REYSAM - 4

1041 Words
Sam akhirnya sampai di Riverdale School setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit. "Aku mau ambil seragam" ucap Sam saat hendak turun dari mobilnya. "Tunggu, Nona. Biar saya bukakan pintunya" "Jangan seperti itu, Kak. Aku tidak ingin terlihat mencolok. Lagi pula, Papa nggak ada disini. Jadi biarkan aku turun sendiri. Kecuali jika kita berada dirumah. Kalau memang Kakak takut pada Papa, Kakak boleh membukakan pintu untukku" putus Sam. "Baik lah. Saya akan menunggu Nona Sam disini" "Sam aja Kak. Nggak perlu pakai Nona" "Kalau itu saya tidak bisa" Reno merasa tidak enak. "Oke. Aku akan turun mengambil seragam dan berkeliling sebentar" Sam pun turun dari mobil mewahnya. Beberapa siswa yang membolos pelajaran pun menatapnya dengan penasaran. Padahal peraturan di sekolah itu cukup ketat. Tapi masih saja ada beberapa siswa yang memilih untuk membolos pelajaran. Ponsel di saku Sam bergetar. Sam pun mengeluarkan ponselnya dan mendapati ratusan panggilan tak terjawab dari Raga, ayahnya. Sam menepuk keningnya karena ia lupa memberi kabar pada ayahnya karena tadi terlalu asyik berbincang dengan Reno di perjalanan. Ayahnya pasti sangat khawatir. Sam pun memutuskan untuk menghubungi ayahnya sambil duduk di kursi taman sekolah. "Pa? Maaf Sam tadi ketiduran dan lupa ngabarin Papa" ujar Sam saat sambungan teleponnya terhubung pada deringan pertama. "Kamu hampir aja buat Papa pesan tiket ke Indonesia malam ini juga" Raga mendengus di seberang telepon. "Maaf, Pa. Sam benar-benar lelah karena perjalanan yang sangat panjang. Maaf, ya?" "Lain kali jangan seperti itu. Jangan membuat Papamu ini khawatir" "Iya...iyaa...maaf. Disana sekarang jam berapa, Pa?" Tanya Sam yang penasaran. Sam menatap jemarinya yang tengah ia mainkan. "Jam dua belas malam" "Astaga! Tidur lah, Pa. Aku sekarang sedang berada di sekolah untuk mengambil jadwal pelajaran dan seragam" "Baik lah. Jaga dirimu, Sam. Kamu tau betapa berartinya kamu untuk Papa" "Sam pasti jaga diri Sam baik-baik, Pa. I love you, Pa" entah kenapa air mata tiba-tiba saja terjatuh dari sudut mata Sam. Dengan cepat, ia menghapus air matanya. "I love you too, Nak. Papa akan tidur sekarang. See you later" "See you, Pa" Sam pun memutuskan panggilan teleponnya. Dalam hati, Sam yakin tak ada yang melihatnya menangis. Namun ternyata ia salah. Seorang pemuda tampan sedari tadi memperhatikan semua yang Sam lakukan. Pemuda itu itu memandang Sam penuh selidik. Dengan langkah pelan, pemuda itu berjalan mendekati Sam. Ia bermaksud untuk menyapa. Namun ia harus membatalkan niatnya itu kala ponsel Sam kembali bergetar. Pemuda itu memutuskan untuk diam dan mendengarkan pembicaraan Sam. Melihat nama Dixton muncul di layar ponselnya, entah dari mana ide untuk menggoda Dixton tiba-tiba ikut muncul di benak Sam. Seringaian terbit di wajah Sam. "Hey, Dixton. Miss me, huh?" Nada bicara Sam berubah menjadi ceria. "In your dream, Sam!" "Ayolah. Kau merindukan ku, bukan?" Ledek Sam. "Sekarang jam berapa disana?" Tanya Dixton. "Disini jam sebelas siang. Astaga, Dixton! Jangan bilang jika kau kabur dari rumah lagi?!" Sam berteriak kaget, membuat pemuda yang sedang menguping itu juga kaget. "Jangan berteriak, Sam! Telingaku rasanya ingin pecah!" "Cepat pulang ke rumahmu, Dixton! Aku tidak ada dirumah jadi tidak akan ada yang menampung mu malam ini. Cepat pulang atau aku akan melaporkanmu pada ibumu!" Ancam Sam. "Ya, baik lah. Aku akan pulang. Dasar tukang perintah!" Dixton pun memutuskan sambungannya dan membuat Sam tertawa terbahak-bahak. Dixton. Pemuda itu selalu saja takut setiap Sam mulai mengancamnya. Padahal tak ada satupun ancaman yang benar-benar Sam lakukan. Gadis yang menarik. Batin Rey, pemuda yang sedari tadi memperhatikan Samantha. ***** Sam telah selesai dengan urusan sekolahnya. Kini ia memutuskan untuk berkeliling sekolah sebentar. Tujuan utamanya adalah agar tidak tersesat saat ke kelasnya besok pagi. Setelah meletakan buku pelajaran di lokernya, Sam pun membawa kantung berisi seragam sekolah pada tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menggenggam denah sekolah yang diberikan wali kelasnya tadi. Matanya terus bergantian menatap denah sekolah dan papan nama ruangan yang tergantung tepat di atas pintu ruangan-ruangan tersebut. Ponsel Sam bergetar disakunya, membuat dirinya yang tengah kerepotan membawa barang itu menjadi tambah repot. Sam mengangkat teleponnya lalu meletakannya diantara pundak dan telinganya, sementara kakinya terus berjalan menelusuri koridor sekolah tanpa menyadari seorang pemuda yang terus mengikutinya. "Ada apa lagi Dixton?! Aku sedang repot sekarang!" Keluh Sam karena Dixton meneleponnya di waktu yang tidak tepat. "Hey, kenapa kau marah-marah?!" Tanya Dixton yang tak terima di marahi oleh Sam. Sungguh s**l untuk Sam, ikatan tali sepatunya yang kendur terlepas. Karena tak menyadarinya, Sam yang sedang kerepotan pun hampir terjatuh dari tangga jika saja pemuda yang sedari tadi mengikutinya itu tak menarik tangannya. Sam yang kaget pun setengah berteriak membuat Dixton yang berada disebrang sana menjadi panik mengingat sahabatnya yang ceroboh itu. "Sam? Are you okay?" Tanya Dixton. Sam yang masih kaget itu hanya diam saja, tubuhnya terasa lemas. Hampir saja ia terjatuh dari tangga. Meskipun hanya lima anak tangga, tetap saja itu sangat berpotensi untuk mematahkan tulangnya. "Lo nggak apa-apa?" Tanya pemuda itu. "Sam?! Jawab aku!" Suara kencang Dixton di seberang sana pun membawa kembali nyawa Sam yang hampir saja terlepas dari tubuhnya. "Shut up, Dixton! I'm gonna kill you right now!" Sam lalu memutuskan panggilan Dixton. "Lo nggak apa-apa?" Ulang pemuda itu. "E..eh? I..iya. Saya baik-baik aja. Terima kasih sudah menolong" ujar Sam kaku. Peraturan kedua, tidak boleh berbicara dengan pemuda asing. "It's okay. So, lo anak baru?" Tanya pemuda itu. Sam mengerti apa itu Lo - Gue. Namun ia sungkan menggunakannya karena kata ibunya dulu, tidak sopan menggunakan Lo - Gue pada orang lain. Apa lagi Sam menghabiskan lebih lama waktu di New York dari pada di Indonesia. Sam menjadi lebih berat lagi untuk menggunakan Lo - Gue. "Bukan" jawab Sam singkat. "Tapi..gue nggak pernah liat lo sebelumnya. Lo bohong, ya?" Tanya pemuda itu lagi penuh dengan selidik. "Enggak!" Jawab Sam ketus karena masih syok dan tidak terima dituduh berbohong. "Weitsss, santai aja kaya di pantai. Nama lo siapa? Gue Rey" pemuda yang bernama Rey itu pun mengulurkan tangannya. "Sam" jawab Sam singkat tanpa membalas uluran tangan Rey. "Tangan gue bersih kok. Nggak mau salaman?" "Papa saya pesan untuk tidak dekat-dekat dengan pemuda mana pun. Sekali lagi terima kasih. Saya permisi" Sam berjalan meninggalkan Rey sendirian sebelum pemuda itu sempat menjawab. Rey pun terus menatap punggung Sam yang semakin menjauh meninggalkannya. Entah kenapa sejak pertama kali melihat Sam di parkiran, jantung Rey terus berdetak kencang. Seakan perasaan yang telah lama mati kembali di hidupkan. *****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD