Heartguard

1210 Words
Yesha sesaat mendapati ide kenapa juga lelaki didepannya tidak ia pekerjakan untuknya, Yesha yakin lelaki seperti Layvi sangat-sangat ia butuhkan dalam hidupnya, lelaki yang bukan hanya kuat secara fisik tapi juga mentalnya. Bibirnya tersenyum penuh arti, sementara Layvi menyeritkan aslinya bingung melihat kelakuan Yesha. “ayok kita pulang!” Pekik Yesha sumbringah. Biar aksi balas dendamnya dengan Barry menjadi rencana ia selanjutnya, tapi kali ini wanita itu tak ingin melewatkan kesempatan mendapatkan Layvi sebagai pegawainya. Yesha sengaja mengantarkan Layvi sampai depan rumahnya, menatap bangunan yang kelewat biasa itu tapi entah mengapa terasa begitu nyaman kala dipandang. “Terima kasih!” Sahut Layvi sebelum benar- benar masuk kedalam rumahnya. Lelaki itu langsung masuk kedalam kamarnya, seraya memeluk guling dengan senyum terus menghiasi bibirnya. Rasanya begitu bahagia bisa bicara dan dekat dengan wanita itu, wanita yang bahkan wangi parfumnya seakan masih membekas ditangannya, spontan Layvi mengcium tangannya sendiri, dan kembali tersenyum. tapi lagi-lagi ia harus ditarik kekenyataan yang ada. Bahwa lelaki miskin sepertinya tak pantas bermimpi bisa bertemu Yesha kembali. --- Ke esokkan harinya. “Loh kok kakak gak pergi kerja sih?” Tanya Erin curiga, Layvi memang tidak menceritakan jika kini ia sudah dipecat dari ketiga pekerjaannya sekaligus, siapa lagi ulahnya kalau bukan Barry yang menelpon semua bos Layvi dan menyebarkan issue yang tidak-tidak tentangnya, bahkan sekarang Layvi dibuat kebingungan bagiamana cara ia untuk menafkahi ketiga adiknya itu, ia yakin mencari pekerjaan di Jakarta tidaklah mudah apalagi tuduhan Barry bisa menjadi dampak buruk untuknya, ditambah ia ingat tabungannya sudah menipis. menyadarinya saja sudah membuat Layvi mendesah kecewa. Tiba-tiba ponselnya berbunyi membuat Layvi kaget. “Halo.. “ “Ini Mas Layviandi ?” Tanya Arletta ia memang ditugaskan Yesha untuk menelpon Layvi. “Iyah.. Maaf ini dari mana?” Sahut Layvi santun. “Anda diminta untuk datang kembali ke kantor Ibu Yesha, ada yang perlu dibicarakan!” Balas Letta tegas, wanita yang sekaligus menjadi sahabat Yesha itu memang cukup mumpuni sebagai seorang sekertaris yang handal. Layvi menutup teleponnya, ada perasaan ragu menyelimuti hatinya. Untuk apa dirinya diminta datang ke kantor itu lagi? apa semua masih ada sangkut pautnya dengan peristiwa malam itu. Tak ingin semakin penasaran Layvi memutuskan melajukan motornya berharap bisa datang secepatnya. Sesampainya disana, Layvi disambut oleh Arletta. Tak hentinya ia mengedarkan pandangan ke lelaki itu, tadi Arletta sempat dibuat kebingungan dengan wajah Yesha yang tidak seperti biasanya, wajah yang selalu datar itu sekarang dihiasi senyum sumbringah bahkan tadi wanita itu sampai berdandan begitu cantik membuat jiwa ke-kepo-an Arletta bergejolak, siapa orang yang mau ditemui sahabatnya itu? Nyatanya hanya seorang petugas pembersih AC biasa, yah, walaupun postur tubuh laki-laki itu tidak bisa dikategorikan biasa saja. 'tapi apa iyah seorang Yesha menaruh hati ke laki-laki semacam ini?!’ pikir Arletta. “Permisi Bu saya Layviandi yang tadi ditelpon untuk kesini, kira-kira kenapayah saya diminta untuk datang ?” Ucap Layvi membuyarkan lamunan Letta. “Oowwhh.. anda sudah ditunggu oleh Ibu Yesha, silahkan ikuti saya!” meski ragu Layvi tetap mengikuti langkah Letta. “ini ruangan Bu Yesha, saya pamit undur diri!” Ucap Letta santun seraya membungkukkan badannya. Spontan Layvi menenggak salivanya kasar, ia jadi teringat lagi kejadian malam itu. Membuat jantungnya berdetak lebih kencang, dengan pelan ia mengetuk pintu ruangan. “Masuk!” Sahut Yesha dari dalam, Layvi masuk perlahan, langkahnya terhenti sesampainya ditengah ruangan. “Ibu cari saya?” Ucapnya heran, kembali pandangannya seolah kabur karena masih tidak percaya bertemu dengan makhluk secantik bidadari 2 hari berturut-turut. “iyah, ada yang ingin saya tawarkan ke kamu?” “apa itu?!” “sebuah pekerjaan!” “pekerjaan?” Beo Layvi, “alhamdulilah..” Gumamnya pelan, ia memang tak pernah lupa mengucap rasa syukur. Membuat Yesha tersenyum lembut mendengar reaksi lelaki itu. “berarti kamu setuju bekerja dengan saya?” “apa Bu! saya bekerja dengan ibu?” Layvi nampak berfikir, ia kira tadinya Yesha menawarkan pekerjaan, tapi bukan dikantor ini. “mau Bu..” Balasnya pelan tapi juga ragu. “bagus, jadi kamu mulai besok jadi pengawal pribadi saya!” “apa?!!” Pekik Layvi kaget, bekerja diperusahaan sebesar ini saja sudah membuat rasa percaya dirinya menciut tapi ternyata pekerjaan yang ditawarkan Yesha bisa membuatnya bertemu setiap hari dengan wanita itu, wanita yang bahkan harga lipstiknya sama dengan biaya kehidupan Layvi dan keluarganya selama satu bulan. “kamu tadi udah bilang setuju!” Tekan Yesha mulai memonopoli perasaan Layvi, lelaki itu hanya tertunduk diam, alisnya menyerit tanda ia tengah berfikir serius, tapi dimata Yesha sikapnya terlihat sungguh menggemaskan. “Iyah.. tapi itu sebelum saya tahu kalau mau dijadikan pengawal Ibu” Jawabnya lemah. “Loh emang kenapa jadi pengawal saya?, saya akan gaji kamu dengan layak! lagipula saya tahu kamu saat ini tidak mempunyai pekerjaan karena ketiga pekerjaan kamu sebelumnya sudah mengeluarkan kamu.” Layvi hanya terdiam, karena apa yang dikatakan Yesha semuanya benar. “dan saya tahu kamu masih meneruskan pendidikan kamu, tenang saja kamu masih boleh kuliah disela-sela aktivitas menjadi pengawal saya” Layvi yakin, tak ada tawaran yang jauh lebih mengiurkan dari tawaran Yesha, ia bisa bekerja dan tetap meneruskan cita-citanya. Tapi ia juga takut tidak bisa bekerja sesuai harapan wanita itu, entah mengapa Layvi selalu ingin terlihat baik dimata Yesha. “Tapi Bu.. saya tidak punya pengalaman dalam mengawal seseorang, saya yakin Ibu bisa mencari seseorang yang jauh lebih kompatibel dibandingkan saya” “kamu benar! tapi saya cuma ingin kamu yang menjaga saya!” Sahut Yesha tajam, matanya menatap Layvi tanpa berkedip membuat lelaki itu merasa terpojok “Kenapa Bu?!” “Kenapa? Karena saya gak suka seseorang membuntuti saya, tapi setelah kejadian itu saya sadar.. kalau saya butuh seseorang untuk membuat saya merasa aman, dan kamulah orangnya!” “Tapi Bu...” “Saya akan gaji kamu 25 juta/bulan, belum termasuk uang makan, transport serta tunjangan pendidikan. Saya bangga karena kamu masih mau belajar” Gumam Yesha diakhir kalimatnya, tapi Layvi hanya tertegun. Apa tadi 25 juta dan itu perbulan?, ia yakin walaupun dirinya memakai seluruh waktunya untuk bekerja tanpa istrahatpun, ia tak akan mungkin mengumpulkan uang sebanyak itu, tiba-tiba saja lututnya lemas. Bukan cuma karena kaget, tapi itu sama saja menyadarkan Layvi sejauh apa jarak antara ia dan Yesha. Mungkin istilah langit dan bumi terlalu biasa,, lelaki itu terlalu candala, bahkan hanya untuk sekedar menatap Yesha balik. “Kenapa? Terlalu kecil oke.. 40 juta/ bulan saya rasa cukup!” spontan lelaki itu menenggak salivanya kasar seakan ada sebuah duri yang menyangkut dikerongkongannya. “Enggak Bu.. Enggak!” Tolaknya tegas. “Jadi kamu nolak pekerjaan ini?” Selidik Yesha tajam, tatapan matanya yang bagaikan anak panah yang menusuk tepat dijantung Layvi. “iyah Bu.. eh Enggak Bu!” selama hidupnya lelaki itu tak pernah di hadapkan dengan pilihan sesulit ini, dan entah mengapa Layvi justru bukan memikirkan berapa banyak uang yang akan ia dapat jika menerima pekerjaan ini, otaknya justru berfikir berapa banyak waktu yang bisa ia habiskan berdua dengan Yesha. Sampai membuat mulutnya kaku takut Yesha menyadari fikirannya itu. “Bukan gitu Bu, maksud saya, tadi 25 juta sudah terlalu besar untuk saya, dan mohon jangan ditambahkan lagi!” Yesha menyeritkan alisnya baru kali ini ada pelamar yang bahkan meminta gajinya dikurangi, Layvi betul-betul lelaki unik yang sangat membuat dirinya penasaran. Bathinnya “Oke.. kalau begitu mulai besok kamu bekerja sama saya, oh bukan! bagaimana jika kita mulai hari ini!” Putus Yesha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD