Lari

1401 Words
Beberapa bulan yang lalu, Natalia mendatangi Arka di tempat kerjanya. Tangan kirinya membawa dokumen yang memberi kesan jika ia datang karena pekerjaan. Tak ada yang menebak kedatangannya adalah untuk menggoda Arka dengan dalih memberi pelajaran khusus. Ya, pelajaran khusus di atas ranjang. Tanpa perduli jika pria yang ia goda adalah suami temannya . Dengan senyum cemerlang, Nata membuka pintu ruangan Arka. Matanya menyipit mengisyaratkan dengan jelas rasa bahagia di hatinya. Memangnya siapa yang tidak tertarik pada pria yang berwajah oppa - oppa di depannya. Fitur wajahnya yang memiliki garis kecantikan yang dipadu pahatan maskulin begitu menggoda. Arka menarik nafas melihat kedatangan Nata. Dia hari ini sebenarnya sudah janji untuk pulang cepat dan mempraktekkan semua pelajaran yang ia terima dari Nata. Namun lagi -lagi wanita ini datang yang anehnya dengan cepat membuatnya tidak percaya diri dan pecundang. Nata mendudukkan dirinya di atas meja. Rok nya yang pendek tersibak begitu saja memamerkan celana dalam hitam. Suara menggoda ia lantunkan untuk menarik perhatian Arka. "Arka apa pekerjaanmu sudah selesai? Aku sudah menyiapkan sesuatu yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan skill mu, " ucap Nata. Dia tersenyum seoalah dirinya lah yang dipuja Arka. Arka yang memang sudah menyelesaikan pekerjaannya mengangguk. Dia tidak ragu mengikuti arahan dari Nata demi menghapus rasa percaya dirinya di atas ranjang. Melihat gerakan kepala mengangguk dari Arka, Nata menjerit penuh kemenangan dalam hati. "Oh aku sangat tidak sabar ingin menunjukkan film yang berhasil aku dapatkan." Natalia menjilat bibirnya, merasa tak sabar memadu kasih dengan Arka. Demi hal itu dia menolak melayani sang suami. Baginya fisik sang suami tidak menyenangkan mata. Satu - satunya yang membuat Nata masih bersana dengan Raga hanyalah uangnya. "Kau akan merasa luar biasa setelah mempelajari ini." Arka yang berhasil didoktrin oleh Nata tak menolak. "Aku sudah selesai, kau datanglah ke villa lebih dahulu. Aku akan menyusulmu sesaat lagi, kita tidak bisa membiarkan semua orang curiga tentang kita." Arka berkata sambil mengemas barangnya. "Okey." Natalia tidak membantah, dia dengan senang hati mengikuti ucapan dari Arka. Dengan naik taxi on line Natalia pergi ke villa milik Arka yang biasa mereka jadikan tempat praktek. Di sana dia mandi lebih dahulu, memakai lingerie dan menyiapkan CD yang sudah ia beli. Tentu saja CD tersebut berisi adegan panas dengan berbagai macam posisi. Dia akan menyuruh Arka mempraktekan apa yang terpampang di layar televisi dengan dirinya sebelum ia menyuruh Arka melakukan hal tersebut dengan istrinya. Semua ini membuat Natalia berada di atas awan karena memiliki dua pria sekaligus. Dia memang sangat menyukai wajah yang mirip oppa-oppa Korea dari pada Raga yang wajahnya kasar, gelap. Tidak perlu menunggu waktu yang lama bagi Arka untuk datang ke Villanya. Di sana ia disambut oleh Natalia yang memakai pakaian dalam (lingerie) yang bahkan tidak bisa menutupi bagian intimnya. Dadanya terpampang sempurna di balik kain menerawang hitam yang ia kenakan. Sebenarnya Arka sama sekali tidak merasa b*******h melihat tubuh Natalia yang hanya standar saja. Tidak seperti tubuh istrinya yang berliuk - liuk dan menggugah. Hanya saja reaksi tubuh pria yang mudah bereaksi jika mendapat sedikit sentuhan di area sensitif lah, yang membuat rencana Nata berhasil. "Apa lagi yang ingin kau tunjukkan?" tanya Arka. "Aku rasa teknikku sudah cukup memuaskan Asa. Jadi tidak perlu lagi mempelajari apapun lagi," ucap Arka. Dia sama sekali tidak sadar jika kegiatannya bersama Natalia justru membuatnya lupa memberi nafkah batin pada Asa. Tenaganya sudah habis saat pulang, ia sudah kehabisan tenaga dan langsung tidur ketika berada di rumah. "Tidak, kau masih jauh dari cukup untuk bisa dikatakan ahli." Tangannya terulur lentik mengambil remot lalu menyalakan televisi. Nampaklah adegan panas dari sepasang manusia yang memiliki posisi 69 atau women on top. Arka tertegun melihat hal itu, terutaman ketika tangan Nata sudah berada di seluruh tubuhnya. Arka membayangkan jika Asa yang melakukannya, semua pasti hebat. "Asa..." desis bibir Arka. Natalia sama sekali tidak perduli jikalau Arka menyebut nama istrinya ketika sedang melakukan hal panas dengannya. Wanita itu sudah lebih dahulu memulai kegiatan panas mereka, seolah enggan membuang waktu. Jauh dari Villa tempat Arka dan Nata melakukan hal panas, sekali lagi Asa mendesah melihat jam di dinding. Padahal ia sudah masak makanan untuk Arka, tapi dia belum pulang sampai tengah malam. Alhasil, Asa menaruh masakannya di kulkas agar bisa dihangatkan esok hari. Dia mengambil ponsel dan menghubungi Arka. Akan tetapi Arka sama sekali tidak mengangkat ponselnya. Dia masih mengikuti arahan dari Natalia di atas ranjang. Jeritan Nata dan erangan Arka menghias kamar hingga tak mendengar suara ponsel yang berbunyi. Itulah ingatan yang saat ini muncul di kepala Arka. Dia meringkuk di sisi ranjang di mana Asa berbaring dan memejamkan mata, mulai menangisi tindakannya yang memuakkan akibat doktrin yang Nata lakukan. "Aku tidak melakukannya, aku tidak melakukannya..." rintih Arka sambil memegangi kepalanya. Dia mengelengkan kepala keras - keras, hingga rasa eneg memukul perutnya. Dengan tergesa - gesa Arka menuju kamar mandi dan muntah. Merasa muak dengan tindakan dan kebodohan yang ia lakukan. Semua bayangan itu tak mau lepas dari kepalanya. Otaknya dipenuhi segala perbuatan- perbuatan yang menyakiti Asa dan sangat mengganggu. Semua ini sulit ia terima, Arka sama sekali tidak terima sudah melalukan perbuatan sehina itu dan menyakiti Asa dengan kejam. Huek! Bahkan dirinya sendiri jijik pada kebodohannya. Asa memandang Arka yang menghilang dan mual -mual di kamar mandi. Rasa kasihan tak bisa dielakkan timbul di hati ketika melihat Arka yang tersiksa dengan rasa bersalahnya. Namun dia juga harus menyelamatkan diri sendiri dari Arka yang masih belum stabil jiwanya. Kalau bisa secepatnya ia memanggil dokter agar memberikan perawatan yang tepat bagi Arka. Pria itu, meski menyakitinya tapi dia pantas mengadapatkan pertolongan. Asa segera bangun dari ranjang. Dia mencoba membuka pintu kamar yang kebetulan tak terkunci. Tangannya memegang handle pintu dan membukanya perlahan - lahan agar Arka tidak mendengar suara pintu terbuka. Tangan Asa begitu gemetar ketika membuka pintu terutama ketika kakinya melangkah keluar kamar. Dia pun menutup pintu tapi tak sampai tertutup karena takut menimbulkan suara. Segera ia berlari ke bawah untuk melarikan diri, sungguh ia tak mengira jika kamar tempat Arka mengurung ada di lantai atas. Tap. Tap. Asa tergopoh- gopoh lari menuju ke bawah. Dia mempercepat langkahnya kala pintu bawah terlihat. "Asa!" Raungan kemarahan dari Arka terdengar sampai ke bawah. Asa memekik tertahan dan membuka pintu, tapi kali ini pintu keluar terkunci. Dia mencoba mendobrak pintu tapi gagal. Tak mungkin baginya mendobrak pintu yang terbuat dari kayu jati. Ceklek. Ceklek. "Kenapa pintunya terkunci," ucap Asa pada dirinya sendiri. "Bagaimana ini?" Drap. Drap. "Asa!" Suara langkah kaki di lantai atas yang beralas kayu terdengar. Bersama dengan teriakan marah dari Arka semakin mendekat. Asa semakin panik tapi tak bisa keluar. Dia pun melihat ke arah jendela kaca, tanpa pikir panjang Asa mengambil kursi dan melemparkannya pada jendela. Prank! Prank! "Asa berhenti! Jangan tinggalkan aku!" Teriak Arka di tangga. Dia berlari menuruni tangga tapi karena di rasa begitu lama, pria itu melompati lantai satu dan terjatuh di lantai beralas kayu. Asa ketakutan melihat Arka yang meringkuk di lantai menahan sakit. Tak lagi menghiraukan ucapan dari Arka ia segera melompati jendela. Tanpa memperdulikan goresan kaca jendela di kulitnya, dia berlari ke jalan utama bukit. "Asa!" Teriak Arka dari dalam rumah. Pria itu memaksakan dirinya bangun dari lantai. Wajanhnya begitu merah, matanya berair dan urat - suratnya sangat kelihatan karena ia memaksakan diri. Asa masih tak memperdulikan panggilan Arka. Ia berharap jika menemukan seseorang untuk menolongnya. Sayangnya villa di malang masih sangat jarang penduduknya, jadi Asa hanya memaksakan diri berlari menyusuri jalan tak beraspal dan becek. Hah. Hah. Entah sejauh mana Asa berlari, tapi dia masih enggan berhenti. Yang ketika ia melihat adanya jalan beraspal, muncul harapan di benaknya agar bisa selamat. Namun sebuah cengkaraman kuat kembali menangkapnya. Membuatnya menjerit ketakutan. "Tidak lepaskan aku! Lepaskan aku hiks! Lepaskan!" Asa berontak sekuatnya agar tidak dibawa oleh Arka ke villa. Dia tidak mau bersama pria yang jiwanya tidak stabil. "Asa! Kau sudah mengecewakan ku! Kau menipuku!" Asa masih berontak dan memukuli Arka yang menariknya menuju ke villa. "Lepaskan aku Arka. Kumohon hiks." Namun Arka enggan mendengarkan permohonan dari Asa. Dia memanggul Asa yang terus berontak dan berjalan menuju ke villa. Kali ini dia tidak akan membuka rantai yang mengikat Asa, dan tak akan terbujuk dengan ucapan Asa lagi. "Gadis nakal perlu di hukum. Kurasa aku tahu hukuman yang bagus cocok untukmu." Firasat Asa semakin memburuk. Sungguh dia ketakutan akan tindakan Arka yang memang tidak lagi normal. Namun ia tidak bisa berbuat apapun karena di sekitar sini hanya ada pohon tanpa ada rumah satupun. Bisa dibilang jika Arka seolah mempersiapkan segalanya sebelum menculiknya. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD