Setelah tangis baby Vian mereda, Rara membawa anak bungsunya itu ke kamar untuk di beri ASI. Sedangkan yang lainnya masih di ruang keluarga
"Kamu ngapain?" Tanya Rara saat melihat Rava mengikutinya
"Nemenin kamu" jawab Rava polos
"Nggak usah, kamu keluar aja. Kalo ada kamu entar kamu ribut terus baby Vian kebangun" ujar Rara
Dengan lesu, Rava mengangguk lalu berjalan keluar kamar meninggalkan Rara dan baby Vian
Dia tidak ingin membantah ucapan istrinya itu, karna dia tau istrinya itu sedang lelah
Vano dan Vino yang melihat sang Daddy keluar dari kamar dengan lesu pun langsung terbahak bahak
Ingat kan, mereka masih musuhan dan belum berdamai
"Hahahaha, Daddy di usil mommy ya?" Tanya Vino dengan tawanya, begitu juga Vano
Bahkan mereka berdua sudah terbaring di samping meja saking tidak sanggupnya menahan tawa
Entah kenapa, mereka sangat senang saat melihat wajah sang musuh seperti itu. Sedangkan yang lainnya terkekeh melihat kelakuan Daddy dan anak itu
"Pasti mommy usil Daddy kalena mau culik Daddy balu" ujar Vano masih dengan tawanya
Yang lainnya terbahak mendengar ucapan bocah gembul satu itu. Vano yang merasa salah bicara pun langsung meralatnya
"Eh...salah, cop cop.Abang salah omong, lalat. bukan culik tapi beli" ujarnya lalu kembali tertawa ngakak
Sedangkan yang lain semakin terbahak saat melihat ekspresi kedua bocah gembul itu yang terlihat sangat geli
Bukannya marah, Rava malah terkekeh melihat ekspresi anak anaknya itu
"Lalat apa bang?" Tanya Rava menghampiri kedua bocah gembul itu
Dia mengangkat kedua bocah gembul itu dari rebahannya di samping meja lalu mendudukkan bocah gembul itu di sofa
Bukan apa apa, dia hanya takut saat kedua bocah gembul itu sedang tertawa tiba tiba saja kepala mereka terbentur ujung meja atau ujung kursi
"Ish...Daddy, masa lalat aja nggak tau" ujar Vano
"Ralat?" Tanya Laura
Vano mengangguk, membuat semuanya tertawa kecuali kedua bocah gembul itu yang terlihat kebingungan
"Meleka kenapa ketawa bang?" Bisik Vino sambil melihat Daddy, uncle dan aunty mereka
"Abang uga Ndak tau, mungkin meleka lagi bahagia" ujar Vano yang mendapat anggukan dari Vino pertanda mengerti
Mereka kembali terbahak saat mendengar bisik bisik tetangga ala bocah gembul itu
"Kalian kenapa teltawa?" Tanya Vino
"Karna kami mau" jawab Alif
"Uncle Alip bisa diem nggak, telinga Ino sakit dengal suala uncle Alip" ucapan Vino mampu membuat Alif mendengus
"Kan tadi Ino nanya kenapa kita ketawa, ya uncle jawab lah" ucap Alif
"Belisik uncle, kalo kata Ino diem ya diem" ujar Vino ketus
"Lah.. ni bocah mau datang bulan kali ya" ucap Alif kepada dirinya sendiri
"Udah ah, Abang capek. Ayo Ino kita samperin dedek bayi aja sekalian suluh mommy pesenin Daddy balu" ujar Vano sambil menarik Vino
Kedua bocah gembul itu berlari dengan tangan bergandengan. Bisa di bayangkan seperti apa pipi mereka saat berlari
"ASSALAMUALAIKUM MOMMY, ASSALAMUALAIKUM DEDEK" teriak mereka berdua saat sudah di depan pintu kamar dengan semangat
Mereka berdua saling berpandangan lalu tertawa, masih dengan bergandeng tangan mereka menghampiri Rara yang memasang wajah kagetnya akibat teriakan bocah gembul itu
Sedangkan baby Vian sudah menangis akibat teriakan sang Abang
"Waalaikumsalam" jawab Rara
"Adek kenapa nangis telus? Adek mau minum cucu?" Tanya Vano
"Adek embul, kok pipinya besal?" Tanya Vino
Sedangkan Rara sudah memangku baby Vian dengan kedua bocah gembul di hadapannya
Saat baby Vian sudah mulai diam, tiba tiba saja dia kembali menangis dengan sangat kencang
Ternyata eh ternyata, tangan kedua Abang nya sudah mendarat di kedua pipinya
karna sudah sangat geram kedua bocah gembul itu mencubit pipi sang adik hingga pipi baby Vino yang sudah merah menjadi semakin merah
Sungguh malang nasib mu nak, harus menanggung siksaan dari abang Abang gembul mu
"Aduh, Abang. Pipi adek nya jangan di cubit, kasian dong adeknya kesakitan" ucap Rara berusaha sabar
Semua yang ada di luar pun langsung berlari memasuki kamar Rara saat mendengar tangis baby Vian yang sangat kencang
"Kenapa yang?" Tanya Rava
"Tolong bawa anak anak keluar dulu" ujar Rara yang masih sibuk menenangkan baby Vian
Sedangkan kedua bocah gembul itu menatap sang adik dengan mata berkaca kaca
Mereka tidak tega saat melihat sang adik menangis seperti itu
"Adek kenapa nangis? Abang kan cuma cubit in pipi adek" ujar Vano lirih sambil menatap sang adik sendu
"Adek nggak suka sama Abang ya? Kok setiap ada Abang adek selalu sedih? Abang kan cayang adek" lirih Vino
Mereka berdua mundur beberapa langkah dengan tangan bertautan, berniat menjauh dari sang adik agar tidak menangis lagi
"Mommy malah ya sama kita? Maapin kita ya mom kalo buat mommy malah. Maapin kita kalena kita udah buat anak mommy nangis" ujar Vano dengan air mata yang sudah keluar, begitu juga Vino
Tangis Baby Vian sudah mulai reda, sedangkan yang lainnya terdiam mendengar ucapan kedua bocah gembul itu yang biasanya ceria sekarang terlihat sedih dengan wajah merasa bersalah
"Ya udah, kita kelual aja. Kalo kita masih disini ental dedeknya nangis lagi, telus dia cakit kalena banyak nangis" ujar Vino yang mulai sesenggukan
"Dedek hiks.. Ndak boleh hiks.. nangis lagi" ujar Vano
Lalu kedua bocah gembul itu berjalan keluar dengan tangan bergandengan dan menunduk
Rara merasa bersalah terhadap kedua bocah gembul itu, dia menyerahkan baby Vian ke Dian
Yang lainnya sedang sibuk memikirkan ucapan kedua bocah gembul itu, mereka tidak tega saat melihat wajah kedua bocah gembul itu
Sedangkan Rava sudah menyusul sang anak, dia tidak menyangka jika anak anak nya ternyata sangat mengkhawatirkan sang adik
Rava menyusul anak anaknya yang sudah masuk ke dalam kamar mereka, dan terlihat lah mereka yang sedang berdiri di belakang pagar pembatas balkon yang lebih tinggi dari mereka
Kemudian Rara juga ikut menyusul masuk ke dalam kamar sang anak
"Abang hiks.. salah ya?" Tanya Vano kepada Vino
Mereka berdua masih menangis sesenggukan, tanpa menyadari kehadiran kedua orang tua mereka
Vino menoleh menatap sang Abang yang wajahnya sangat mirip dengannya
"Sehalusnya hiks.. Abang Ndak bikin hiks... dedek nangis" sambungnya lagi
"Abang hiks... Ndak salah hiks..., kan Ino hiks... juga ikut bikin hiks..adek nangis" ucap Vino berusaha menghilangkan rasa bersalah abangnya
"Tapi Abang hiks... kan Abang, sehalusnya hiks .. Abang mencegah Dili Abang hiks... dan Ino supaya Ndak cubit pipi dedek embul" ujar Vano
"Ino juga hiks... salah bang, sehalusnya hiks... Ino Ndak hisk...cubit dedek" ujar Vino
"Abang itu hiks... Yang paling hiks... Gede, sehalusnya hiks... Abang ajakin hiks...Ino yang baik hiks... Baik" ujar Vano
"Nanti kalo hiks... Hiks... dedeknya sakit hiks...gimana?" Tanya Vano
"Sehalusnya hiks... Abang jagain hiks... Dedek nya, bukan hiks..hiks... Buat dedek sakit hiks" Sambungnya
Vino memeluk sang Abang, tangis mereka berdua semakin jadi saat memikirkan sang adik akan sakit jika terus menangis
Rara dan Rava yang melihat dan mendengar kan percakapan kedua anaknya itu pun tersenyum haru
Mata Rara mulai berkaca kaca saat mendengar percakapan anak anak nya
Rava merangkul pundak Rara lalu berjalan menghampiri kedua anaknya
Mereka berjongkok untuk menyamakan tinggi kedua bocah gembul itu