Karin terbangun dengan Rico yang sedang memeluknya. Kepalanya masih terasa pusing dan ia jelas ingat kejadian kemarin.
Saat Karin akan beranjak dari ranjang, Rico malah semakin memeluknya dan menenggelamkan wajahnya di leher Karin.
“Tetap diam atau kau akan tau akibatnya.” bisik Rico masih memejamkan matanya.
Wanita itu memilih tetap diam karena ia tak ingin mengambil resiko di pagi hari.
Karin kembali terlelap begitu pula dengan Rico. Pria itu terbangun saat ponel Rico berdering.
Rico tampak menggeram dan mengambil ponselnya. Nomor tak di kenal.
“Hallo?”
Rico langsung mematikan ponselnya setelah tau yang menghubunginya adalah Bella. Pria itu melihat Karin yang masih terlelap di pelukannya dan mencium bibir wanita itu yang membuatnya langsung terbangun.
“Buatkan aku sarapan.”
Karin melihat jam dan terkejut karena ia hampir terlambat ke sekolah.
“Kita terlambat!”
Karin tampak terburu-buru menyiapkan perlengkapan sekolahnya, berbeda dengan Rico yang masih santai di tempat tidurnya.
“Aku berangkat.” pamit Karin pada Rico yang baru saja keluar kamar.
“Kiss me.”
Karin langsung mencium bibir Rico namun pria itu malah mengangkat bokongnya hingga membuat Karin mengalungkan lengannya di leher Rico.
Tangan Rico masuk ke rok Karin dan mengelus c*****************a itu.
“Kau tidak memakainya lagi?” geram Rico.
Karin tampak panik. Rico mendudukkan Karin di meja makan dan mengambil sesuatu di nakas.
“Buka.”
Karin menyibak roknya dan menurunkan celana dalamnya lalu Rico memasangkan vibrator.
“Jangan sampai kau meninggalkannya lagi.” Rico kembali mencium Karin dan membiarkan wanita itu pergi.
Di sekolah, Tian langsung menghampiri Karin. Pria itu memberikan tas Karin yang tertinggal kemarin.
“Aku mencarimu kemana-mana kemarin.”
“Maaf, aku tak enak badan dan langsung pulang.”
“Pulang sekolah kau ada waktu?”
“Kenapa?”
“Aku ingin mengajakku ke suatu tempat.”
“Sepertinya aku tidak bisa. Maaf.”
Karin tak mungkin mengambil resiko untuk pergi bersama Tian, jika ketahuan Rico ia bisa habis.
“Bagaimana jika besoknya? Atau akhir pekan?”
“Maaf Tian, aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
Karin hanya diam dan tak tau harus menjawab apa. Melihat wanita di depannya hanya diam, Tian tersenyum dan mengelus kepala Karin namun wanita itu langsung menghindarinya.
“Maaf.” Karin langsung pergi meninggalkan Tian yang sekarang hanya diam melihat tangannya dan tak sengaja pandangannya bertemu dengan Rico yang baru saja memasuki kelas.
Karin membasuh mukanya dan menatap dirinya di cermin. Sampai kapan ia akan seperti ini terus?
Saat ia sudah akan beranjak dari tiolet, pintu itu terbuka dan masuklah Bella.
“Oh lihat siapa ini.” ucap Bella tak suka. Dia mendorong Karin masuk ke dalam toilet dan mengambil ponselnya.
“Kalian ke toilet sekarang!”
Wanita itu memasukkan kembali ponselnya dan menatap Karin tak suka.
“Kau tau? gara-gara dirimu, dia memutuskanku!” Bella mendorong kepala Karin. “Kau pikir kau bisa merebut Rico dariku?!”
“Aku tak pernah merebut Rico!”
“Hah! Lalu kau bikir Rico tertarik padamu?”
Pintu toilet terbuka dan menampilkan teman-teman Bella.
“Bawa dia ke gudang!”
Bella keluar terlebih dulu dan ketiga temannya itu langsung menyeret Karin menuju gudang yang tak jauh dari toilet.
“Lepaskan!”
Tubuh Karin menghantam lantai saat orang-orang itu mendorongnya masuk ke gudang.
Karin terduduk, memandang nyalang ke empat orang yang mengelilinginya di dalam gudang yang gelap.
“Lepaskan bajunya.” perintah Bella, yang langsung diikuti.
“Tidak! Lepaskan aku!” Karin memberontak dan memukul seorang diantara mereka. Namun kedua tangan Karin langsung di tahan dan Bella menarik seragam Karin hingga terlepas semua kancingnya.
“Hentikan! Lepaskan aku!” Karin kembali memberontak.
“Apakah Rico pernah menyentuhmu? Kau menjual dirimu padanya?”
“Lepaskan aku Bella!”
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Karin. Bella menjambak rambut Karin dan menatap wajah itu nyalang.
“Kau mau aku ajari menjadi jalang?”
“Ikat dia di kursi.” perintah Bella.
Kedua tangan Karin diikat ke belakang dan kaki kanan serta kirinya diikat pada setiap kaki kursi.
Bella memotong bra Karin dan menarik ikat pinggang wanita itu. Ia memakaikan ikat pinggang Karin ke d**a Karin dan menriknya kuat hingga kedua p******a itu tertekan dan membuat Karin meringis sakit.
Bella menyingkap rok Karin dan menarik celana dalamnya namun matanya tertuju pada vibrator yang tertanam di kewanitaaan Karin, ia tersenyum sinis.
“Lihatlah, kau haus akan sentuhan hingga suka bermain sendiri.” Bella menjambak rambut Karin. “Jika kau membutuhkan sentuhan, kau bisa menghubungiku, aku akn mencarikan orang yang dapat memuaskanmu.”
Bella mendorong masuk vibrator itu hingga membuat Karin melengkuh. “Aku akan memberikanmu sebuah pengalaman baru.”
Air mata Karin menetes, takut membayangkan apapun yang ada di pikiran Bella selarang.
:::
Pintu gudang terbuka menampilkan seorang pria yang sedang menatap iba Karin. Wanita itu tampak mengenaskan, terikat di kursi tanpa sehelai benang pun. Bajunya tampak berceceran dan mulutnya tersumpal baju.
Air mata wanita itu makin deras setelah melihat wajah Tian yang menghampirinya.
Tian melepaskan ikatan itu dan memakaikan Karin baju. Ia memberikan blazernya karena baju Karin tak bisa di kancingkan. Pria itu memeluk tubuh ringkih Karin yang masih menangis.
“Tian..” lirih Karin disela isakannya. Ia tak mungkin bisa bertahan dalam keadaan seperti ini. Karin lelah akan semua penderitaan yang telah ia dapatkan. “Bawa aku pergi dari kota ini.”
Tian semakin mendekap Karin. “Kau tenang saja. Aku akan membawamu pergi, dan aku akan melindungimu.”
Karin masih menangis, kali ini wajah marah Rico terbayang diotaknya. Namun ia harus pergi, pergi sejauh mungkin dari pria itu.
:::
Empat tahun kemudian
Karin memasuki sebuah restoran tempatnya biasa makan. Ia mengedarkan pandangannya dan menemukan seorang pria yang sedari tadi telah menunggunya.
“Maaf aku terlambat.”
Wanita itu menaruh tasnya dan duduk di hadapan Tian, pria yang telah menunggunya.
“Kau terlambat setengah jam baby.”
“Ayolah kau tau sendiri aku sedang berusaha mencari kerja. Karena ulahmu aku harus berhenti dari kantorku yang sebelumnya.”
“Ck, seharusnya kau berterima kasih karena aku telah menyelamatkanmu dari atasanmu yang c***l itu.”
“Ya ya, terima kasih.”
“Kau sudah melamar ke perusahaan besar itu?” tanya Tian kepada Karin yang masih memilih menu.
“Aku sudah mengajukan berkas, minggu depan seharusnya sudah wawancara.”
“Kau tidak mau bekerja di perusahaanku saja? Aku bisa memberimu pangkat tinggi.”
“Kau mau pesan apa?”
“Seperti biasa.”
Karin memanggil pelayan dan memberikan daftar pesanannya.
“Aku serius Rin.” ucap Tian.
“Aku juga serius menolaknya. Aku tak ingin mendapat posisi hanya karena kita berteman.”
“Kalau begitu kau bisa menjadi anggota biasa.”
“Akan ku pikirkan jika wawancaraku kali ini gagal.”