Delusi

1919 Words
Rantai yang dingin membelenggu tangan Asa untuk menahannya tetap berbaring di ranjang. Lenguhan ketidaknyamanan posisi yang tak bebas membawanya ke dalam kesadaran dari pingsan. Tubuh pegal, kepala berdenyut - denyut. Bagi Asa ini adalah kondisi bangun paling buruk yang pernah ia rasakan. "Ngh... di mana aku?" Cicit Asa yang masih belum sadar dengan kondisinya. Dia bergerak - gerak gelisah akibat tak bisa bergerak bebas. Terlebih kedua tangannya tak bisa dia angkat. Begitu ia mendapatkan semua kesadarannya, mata Asa segera terbelalak. Tak percaya dengan apa yang terjadi padanya dan tubuhnya. Sebuah rantai mengikat kedua tangannya di kepala ranjang sedangkan kedua kakinya terborgol satu dengan lainnya. Dari sini ia tahu jika dirinya diculik oleh seseorang. 'Memangnya siapa yang mau menculikku? Akukan bukan orang kaya.' Segala pemikiran negatid bersarang di benaknya. Memang penculikan pada jaman ini tidak melulu soal uang, bisa juga human trafiking atau penjualan organ manusia. Keduanya sama - sama tidak menguntungkan bagi Asa. Dia tidak mau dijadikan penghibur pria belang atau pun dijadikan eksperimen oleh ilmuwan atau diambil salah satu organ tubuhnya. Asa mulai mencari celah agar bisa meloloskan diri. Ruangan yang ia berada sekarang anehnya sangat bersih. Ranjangnya terbuat dari jati dengan ukiran tradisional yang berseni. Tidak ada satupun furnitur kecuali kursi dan meja di sudut ruangan. Seharusnya kamar ini menjadi sangat indah dan ideal jika saja tidak ada papa kayu yang menyilang untuk menutupi jendela. "Sayang, kau sudah bangun?" tanya Arka. Suara yang sangat ia kenal menyapa Asa seperti kilatan yang mengerikan. Ketika sosok yang menculik dan mengikatnya keluar dari bayangan dan menampakkan diri. Arka menyambut Asa seperti mereka sedang malam pertama dulu. Dengan sigap ia membawa Asa untuk duduk di ranjang dan memberinya minum. "Apa kau haus...?" Tanya Arka lagi. Tatapan nanar Asa tunjukkan pada pria yang sedang berusaha memberinya minum ini. Dia tidak pernah berpikir sekalipun jika Arka mampu melakukan hal ini padanya. Arka bahkan bersikap sama seperti orang yang tidak waras seolah menolak untuk menerima kenyataan jika mereka sudah berpisah. 'Apa yang terjadi pada Arka?' batin Asa. 'Apa pikirannya terganggu?' batin Asa. Semakin Asa amati maka semakin yakin dirinya jika Arka sama sekali dalam keadaan tidak sehat, mantannya ini sedang berdelusi seolah mereka masih menikah. Asa tahu sedang dalam bahaya jika memicu rasa kesal Arka yang bisa saja membuatnya menjadi agresif dan menyakitinya. Pengetahuan ini pernah ia baca di artikel secara tidak sengaja maka Asa memutuskan untuk Mengikuti alur yang dibuat oleh Arka. Lalu mencari kesempatan untuk melarikan diri. "Ah Arka kepalaku pusing," keluh Asa yang mencoba untuk tidak histeris atau panik. Arka mendadak kebingungan dan kebingungan. Dia panik dan segera menuju ke laci lemari kemudian mengobrak - abrik lacinya untuk menemukan apa yang ia cari. Bruk. Prank. "Di mana? Di mana!" teriak Arka yang kebingungan seolah mencari sesuatu. Sikapnya yang seperti kesetanan membuat Asa berkali - kali melonjak karena terkejut. Arka yang sudah kehilangan akal membanting semua yang ia pegang jika barang itu bukan yang ia cari. Semua ini semakin membuat Asa ketakutan. "Padahal aku sudah menyimpan obat sakit kepala tapi kenapa tidak aku temukan!" teriak Arka. Mengetahui alasan Arka mengobrak abrik laci dan lemari hanya untuk mencari obat sakit kepala membuat Asa tidak bisa menahan air matanya. Padahal pria ini adalah pria teratur yang meletakkan semuanya pada tempatnya. Lihatlah sekarang, dia menjadi linglung seperti bukan dirinya yang dulu. "Arka, hiks biasanya kau akan meletakkan obat itu di kotak obat kan?" ucap Asa. Dia tidak bisa membendung air mata yang mengalir di pipinya melihat kondisi menyedihkan dari Arka. Arka membeku sesaat sebelum dia melangkah pergi ke kotak obat. Di sana ia langsung menemukan obat yang ia cari, dan tersenyum lebar. "Akh, ketemu. Kamu memang istri yang baik. Padahal aku lupa letak obat ini tapi kamu udah tahu. Nah sayang ayo minum obat ini, lihatlah kamu sampek nangis gara - gara pusing." Langkah Arka yang menuju ke arahnya sangat menakutkan bagi Asa. Namun ia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya agar pergi dari sini. Arka sudah menculiknya dari butik ketika akan pulang. "A- aku hanya butuh tidur Arka. Tapi ngak nyaman soalnya tanganku ngak bisa gerak - gerak." Asa mengarang alasan agar Arka melepaskan tangannya dan ia bisa memanfaatkan hal itu untuk melarikan diri dari ikatan Arka. Mantan suaminya membutuhkan bantuan dari ahli kejiwaan karena depresi yang dialami. Ada rasa iba di hatinya tapi meski demikian Asa tidak ingin kembali kepada Arka. Dia bukan lagi pria manis yang pernah menyukainya dahulu. Sama seperti Natalia dia tidak ingin menjalin hubungan dengannya lagi. Asa ingin menutup buku gambaran kehidupan yang menghubungkan antara Arka dan juga Natalia. Apalagi sekarang Arka seperti sedang memiliki kelainan jiwa, ini membuatnya semakin tidak ingin kembali kepada Arka. *** Indra tidak bisa melaporkan kehilangan sebelum 24 jam dari hilangnya Asa. Padahal ada bukti jika sandal yang dipakai Asa tergeletak begitu saja. Hal ini membuat Indra frustasi dan menghubungi saudaranya yang berada di luar negeri. Dia adalah seorang ahli komputer yang bekerja untuk perusahaannya. Indra mengambil ponselnya dan menghubungi saudaranya itu. Hanya dia yang bisa melacak Asa sebelum menghilang dari depan butik. "Asyura, dimana kau sekarang?" Di sebuah villa yang terkenal di Malang, hawa dingin menambah rasa ngatuk dari pria yang bersurai hitam gondrong. Dia yang berencana tidur sampai siang, terbangun akibat getaran telepon yang bergetar tanpa henti. Membuatnya ingin mengutuk sang pengganggu mimpi indahnya. Namun begitu melihat jika yang menelponnya adalah Asyura, dia segera bangkit dan menjawab panggilan itu. "Halo Kak, tumben menghubungiku padahal jika aku di ruang UGD kau tidak akan mau menghubungiku," ucap Asyura. "Ini kondisi darurat, cepat ke rumahku," ucapnya. "Ya ampun Kak. Jarak sini ke rumahmu itu sangat jauh. Jangan menyuruhku cepat - cepat." "Omong kosong, aku tahu kau akan tidur lagi. Jangan banyak alasan segera ke rumah." Asyura yang ketahuan belangnya terkekeh. Dia pun mengiyakan perintah dari kakaknya. "Ya sudah, tiga jam aku sudah sampai ke sana." "Ya." Indra yang khawatirnya akhirnya mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan Asa. Indra yakin jika Asa di culik seseorang. Sudah tiga jam berlalu, Asyura sudah datang dan langsung menuju ke kantor Indra. "Asa diculik. Coba kau lacak keberadaannya." Asyura tahu jika tidak bisa bermain - main jika menyangkut masalah Asa. Dari dulu ia tahu jika kakaknya jatuh cinta dengan Asa. Kini waktunya Asyura memperlihatkan keahliannya sebagai ahli komputer yang jago merentas jaringan keamanan manapun. "Orang yang menculik Asa termasuk cerdik," ucap Asyura. "Dia telah mematikan CCTV di sekitar butik dan apartemen Asa sejauh satu kilo meter," jelas Asyura. Indra menatap jengkel pada Asyura yang memberikan pujian pada sang penculik. "Aku tidak butuh pujianmu pada penjahat itu, aku ingin kau segera menemukan Asa," ucap Indra kesal. Asyura menggeleng karena ia tidak menemukan rumus wajah Asa dari CCTV manapun di kota ini. "Huh, tidak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu informasi dari anak buah kita." "Periksa kegiatan Asa pada tiga hari terakhir, dengan siapa saja ia berhubungan." "Baiklah." Asyura kembali mengotak atik komputernya. Semua rekaman cctv berhasil ia tangkap. Tapi semua tampak normal kecuali ketika ada pria menunggunya di parkiran swalayan. Indra mengernyit seolah mengenali sosok yang menunggu Asa itu. "Perbesar gambarnya," perintah Indra. Asyura mendengus sebal pada sikap bossy kakaknya ini. Meskipun sebal, Asyura menuruti kemauan Indra karena dialah yang menggaji dirinya. Klik Setelah beberapa lama saat, gambar Asa bersama dengan Arka muncul di layar komputer jelas. Ini cukup membuat Indra terkejut dan mulai mencurigai Arka sebagai penculik Asa. "Arka... Mungkinkah?" Indra tidak membuang waktu dan langsung menghubungi keluarga Arka. Dia ingin menyampaikan pada keluarganya jika Arka sudah menculik Asa beberapa jam yang lalu. Begitu Indra sampai ke pelataran rumah dari keluarga Arka, dia segera turun dari mobil dan menuju ke ruang tamu. Indra mengetuk pintu beberapa kali sebelum ibu Arka yaitu Nyonya Mina membukakan pintunya. Sebenarnya Mina adalah bibi dari pihak ibunya Indra sehingga mereka termasuk kerabat. "Nak Indra, ada apa? Kelihatannya kamu tegang?" tanya Mina. Dia yakin jika kedatangan ke rumahnya karena ada kabar buruk. "Arka menculik Asa, Bi. Kita harus menemukannya sebelum Arka melukai Asa." Mina hampir saja pingsan mendengar jika anaknya bisa sampai seperti ini. Dia memang sudah merasakan ada yang tidak beres dengan Arka dan akhirnya terbukti. Farhan yang sudah tidak lagi memegang perusahaan mendatangi Indra. Dia nampak malu seolah gagal mendidik putranya. "Anak itu bikin malu saja." Mina sudah tak tahan lagi. Dia pun meledak akibat tak bisa menahan emosinya. " Semua ini gara - gara kamu! Kau yang tidak becus dan gila kehormatan. " Farhan terkejut melihat istrinya semarah itu padanya. "Bu, aku---" "Sudah tidak ada gunanya kau hidup sama kamu Pak. Aku muak melihatmu merasa ngak berdosa sudah membuat Arka seperti ini. Aku akan pergi dari rumah." Mina masuk dan kembali membawa tas berisi baju ke rumah Irgi. Dia tidak ingin tinggal bersama dengan suami yang menghancurkan salah satu anaknya. "Mina... Mina tolong jangan emosi." Mina sudah enggan melihat suaminya. Jadi dia meminta Indra mengantarnya ke tempat Irgi agar bisa membicarakan masalah Arka dengan tenang. "Nak, kita ke kantor Irgi dulu. Kita bahas masalah Arka di sana." Indra pun mengantarkan Mina sesuai permintaannya. Apalagi Irgi adalah orang cerdas jadi mungkin saja dia bisa menebak ke mana Arka membawa Arka. Begitu mereka tiba di perusahaan Irgi, ibunya segera menutup pintu dan menyuruh Indra dan Irgi mencoba menebak di mana Arka akan membawa Asa. Memang sejak kemarin malam Arka tidak pulang ke rumah. "Irgi, apa kau punya ide kemana Arka akan membawa Asa pergi?" tanya Indra. Irgi mencoba mengingat- ingat kemana saja Arka pergi selama dua tahun ini. Dia memang pernah mendengar Arka ingin membeli Villa di Malang tapi belum jadi. Villa itu jauh dari pemukiman Villa yang lain dan berada jauh di daerah perbukitan. Jadi Irgi pun menebak jika Asa bawa Arka ke sana. Itu adalah lokasi yang sempurna untuk menyembunyikan orang. "Pasti dia ada di Villa yang rencananya ia beli bulan depan. Ayo kita kesana barangkali udah ada di sana. " "Ya, dan Bu... Kamu akan diantar sopir perusahaan, Ibu jangan ikut ya?" Mina ingin sekali ikut tapi kondisi tubuhnya juga tidak memungkinkan. "Nak Indra tolong jangan kau sakiti Arka ya? Kau pasti tahu jika kejiwaannya mungkin mulai terganggu akibat patah hati pada saat bercerai dengan Asa." Indra sebenarnya ingin mematahkan tangan Arka. Namun karena ada permintaan seorang ibu demi keselamatan anaknya maka ia tidak bisa menolak. "Aku tahu Bi. Bibi tenang aja." Irgi dan Indra segera menuju ke Villa yang Irgi ceritakan tadi. Perjalanan mereka yang memakan waktu lebih dari satu jam membuat mereka khawatit sehingga Indra memilih untuk meminta bantuan dari aparat agar perjalanan yang jauh lebih cepat. ... Di sisi lainnya, Asa ternyata berhasil membuat Arka melepaskan rantai di tangannya. Dia pun bersikap seolah baik-baik saja dan membaringkan kepalanya di tempat tidur. Dalam otaknya Asa mulai merencanakan cara untuk melarikan diri dari tempat ini. Sekali lagi semua ini karena Arka bisa saja bertindak agresif dan menyakitinya. "Apa kamu tidak lapar sayang?" tanya Arka. Tangannya terus membelai surai panjang Asa yang sedang berbaring di ranjang. Perasaannya begitu senang karena bisa menyentuh sang istri yang sudah lama ia rindukan. Arka pun mulai mengatakan niatnya pada Asa karena dia sudah tidak tahan lagi. "Asa, sepertinya aku sudah menguasai beberapa teknik di ranjang. Apa kamu ngak kangen." Deg. Inilah yang ditakutkan oleh Asa. Dia kebingungan menolak keinginan dari Arka. Yang pasti Asa tahu jika satu goncangan akan menyulut sifat agresif dari pria yang sedang mengalami gangguan ini. "A- aku sedang mestruasi Arka. Lagi pula kepalaku berat. Kamu sabar ya nunggu kalau aku sudah bersih." Dalam hati Asa berharap jika Arka tidak marah dan meledak. Dengan harap- harap cemas Asa menunggu keputusan dari Arka. Yang mana pria utu sedari tadi hanya diam saja setelah ia menjawab permintaannya. Semua ini sangat menegangkan bagi Asa. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD