bc

DUKUN PALSU

book_age18+
5
FOLLOW
1K
READ
revenge
dark
BE
one-night stand
heir/heiress
bxg
scary
loser
lucky dog
city
cruel
civilian
like
intro-logo
Blurb

Bijaklah dalam memilih bacaan karena dalam tulisan Ini ada kekerasan dan adegan 21+ Heri yang tertipu Oleh dukun pengganda uang akhirnya dia harus pulang ke rumah, karena usaha yang dia banggakan tidak membuahkan hasil, dia harus pulang dengan tangan kosong dan membawa kekecewaan yang begitu berat. Sesampainya di rumah istrinya pun menuntut uang hasil penjualan sawah yang sudah ia setorkan sama dukun agar segera dikembalikan, karena keadaan rumah tangganya yang semrawut, membuat istrinya terus menerus menagih uang itu agar segera dikembalikan. Heri yang berada di dalam tekanan, Akhirnya dia pun pergi kembali dari rumahnya untuk mencari uang pengganti agar istrinya kembali baik. di dalam perjalanannya dia bertemu dengan orang pintar yang bisa membuat dirinya pintar dan Sakti mandraguna. Berbekal ilmu yang ia miliki, Akhirnya dia pun Berencana untuk membalas kejahatan guru yang sudah menipunya kepada orang lain agar uang yang sudah ia setorkan bisa kembali

chap-preview
Free preview
Percaya
"Kami percaya bahwa yang mulia tidak pernah menipu dan yang mulia tidak pernah mengajarkan ajaran yang sesat. untuk itu, kami mohon kepada bapak penegak hukum agar segera membebaskan Raja, sekaligus guru kami, karena beliau tidak bersalah, beliau hanya difitnah oleh orang-orang yang Syirik terhadap kesaktian beliau." jawab salah seorang ibu-ibu ketika diwawancarai oleh seorang wartawan. "Fakta sudah jelas, buktinya sudah ada. bahwa Dimas Kanjeng sudah melakukan kejahatan pembunuhan dan penipuan terhadap puluhan ribu santrinya. Apakah Ibu masih mau membela orang yang sudah benar-benar bersalah?" susul wartawan sambil mendekatkan kembali mic ke hadapan narasumbernya. "Itu adalah fitnah yang sangat keji terhadap guru kami, karena kami yakin bahkan sangat yakin bahwa Kanjeng Prabu Dimas tidak melakukan kesalahan, mungkin ini adalah cobaan baginya sebagai orang yang sholeh." Mendengar jawaban dari korban penipuan penggandaan uang, wartawan itu hanya menarik nafas dalam, seolah dia bingung harus dengan cara apa lagi meyakinkan bahwa ibu-ibu itu sudah tertipu. karena semenjak tadi dia mewawancarai ibu itu tetap Kukuh bahwa junjungannya tidak melakukan kesalahan, dia yakin kalau Dimas Kanjeng difitnah oleh orang yang tidak suka dengan kesalehannya. "Bagaimana dengan bapak, menanggapi masalah yang menimpa Padepokan ini?" wartawan itu mengalihkan pertanyaan terhadap korban yang lain. "Seperti yang Ibu Marni sudah katakan, bahwa guru kami sedang difitnah dan kami akan terus menunggunya di sini Sesuai dengan amanat yang diberikan, bahwa setiap santri tidak boleh keluar dari padepokannya, sebelum panen penarikan uang gaib." "Terus masalah pembunuhan kedua asisten kepercayaannya, Apakah itu belum cukup untuk meyakinkan bapak-bapak bahwa Dimas Kanjeng sudah menipu kalian?" "Sudah jangan terus menjelekkan guru kami, karena kami akan marah kalau Anda terus berbicara seperti itu. Dan perlu Anda ketahui keimanan Kami tidak akan tergoyahkan meski nyawa kami sebagai taruhannya." jawab orang yang ditanya sambil membulatkan mata, menatap tajam ke arah wartawan yang terlihat meringis karena melihat keseriusan ancaman dari narasumbernya. Merasa dirinya tidak akan mampu menggoyahkan keyakinan orang yang sedang terlena dalam khayalan, bahwa uang yang sudah disetorkan terhadap gurunya akan berubah menjadi 1000 kali lipat, wartawan itu pun berdiri kemudian dia menghadap ke kamera lalu mengakhiri sesi wawancaranya. setelah itu dia pun berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya mengeksplorasi Padepokan pengganda uang. Seperginya wartawan itu orang-orang yang dijadikan narasumber sekaligus santri di padepokan Dimas Kanjeng, mereka membubarkan diri menyisakan tiga orang yang masih tetap di tempat itu, mungkin mereka tidak punya aktivitas lain sehingga mereka tetap berkumpul. "Bagaimana Mas Heri, kalau kenyataannya sudah seperti ini, Apa benar guru kita itu adalah penipu?" tanya orang yang paling muda sambil menatap ke arah seorang pria, kira-kira berumur 40 tahunan. "Hush.....! kalau ngomong harus dijaga, nanti kanjeng guru marah sama kita. bisa-bisa uang yang kita setorkan tidak akan berlipat ganda," jawab Heri sambil menempelkan telunjuknya di bibir, memberi isyarat agar Asep Tidak sembarangan kalau berbicara. "Iya benar Sep....! kalau ngomong itu harus dijaga, Karena Guru kita memiliki indra keenam, bisa-bisa nanti kita kena kualatnya. siapa yang rugi kalau beliau mengutuk kita," Timpal Wawan mengingatkan Asep. "Maaf, maaf.....! Tapi Mau sampai kapan kita menunggu di sini, sementara guru kita sudah masuk ke penjara. Dan santri-santri yang lain sudah mulai pulang ke rumah masing-masing?" tanya Asep sambil membagi tatap ke arah kedua seniornya. "Ya Tunggu saja sampai waktu yang ditentukan tiba, lagian itu tidak akan lama, kita tinggal menunggu sebulan lagi maka uang yang sepuluh juta yang sudah kita setorkan akan menjadi satu miliar. dan mungkin ini adalah ujian buat keimanan kita, agar semuanya tidak mudah karena tidak mungkin kalau ujiannya ringan hasilnya sampai satu miliar." jawab Heri yang mengulum senyum membayangkan gepokan uang sudah berada di tangannya. dia memiliki rencana untuk menampar istrinya menggunakan uang itu, supaya mulutnya tidak terus mengomel. dan kalau istrinya tetap tidak mau berubah tidak menghargai dirinya, maka dia akan mencari istri lain karena dengan uang satu miliar semuanya dapat ia lakukan, termasuk mengganti istrinya yang cerewet itu. "Benar saya sependapat dengan Mas Heri, kita tunggu sampai waktu yang ditentukan, karena menurut yang mulia Kanjeng Prabu walaupun beliau berada di manapun uang itu akan tetap datang terhadap kita. kalau kita menyerah sekarang, itu akan sia-sia karena sudah hampir setahun lebih kita berguru di padepokan ini." "Tapi sampai kapan kita harus menunggu?" tanya Asep yang mulai kehilangan kepercayaannya. "Sudah saya bilang kita tunggu sebulan lagi, sampai waktu panen yang ditentukan sudah tiba," jawab Heri tetap Kukuh dengan pendiriannya. "Terus bagaimana kalau uang kita tidak jadi berlipat ganda seperti yang diberitakan oleh orang-orang." "Asep kalau kamu mau murtad terhadap guru, silakan kamu tinggalkan tempat ini! jangan pengaruhi keyakinan kita yang sudah sepenuhnya percaya dengan Kanjeng Prabu.....!" bentak Wawan yang tidak suka kalau gurunya dijelekkan. "Iya daripada kita berbicara yang tidak tidak, mendingan kita atur rencana kedepannya setelah uang kita digandakan, karena kalau tidak direncanakan dari sekarang saya yakin uang sebanyak apapun itu akan habis, karena manajemen yang buruk." ujar Heri mengalihkan pembicaraan. "Benar Mas Heri, kita harus mempunyai plan yang matang, agar uang kita bisa bermanfaat. kira-kira Mas Heri mau buka usaha apa?" "Saya mau bertani saja, karena hanya itu ilmu yang saya miliki." "Emang bertani bisa sukses, bukannya pupuknya sangat mahal?" tanya Wawan yang pesimis. "Di Kampung saya para petani banyak yang sukses kok, mereka punya mobil, punya tanah yang luas, punya rumah yang bagus dan bisa memiliki istri lebih dari satu. hehehe," "Kalau saya mau membuka usaha Cafe aja Mas, soalnya saya masih muda, rasanya Jiwa Saya berada di tempat itu." Timpal Asep yang sudah kembali ke mode asalnya dia tidak memikirkan lagi tentang gurunya yang sudah berada di sel tahanan. Akhirnya Ketiga santri tua itu terus mengobrol membahas Lamunan masing-masing, ketika uang yang digandakan di gurunya sudah mereka miliki, seolah mereka tidak sadar kalau mereka sedang ditipu. Padahal sudah jelas kepolisian mengungkapkan bahwa gurunya itu hanyalah seorang pembunuh dan penipu, tapi keyakinan tanpa dibarengi dengan keimanan membuat mereka percaya dengan manusia serakah, sehingga walaupun sudah banyak bukti tetap tidak sadar bahwa mereka sudah ditipu. Keadaan waktu itu matahari sudah berada tepat di atas ubun-ubun, sehingga tak lama diantaranya suara adzan zuhur pun berkumandang dari arah Masjid Padepokan Dimas Kanjeng. dengan segera ketiga santri itu bergegas menuju ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah. hari itu suasana di masjid tidak seramai biasanya Karena hari-hari biasa ketika waktu berjamaah maka Masjid itu akan penuh oleh santri santri yang berguru ilmu kebatinan serta santri-santri yang menunggu hasil panen penggandaan uang. Setelah kejadian pimpinan Padepokan itu ditangkap, lambat laun orang-orang mulai dibukakan pemikirannya bahwa orang yang mereka ikuti hanyalah penipu, karena uang yang dikeluarkan dari balik tubuhnya itu adalah uang yang disimpan di kantong baju jubah yang sudah di desain sedemikian rupa, sehingga bisa menyimpan banyak uang, tapi tidak sedikit orang yang masih percaya dengan kehebatan gurunya itu, mereka tetap yakin bahwa gurunya bisa menarik uang gaib dan menggandakan uang yang mereka simpan, seperti Heri, Wawan dan Asep. Ketiga santri itu tetap Kukuh kalau yang menimpa gurunya itu adalah ujian keimanan ketika mau mendapatkan kesuksesan. mereka yakin kalau mereka tetap bertahan di padepokan, maka uang yang digandakan akan bisa dipanen, bulan berikutnya akan menjadi milik mereka. Jadi mereka tetap bersungguh-sungguh dan khusu berdoa setelah melaksanakan salat zuhur supaya semua keinginannya bisa terkabul. Setelah melaksanakan salat zuhur, ketiga santri pun pergi ke warung untuk mengisi perutnya yang sudah terasa keroncongan, Setelah itu mereka pun kembali ke Padepokan untuk melakukan ritual-ritual yang sudah diajarkan oleh gurunya, seperti yang sudah mereka lakukan sehari-hari, meski wartawan undur datang untuk mewawancarai para korban yang masih bertahan, tapi ketiga santri itu tetap khusuk melakukan aktivitasnya sebagai penunggu hasil penggandaan uang. Hari itu Mereka lalui dengan begitu berat karena menurut keyakinan mereka bahwa ritualnya sedikit terganggu diakibatkan banyak orang yang mendatangi Padepokan, selain wartawan banyak warga warga Kampung sekitaran yang ingin mengetahui kondisi perguruan penarikan uang gaib setelah ditinggalkan oleh pimpinannya, sehingga tidak sedikit orang yang masih bertahan yang gagal melakukan ritual hari itu. berbeda dengan Heri, Wawan dan Asep, yang tetap Teguh dengan pendiriannya. sehingga hari itu Mereka bisa lewati sesuai dengan ajaran yang diterima dari gurunya. Keesokan paginya, suasana di padepokan pun semakin banyak orang yang mendatangi dan semakin banyak pula santri-santri Kanjeng Dimas yang mulai tersadar bahwa mereka sudah ditipu, dengan disuruh menyetorkan uang untuk dilipatgandakan atau untuk membeli jimat dan ilmu yang diajarkan oleh pimpinan Padepokan, sehingga mulai banyak santri-santri yang meninggalkan untuk pulang kembali ke rumah masing-masing, dengan membawa hati yang sangat kecewa karena sudah tertipu oleh orang yang serakah, yang mengaku-ngaku sebagai orang pintar. Semakin hari santri-santri pun semakin berkurang, namun orang-orang yang berkunjung semakin banyak, membuat ketenangan santri-santri yang masih yakin bahwa gurunya hanya difitnah dan sedang menguji keimanan mulai terganggu, apalagi ketika dari pihak Kepolisian sudah mulai menginstruksikan agar semua Santri pulang ke rumah masing-masing, karena apa yang dijanjikan oleh Kanjeng Dimas itu hanya kebohongan Semata, membuat Asep Wawan dan Heri merasa tidak terima. "Kenapa polisi-polisi itu menyuruh kita pulang, apa mereka mau menggagalkan keberhasilan kita?" tanya Heri ketika berkumpul dengan kedua sahabatnya, setelah mendengar kabar bahwa mereka harus segera pulang. "Mungkin seperti itu, memang benar apa yang disampaikan oleh guru kita bahwa untuk mencapai kesuksesan pasti akan banyak rintangan, salah satunya seperti ini. Padahal sebentar lagi kita akan mendapat uang yang sangat besar," ujar Wawan menimpali, di wajahnya terukir raut kekecewaan yang begitu mendalam. "Benar kita harus tetap bertahan, demi tercapainya cita-cita kita yang ingin hidup kaya raya," jawab Asep menguatkan, setelah sering mengobrol dengan kedua sahabatnya keyakinannya pun mulai tumbuh kembali bahwa gurunya adalah orang pintar, orang sakti yang bisa menggandakan uangnya, yang bisa mengangkat harkat derajat kehidupannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CINTA ARJUNA

read
12.4K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.5K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.2K
bc

Si Kembar Mencari Ayah

read
28.9K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.1K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.3K
bc

Ayah Sahabatku

read
21.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook