjak gadis itu mulai mengenakan hijab, hubungan mereka agak berjarak, apalagi pemikiran gadis itu yang tiba tiba berubah drastis menjadi tertutup pada Alfian. Dan akhirnya hubungan mereka kandas karena Alfian menolak di ajak menikah muda ,. Dan Gadis itu menikah dengan laki laki pilihan orang tuanya. Sampai sekarang Alfian masih beranggapan bahwa semua gadis berhijab itu pikirannya kuno dan lempeng, dan itu yang membuat dia mungkin gak suka sama Ziha. Tapi tante tau kamu itu gak seperti itu. Ayolah Ziha sayang. Tante bakalan bantu kamu supaya Alfian bisa mencintai kamu. " ucap mama Alfian dengan menggenggam tangan Ziha. Kata kata ibu mertuanya itu selalu menancap di kepalanya. Ini baru awal. Ia tak mau menyerah begitu saja. Ziha pasti mampu. Hari ini, Ziha memasuki masjid yang sudah berkumpul beberapa ibu ibu komplek yang akan mengadakan acara pengajian rutin. Ziha datang bersama bi Inah. Ia pun berusaha bersikap santun dan ramah menanggapi pertanyaan ibu ibu yang merupakan tetangganya itu. "Oh ini mantunya ibu Lazuardi ya? Cantik banget." Kalimat kalimat itu hanya di balas dengan senyum termanis yang di miliki Ziha. Ah semanis apa sih kok Alfian gak bisa terpesona sama senyumnya. Selama acara pengajian di mulai, Naziha hanya ikut diam dam hikmat mendengarkan penuturan seorang laku laki hampir paruh baya yang sebenernya tak asing bagi Ziha. NAZIHA POV. "Assalamualaikum ustadz Zain?" Sapa dariku ketika acara selesai dan aku melihat sosok laki laki yang akan keluar masjid. "Naziha?" Ucap ustadz tadi meyakinkan penglihatannya. Dan aku tersenyum lalu mendekat. Dan tanpa diperintah aku menggapai tangannya untuk mencium punggung tangannya sebagai bentuk hormat. "Wah kamu udah gede sekarang ya?" Lanjutnya setelah aku menarik tanganku. Beliau tak pernah berubah rupanya. "Ah, bisa aja tadz, masak iya Ziha mau kecil terus." Balasku terkekeh pada guru agamaku waktu SMP ini "Sekarang udah jadi gadis alim ya?" Beliau bertanya lagi sambil meneliti pakaianku. "Lha emang dulu gak alim apa tadz?" Tanyaku yang memang sudah terbiasa dengan panggilan 'tadz'. Umurnya mungkin sekarang di ujung kepala tiga. Waktu SMP beliau masih sangat muda, sekarang terlihat beberapa guratan di dahinya. Ustadz Zain merupakan guru favorit kami di SMP selain humoris dan ramah beliau juga tampan. Tapi itu dulu, sekarang udah agak luntur . Lebih tampan juga laki gue. Hehe "Ziha tinggal di sini?" Ucapnya balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan dariku. "Ikut suami sih tadz." Jawabku menjelaskan sesingkat mungkin. "Oh udah nikah?" Tanyanya dan aku mengangguk "Gimana kalau ikut kegiatan pemuda masjid di sini? Kamu kan juga warga sini?" lanjutnya dan aku pun mengangguk. Ustadz Zain memperkenalkanku pada pemuda pemudi Masjid yang kebetulan sedang berkumpul karena sedang mendiskusikan acara isra' mi'raj yang akan mengundang beberapa anak yatim untuk mendapatkan sumbangan. Pendapat mereka cukup menarik bagiku. Aku pun ikut berkumpul dan memberikan sedikit suara dan ide ide untuk acara itu, yang ternyata mendapat respon positif. Kami berdiskusi hingga tak sadar waktu sudah sore. Setelah asar berjamaah aku pun berencana pulang dengan jalan kaki. Tadi aku berangkat dengan si bibi tapi dia ku suruh pulang terlebih dahulu. tak lama, aku sampai rumah suamiku. Aku langsung membuka kandungku setelah menutup pintu kamarku. Melempar Tas dan melepas sepatu. Aku sangat lelah, dan berpikir kalau air dingin akan menyegarkan tubuhku. Aku berbalik ke belakang sebelum aku memutar knock pintu kamar mandi. Memastikan pintu telah terkunci agar aku bisa mandi dengan tenang. Gak lucu kan kalau aku lagi mandi tiba-tiba ada yang ngintip. Eh, tapi siapa juga yg mau ngintip ya? Tau ah, gak sabar gue pengen mandi. "Water i'm comi..." Seruku girang sebelum terputus ucapan itu. Pas banget waktu aku mau membuka pintu ternyata aku di kejutkan dengan seseorang yg juga membuka pintu dari dalam.. Eh,eh, saking terkejutnya aku hampir terjatuh untung aku dapet pegangan. "Aaaaaaaaaarrrrrghh"!!! Aku tetep jatuh dan berteriak.. bukan,,, bukan karena sakit. Pantatku memang nyeri tapi bukan karena itu aku berteriak.. "Ziha ? Ngapain kamu??" Ucap laki laki di hadapanku yang kelihatanya sibuk melilitkan handuknya yang... Oh my God handuknya tadi yang aku tarik sampai jatuh.. Aku mendongak menutup mukaku dengan kedua telapak tangan namun kuberi sedikit celah. Sedikit lho ya. "Kyaaaaaaa, aku lihat dikit sumpah cuma dikit." Teriakku sambil mengangkat dua jari tangan membentuk huruf V. "Berdiri kamu!" seru suamiku lantang. Aku berdiri dan memasang senyum unjuk gigi pepsodent. "Sudah sana masuk! Mau mandi kan?" Perintahnya tegas. "I- i- iya M- mas!!" Aku ngacir dan Blamm, segera ku tutup pintu kamar mandi.. sumpah ya laki gue .. beneran aku lihat punyanya si Mas Alfian. Aaaah aku menggeleng-gelengkan kepalaku mengenyahkan pemandangan yg terus nempel di pelupuk mataku. Gezzz gila gila gila. Usai mandi, aku mengenakan celana training dan kaos lengan panjang , serta jilbab instan. Lalu ku turunin tangga. Melihat di depan tv sudah ada suami seksiku.. ceilah.. pipiku panas mengingat kejadian tadi.. sedang yang tengah memberi tontonan malah tenang kayak gak terjadi apapun. Padahal nih ya jantungku udah mau copot aja. "Astaqfirullah hal Azim ya Allah enyahkan pikiran kotor hamba!" "Kamu ngapain geleng geleng kepala kayak gitu?" Tanyanya sontak membuyarkan bayangan benda lonjong yang tengah menyusut di kepalaku. plak ah sial ngomong apa aku ini. "E e i i tuh, mas pengen makan apa?" Jawabku gugup mencari alasan. Gak mungkin kan aku bilang ' ah itu mas aku kebayang terus sama itu mas' gak banget. "Biarin bibi aja yang masak.. kamu ke sini ada yang mau aku bicarakan, lagian aku gak mau merusak makan malam ku dengan masakan buatan kamu." Jleb. dalem banget bang mentang mentang adik gak bisa masak. "Duduklah Zie!" Pintanya dengan halus "Kayaknya penting ya Mas?" Penasaranku mulai meningkat dan Mas Alfian hanya mengangguk "Apa mas?" Tiba tiba saja Mas Alfian membenahi letak jilbabku. Membuat aku yang duduk di sampingnya menjadi salah tingkah. "Katakan Zie? Apa tujuan kamu bersedia menikah denganku? Katanya to the poin namun membuatku mengernyitkan kening heran. "Maksud Mas?" "Aku udah pernah bilang kan, kalau aku terpaksa?" Lirihnya "Tapi kan Mas?" Selaku yang dipotong dengan cepat. " Kamu gak perlu lagi melakukan semua ini Zie, bertindak seperti istri sungguhan." "Aku istri Mas yang sah di mata hukum dan agama lho" Jawabku. "Tapi nggak di mataku Zie." jleb ouch sakit banget. Menancap tepat di tengah tengah. Potek hatiku mas. Hiks. "Mas?" Isak Ziha memohon "Aku gak mau kamu lebih sedih lagi dengan perlakuan ku jadi kumohon hentikan ini Zie!" Uapnya dan berlalu pergi "Hiks." sesak, hati ini sesak. "Dan aku gak akan berhenti Mas, kalau kamu gak mau berjuang untuk pernikahan ini. Aku yang akan berjuang untuk perasaan ini. Aku cinta sama kamu Mas Alfian." Runtuh namun aku tetap menyemangati diriku. Awalnya aku hanya berusaha mencintaimu Aku berusaha menemukan cinta itu. Namun tanpa sadar, Ternyata cinta itu telah hadir..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD