Sesampainya di kios penjual bubur Heri pun memesan satu porsi untuk memulai harinya yang sudah dipenuhi Harapan, karena bunga-bunga kebahagiaan sudah mulai terlihat tumbuh, tinggal menunggu waktu yang tepat maka bunga itu akan bermekaran.
Tak lama menunggu pesanan pun datang, tanpa pikir panjang Heri pun mulai menyantap bubur itu Dengan begitu lahap, karena hari kemarin yang diliputi kebahagiaan sampai-sampai lupa untuk mengisi perut. sambil mengunyah makanan sambil terus berpikir, Langkah apa yang akan diambil untuk bertemu kembali dengan orang hebat kemarin.
"Ibadah sudah aku jalankan, terus pekerjaan apa yang harus aku kerjakan agar aku bisa bertemu kembali dengan wali itu, karena kalau terus mengemis mungkin Wali itu tidak akan mau menemuiku lagi, karena meski pengemis itu diperbolehkan tapi itu bukan pekerjaan yang baik." pikir Heri sambil terus menyantap bubur ayamnya.
Selesai membayar makanan yang sudah masuk ke dalam perutnya, Heri pun berjalan kembali menyusuri trotoar sambil terus berpikir Langkah apa yang harus diambil.
"Tapi kalau nyari pekerjaan lain itu sangat susah, sedangkan aku belum bisa memastikan Apakah aku bisa bertemu kembali dengan wali itu atau tidak. Mending kalau aku bisa bertemu karena kalau bisa hidup bersama dengan beliau, maka aku tidak harus memusingkan makanan, karena beliau bisa mengubah uang kecil menjadi uang besar. tapi kalau tidak bertemu lagi maka kehidupanku akan semakin susah. daripada bingung mencari pekerjaan Mendingan aku mengemis saja, karena kalau pekerjaanku tidak diperbolehkan oleh Wali itu, mana mungkin kemarin mau menemuiku yang hanya sebagai pengemis," putus Heri sambil terus berjalan.
Matahari dari ufuk timur sudah terlihat memancarkan cahaya memberikan kehangatan bagi jiwa-jiwa yang tersinari oleh sinarnya, burung-burung gereja terdengar gemericit dari arah pohon-pohon besar yang tumbuh di samping kanan kiri jalan, Ada pula yang bersuara dari atas genteng rumah-rumah warga.
Waktu itu keadaannya sangat cerah, secerah harapan Heri yang sudah menemukan orang yang ia cari orang yang bisa melipatgandakan uang, hanya tinggal menunggu saja orang itu menemuinya kembali.
Heri terus berjalan Sampai akhirnya dia tiba di salah satu penjual buah, dia pun mulai menadahkan tangan untuk meminta belas kasihan.
"Kalau badan sehat, mendingan kerja nggak usah ngemis. mana masih pagi belum ada penglaris lagi, sudah ada yang minta-minta aja," gerutu penjual buah namun meski begitu dia tetap mengeluarkan uang 2000-an.
Hati Heri yang sudah terbiasa mendapat cacian seperti itu, hanya tergores sedikit, berbeda ketika awal-awal memulai pekerjaan dia selalu sakit hati ketika dihina seperti itu, bahkan sekarang daripada dia memaki atau mengumpat Heri lebih memilih tersenyum dan mendoakan orang itu agar Jualannya laris.
"Daripada mendoakan orang lain, mendingan doakan diri lu sendiri, agar tidak menjadi pengemis!" balas penjual buah ketika dirinya didoakan.
"Terima kasih, assalamualaikum...!" jawab Heri yang tak melepaskan senyumnya kemudian dia pun berjalan menuju ke penjual lain untuk meminta belas kasihan. seperti biasa ada orang yang memberikan sedikit rezekinya Ada pula yang acuh bahkan tak sedikit yang menghinanya.
Hari itu Heri terus mengemis sambil memperhatikan keadaan sekitar, berharap dia bertemu kembali dengan orang yang menemuinya kemarin. Namun sayang sampai Azan zuhur berkumandang orang yang ia cari tidak pernah ketemu, tapi Walau begitu Heri tidak Patah Arang dia tetap berusaha dan berharap agar dirinya dipertemukan kembali, bahkan Heri terlihat menuju ke salah satu masjid untuk melaksanakan salat zuhur terlebih dahulu
Seusai melaksanakan salat zuhur Heri memutuskan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu, kemudian dia menjalankan rutinitasnya untuk bertahan hidup di kota, sambil terus mencari orang yang dianggapnya sebagai wali, bahkan Heri beberapa kali melintasi restoran Tempat kemarin dia bertemu dengan orang itu, Namun sayang sampai malam tiba Heri tidak bertemu.
Keesokan paginya, hari tetap menjalankan rutinitasnya sebagai pengemis namun yang berbeda sekarang ketika adzan berkumandang, dia akan menyempatkan diri untuk melaksanakan salat terlebih dahulu, karena dia yakin kalau dia terus beribadah maka Wali itu akan mau menemuinya kembali.
Sama seperti hari kemarin hari, ke dua pun Heri tidak bertemu dengan orang yang bisa melipatgandakan uangnya, membuatnya semakin merasa menyesal karena sudah membuang kesempatan yang begitu berharga dalam hidupnya. malam itu ketika dia beristirahat di teras masjid dia pun duduk sambil menekuk dengkul, matanya menatap halaman yang dilapisi paving block.
"Kenapa hidupku selalu sial, padahal aku sudah beribadah tapi kenapa Wali itu tidak kunjung menemuiku kembali. apa jangan-jangan dia benar-benar marah karena aku mengacuhkannya ketika aku bertemu dengan orang suci itu. memang sial, sial....!" Gerutu Heri sambil meremas tangannya untuk mengungkapkan kekesalan yang memenuhi d**a.
"Bagaimana caranya supaya aku bisa bertemu dengan orang sakti itu, apa aku harus mengemis kembali di depan restoran seperti ketika aku bertemu dengannya. Tapi kalau aku menunggu disana nanti aku tidak bisa makan karena aku tidak mengemis. mending Kalau bertemu beliau, aku bisa meminta kembali uang terhadapnya," gumam hati Heri yang terus dipenuhi penyesalan penyesalan.
"Sebentar, kalau aku menunggu di depan restoran Apakah uangku cukup untuk makan?" ujar Heri sambil mengeluarkan uangnya dari saku celana karena dia sangat trauma menyimpan uang selain dari kantong bajunya. dia takut kejadian beberapa bulan yang lalu terulang kembali di mana uangnya dicuri oleh orang lain.
Setelah uangnya dikeluarkan Heri pun mulai mengumpulkan dan menghitung uang itu dengan begitu teliti. Setelah dijumlahkan uang yang dia miliki tidak lebih dari Rp40.000.
"Kayaknya cukup untuk makan hari esok, Lagian di depan restoran juga aku bisa sambil mengemis, Siapa tahu saja bisa menambah menambah uang untuk makan. nanti kalau benar-benar tidak bertemu aku akan mengemis kembali. setelah punya modal maka aku akan menunggu Wali itu di depan restoran. benar aku tidak boleh menjauhi tempat itu...." akhirnya Heri pun mendapat keputusan, setelah itu dia mulai membaringkan tubuhnya menggunakan plastik baju sebagai bantal untuk menyangga kepala.
Matanya memindai area plafon, khayalnya mulai terbang kembali membayangkan hal-hal yang indah ketika dia sudah bisa berguru dengan orang yang dianggapnya sebagai wali, Karena orang itu sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pak ustad, bahwa orang-orang yang tidak membutuhkan Aliyah dunia maka dunialah yang akan menghampirinya.
Terlarut dalam khayalan khayalan indah yang diciptakan oleh pikiran orang yang sedang dibuai kekayaan duniawi, akhirnya mata Heri dengan perlahan mulai tertutup kemudian khayalan indahnya berpindah ke alam impian.
Keesokan paginya, Setelah dia sarapan dia pun berjalan menuju ke restoran yang beberapa hari berlalu dia dipertemukan dengan orang sakti. Sesampainya di sana Heri pun duduk di trotoar sambil menghadapi sebuah gelas bekas air mineral, meski restoran belum buka Heri tetap duduk menunggu orang yang ia cari datang.
Matahari dari sebelah timur sudah terlihat begitu terang mengawasi orang-orang yang sedang menjalani kehidupan di dunia, semakin lama matahari itu pun semakin naik ke atas, awalnya memberikan kehangatan sekarang memberikan kepanasan. restoran yang awalnya tertutup sekarang sudah mulai dibuka, diawali dengan adanya karyawan yang datang untuk melaksanakan rutinitasnya.
Semakin lama semakin siang, wajah Heri sudah terlihat memerah karena terpapar langsung oleh teriknya matahari, namun dia tak sedikitpun mengeluh dan beranjak dari tempat duduknya karena walaupun dia tidak berjalan ada satu dua orang yang memiliki hati besar dan memberikan sedikit rezekinya terhadap Heri, sehingga untuk makan siang hari pun sudah memiliki uangnya.
Heri tetap terdiam sampai adzan Dhuhur berkumandang, orang yang ditunggu pun tidak kunjung datang. namun Heri ingat dengan kewajiban dan tugas yang diberikan oleh orang itu, dengan segera dia pun Mencari masjid terdekat untuk melaksanakan salat berjamaah, selesai melaksanakan kewajibannya hari pun kembali duduk di tempat yang tadi ia tinggalkan.
Matahari yang sangat terik tidak menjadi penghalang untuk menggapai cita-citanya, Heri seperti Karang yang tidak tergoyahkan oleh ombak besar, dia tetap Teguh dengan pendirian bahwa hari itu dia tidak akan pergi kemana-mana, dia hanya fokus menunggu kedatangan orang yang dianggapnya sebagai orang pintar.
Benar kata pepatah, Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti mereka menemukannya. siang itu kira-kira pukul 14.30 tiba-tiba Heri terkejut dengan suara orang yang tertawa dan Tak asing di telinganya, karena suara itulah yang selalu Diharapkan hadir dalam hidup Heri.
"Wali.....!" umpat Heri sambil menoleh ke arah datangnya suara terlihatlah orang yang menggunakan gamis putih menggunakan sorban yang dilihatkan di kepalanya sedang berdiri di belakangnya Heri tidak tahu dari mana datangnya orang itu, membuat keyakinan Heri semakin berlipat ganda bahwa orang yang berada di hadapannya adalah seorang Wali.
Tidak ingin mengulang kesalahan untuk yang kedua kalinya, Heri pun bangkit dari tempat duduknya kemudian dia bersimpuh bersujud di kaki orang yang baru datang dia tidak ingin Sunan itu menghilang kembali.
"Maafkan saya Sunan, Maafkan kalau penyebutan saya kurang berkenan di hati Sunan....! Saya berjanji saya akan mengikuti perintah Sunan," ujar Heri yang tiba-tiba seperti itu entah apa yang merasuki jiwanya sehingga dia bisa secepatnya percaya dengan orang yang baru ia kenal.
"Hahaha, Heri...! Heri kamu tidak pantas melakukan hal bodoh seperti ini, karena yang wajib kamu sembah itu hanyalah Allah semata. Bangkitlah Manusia Bodoh!" ujar orang itu namun tidak menarik tubuhnya untuk menjauh.
"Maafkan saya Sunan, Maafkan.....! memang saya orang bodoh. Tolong angkatlah saya sebagai murid Sunan!" ujar Heri sambil membangkitkan tubuhnya kemudian menciumi tangan orang itu dengan dia bolak-balik dari mulai punggung sampai telapak tangan.