Begitu mereka selesai bicara, aku langsung pergi dari sana. Kasihan sekali Fany, hatinya patah sebelum mulai berjuang. Alvaro langsung meninggalkannya sendirian. Sedikit menoleh ke belakang, Fany masih berdiri di sana. Ingin rasanya kuhampiri dan memeluknya erat. "Alvaro kurang ajar. Kalau emang gak ada niat serius, ngapain dideketin?! Ah, cowok jaman sekarang emang suka PHP apa gimana, sih?" gerutuku. Sesampainya di rumah, rupanya Fany telah sampai lebih dulu. Tak perlu heran karena aku sempat mampir ke toko sembako. Alhasil, gadis inilah yang sampai duluan. Ia duduk di tangga, kepala tertunduk dan sesekali mengusap air mata. "Ayo, masuk! Ngapain duduk di sini? Kotor," ajakku sambil menjulurkan tangan. "Aku mau di sini aja, Mbak. Tunggu Alvaro datang jemput," ucapnya. "Hah? Alvar

