“Astaga kamu ngerti gak sih, ucapan kamu bikin aku mikir hal lain!”
Taran memiringkan kepala kemudian alis berkerut di ujung, “Hah…gue cuma mau bantu Om doang kok,” saat itu Faten baru teringat jika istrinya sekarang meski usia kronologisnya 30 tahunan tapi secara kedewasaan mental baru berusia 13 tahun.
“Maaf, aku salah,” Faten menundukan kepalanya merasakan suhu hangat dari tangan Taran yang membelai kasar helai rambut nya
“Btw, Om gue penasaran gimana kita bisa nikah?” Taran melihat wajah Faten kedua bola matanya membulat terlihat kornea mata kecoklatan indah nan lembut di hiasi bulu mata lentik “ Kamu begitu cantik bagaimana bisa pertanyaan konyol itu muncul?”
Faten meraba paha istrinya, ia merasakan kembali sensasi hangat terasa menjalar ke seluruh tubuh “Setiap melihatmu bagaikan mencium aroma karamelisasi dan melihat Maillard yang sangat kuat serta memikat, meski berjanji pada diri sendiri untuk tak menyentuhmu tapi,”
Faten menyandarkan dahi pada pundak Taran “ Rasa gila, ingin menggigit dan menelan mu utuh,” Selimut tebal di malam hari ini menghangatkan disertai bau lembut lalu manis terasa familiar mirip bau bayi baru mandi, membuat Faten menghirup dalam-dalam ke 2 tangannya merayap merasakan pinggang ramping bagai jam pasir
“Om…gue takut!” Taran sedikit gemetar menyilangkan lengan didepan dadaa “Om udah janji tidak boleh nakal atau gigit,” Menggerutu seraya sedikit menggeser tubuh, melihat itu Faten tersenyum menggoda “Ok…Sayang janji tidak nakal dan gigit, cuma peluk doang boleh kan?” Taran terdiam mengangguk
Tak butuh waktu lama meski sudah dapat izin memeluk, ujung-ujungnya Taran bergeser terus saat tidur membuat suaminya tak tega jika terus di peluk dalam tidur, “ knock” Notifikasi email ketika dibaca isinya list nama teman dekat Taran sewaktu SMP, mengatur reunian mungkin akan baik untuk perkembangan ingatan istrinya
Pagi terasa sangat dingin diiringi suhu lembab serta embun di kaca jendela menjadi tetesan air membuat jejak panjang, Faten bangung dan istrinya masih meringkuk kedinginan dengan selimut tebal, kaus kaki, di gambah hoodie milik Faten “ Astaga my princess” Pagi itu Faten memutuskan mencari lauk atau makanan matang di desa, meski terasa canggung ia memberanikan diri berjalan-jalan melihat warung-warung kelontong. Sedikit bisik-bisik warga cukup terdengar mengenai sosok nya yang baru warga desa lihat
“Demi istriku tercinta,” Guratan senyum kecut Faten terlintas terlihat, ketika ia melihat toko kecil dengan meja tertata beberapa sayur dan lauk yang cukup menarik perhatian. Faten segera mendekat tangan merogoh kantong “Hah…untung kebawa,” Rasa lega karena dompetnya ada di kantong celana
Saat Faten mendekat mata ibu-ibu yang berbelanja seperti melihat barang diskonan 50% tak luput melihat dari ujung sandal,celana, baju serta wajah bahkan rambut Faten. Meski risi sampai merasa tak nyaman
Faten bersikap masa bodoh yang penting masak dulu sebelum princessnya terbangun, sampai Bu Karnia wanita berusia 40 tahun itu membuka pembicaraan menyentuh baju Faten di iringi nada bercanda. Faten cukup terkejut lalu sedikit tersenyum canggung
Bu Karnia “ Loh awakmu sopo mas?” Tentunya liriknya memberi isyarat pada ibu-ibu lain agar ikut nimbrung
Bu Nani “Iyo, Aku jek tas ndelok sampean, pean anak e sopo?” Mendekat pada Faten
Faten tersenyum “Maaf Bu, saya gak bisa bahasa jawa,” Mata nya melihat brokoli, cabe rawit, bawang prei, tempe dan pakcoy sedikit terlintas membuat sarapan sayur tumis dan tempe krispi “Pasti istriku makan dengan lahap,” Ia masih dalam lamunan sambil memasukan sayur lain ke dalam kantong plastik
Bu Karnia dan Bu Nani saling pandang terlihat jelas mereka seperti memiliki koneksi tak terlihat “Ehem…tadi ibu tanya kamu dari mana kok baru lihat di kampung ini?” Bu Nani menyela “ Kamu anak siapa?” Menyenggol Bu Mirna yang sedari tadi memandangi Faten dengan sangat terang-terangan
Faten mencoba ramah sambil mengambil cumi basah “ Saya baru pindah dari kota bersama istri, saya sewa rumah Pak Surya,” Ia melihat ke penjual sayur yang juga wanita paruh baya, helai uban tipis sudah terlihat di depan rambut
“Sudah bu,” Faten merogoh celana membuka lalu mengambil uang 100 ribu. Bu Sarni penjual sayur “Mas, ini uangnya belum ada kembalian,” Ibu itu menyodorkan kembali uang Faten “Oh…Hmm,” Faten menyipitkan. Mata melihat deretan sayur “ Kalo gitu kembaliannya buat besok saya belanja Bu,” Faten sedikit menunduk mengimbangi tinggi Bu Sarni
“Emang besok mas belanja lagi? Istrinya kemana?” Celetuk Bu Sarni sembari mencatat sisa kembalian 69 ribu di buku, “Saya emang pengen masak buat istri, jadi besok saya datang lagi ” Seperti koneksi yang tadi dimiliki Bu Karnia dan Bu Nani kini menjadi koneksi mereka bertiga
“Kalo saya mas, subuh itu sudah harus masak buat suami,” Celetuk Bu Nani mengambil seikat sayur bayam sembari melirik ke arah Bu Sarni “Iya Mas, perempuan itu harus siap ngelayani suami, apalagi udah jadi istri, ” Bak gayung bersambut Bu Karnia sedikit mendengus kesal mengambil sepotong tempe “ Punya istri kok males banget sih mas?” Sedikit tawa mengejek diiringi mata sinis
“ Gimana yah Bu, soalnya saya bisa masak dan mau masak, walaupun istri saya gak masak kan gampang tinggal pesan online atau makan di restoran,” Menyahut seraya memperlihatkan senyum termanis
Seketika sekumpilan Ibu itu melihat satu sama lain, meski sedikit kesal melihat respon Faten tapi tak bisa dipungkiri wajah Faten mempesona terasa merasakan getaran aneh. Faten segera pergi sambil melangkah cepat “Dasar, jika bukan karena Taran sakit aku tak mungkin diam mendengar istriku jadi bahan pembicaraan mereka,”
Saat sampai rumah ternyata Taran sudah bangun, helai rambut sedikit tak tertata kedua kelopak matanya menyipit lalu pipinya sedikit menggembung
“Om habis dari mana?” Ia berdiri kini bibirnya sedikit maju lalu menyilangkan tangan sembari membuang wajah, Faten tersenyum samar “Princess, aku belanja sebentar,” Tangan kanan nya mengangkat kantong plastik
“Hmm,” Taran masih merajuk kini bola matanya memutar ke atas, Faten mendekat sambil mendorong dengan tubuh membuat Taran sedikit terhuyung ke arah dapur
“Ih…Om apaan sih!” Saat sampai di dapur mereka berdua terdiam melihat tak ada kompor gas “ Astaga,” Faten memijat pelipis “Maaf sayang, aku tidak sempat cek dapur dulu,” Faten mengelus lembut hidung Taran
Taran memalingkan wajah ke dua jarinya menyentuh lembut ujung rambutnya lalu membuat gerakan memutar “Om gue laper,”
Faten mendekat wajahnya ke pipi Taran “Hmm, dari semalam aku juga lapar dan ingin sekali memakanmu,” Kini pipi Taran rasanya seperti terbakar serta berwarna sedikit memerah
“Om boleh kan, minta hal dewasa ke kamu?” Bisik Faten penuh hasrat, terasa nafas hangatnya membuat bulu kuduk Taran berdiri