Senin pagi kegiatan sekolah kembali harus mereka lakukan, ketika sepasang adik kakak itu menuruni tangga bersama, Caitlin tampak sudah berkemas lalu memandang kedua anaknya, ia tersenyum menyambut kedatangan mereka.
“Selamat pagi.”
“Pagi.” Caitlin segera membalas. “Aku minta maaf karena tidak bisa sarapan bersama kalian, barusan aku mendapat telepon mendadak.” Ia langsung menjelaskan sebelum salah satu dari dua anaknya mengajukan pertanyaaan mengapa dirinya tampak tergesa. Mendengar penjelasan itu, entah Bevrlyne maupun Velgard tampak biasa saja, ini bukan kejadian yang pertama kali di mana ibu mereka akan meninggalkan sarapan atau lebih tepatnya memulai sarapan lebih dulu lalu segera berangkat sebelum keduanya sempat duduk di atas kursi.
Bevrlyne menggeleng lalu tersenyum. “Tak apa, kami paham.”
Velgard mengangguk sebagai isyarat bahwa dia juga setuju dengan apa yang adiknya katakan. Caitlin langsung meraih masing-masing pundak kedua anaknya
“Aku senang kalian tidak marah.” Ia segera mencium keduanya bergantian, setelahnya ia lalu melepaskan tangannya. “Kalau begitu aku berangkat, habiskan sarapan kalian dan jangan lupakan bekalnya.” Caitlin berpesan untuk ke sekian kalianya yang mana ini menjadi bahasa sehari-hari dan bahasa yang sepertinya tidak boleh terlewat olehnya apabila ia harus pergi lebih dulu.
“Oke.”
Baru saja Caitlin melangkah, Bevrlyne segera menahannya.
“Mom, apa kau sudah sarapan?” tanyanya. Caitlin tersenyum lalu memgangguk singkat.
“Tentu, sayang, aku menyelesaikannya secepat mungkin, ini sangat menyebalkan tapi tetap harus kulakukan.” Ia menjawab sambil melanjutkan langkah nya
“Aku pergi, jangan sampai terlambat.” Tak lama dari perkataan itu, pintu dibuka lalu terdengar suara mesin mobil yang meninggalkan halaman. Wanita pekerja itu tampak benar-benar amat tergesa dengan pekerjaannya.
Bevrlyne dan Velgard segera menyantap sarapan mereka yang baru selesai dibuat, ada piring dan gelas kosong di atas meja, Caitlin begitu tergesa sampai tidak sempat memindahkan bekas makannya.
Selama beberapa menit lamanya mereka sarapan hanya ditemani dengan keheningan, karena mereka sedang sarapan dan tak ada topik untuk dibahas, maka keduanya tidak repot-repot untuk mencairkan suasana atau berbasa-basi. Tampak keduanya fokus untuk menghabiskan masing-masing sarapan mereka.
Pada saat itulah Bevrlyne ingat bahwa dia ingin membahas mengenai saran yang Nyonya Anderson katakan kemarin, sebenarnya ia ingin membahas ini bersama Caitlin juga, hanya saja ibunya itu malah memiliki jadwal yang mendadak sehingga tidak ada kesempatan baginya untuk mendengarkan.
Karena ada Velgard di sini, sepertinya tidak ada salahnya membahas bersamanya sekarang, apabila saudaranya ini setuju, maka mereka bisa membicarakannya bersama nanti pada ibu mereka.
“Kau ingat kapan terakhir kali kita liburan akhir pekan bersama?” Bevrlyne membuka topik percakapan ketika mereka sedang sarapan. Perkataannya membuat Velgard mengangkat kepala lalu beralih memandangnya. “Maksudku bukan hanya kita berdua, tapi dengan mom juga.” Ia segera melanjutkan.
Velgard hanya angkat bahu sebagai tanggapan, tapi karena Bevrlyne sedang tak melihatnya, gadis itu memandangi makanan nya, maka Velgard harus berbicara.
“Entahlah, mungkin beberapa tahun yang lalu, kenapa?” Ia balas bertanya padanya.
Bevrlyne menggelengkan kepala. “Tidak, hanya saja aku sedikit rindu dengan itu.” Setelah mengatakan kalimat itu, ia segera melahap sisa sarapannya yang belum habis.
“Hah? Kau ingin piknik ke kebun binatang? Yang benar saja, Bev, kau terlalu dewasa untuk itu.” Velgard malah menyalahartikan maksud perkataan Bevrlyne, ia malah sampai meledek adiknya itu.
“Bukan seperti itu, maksudku kita hampir tak pernah menghabiskan waktu luang bersama sekeluarga.”
Untuk sesaat, keadaan hening, Velgard tidak menanggapi ketika mendengar penjelasan adiknya. Jujur saja ia juga memang merindukan masa-masa mereka menghabiskan waktu bersama dengan kedua orang tua mereka.
“Kau tahu sendiri mom bekerja keras untuk kita bukan? Kupikir kita tak perlu membahas hal-hal kecil seperti itu.” Velgard bergumam pelan.
“Aku tahu.” Bevrlyne menunduk saat mengatakan itu.
“Semenjak dad meninggal, semuanya sudah berubah.” Velgard berbicara lebih pelan.
“Yah, tapi bagiku, hal-hal kecil bisa menjadi kebahagiaan.” Bevrlyne berbicara hampir berbisik seolah ia mengatakan kalimat sebelumnya hanya untuk dirinya sendiri.
Kehilangan sosok kepala rumah tangga yang baik dan dicintai anggota rumah memang selalu terasa menyayat hati bagi siapa saja. Luka yang dirasakan akibat kehilangan itu tidak akan bisa lepas dan luntur begitu saja. Bahkan apabila rasa cinta dan kenangan yang ada terlalu kuat, kemungkinan seseorang akan sangat sulit untuk bisa bangkit lalu melanjutkan hidup baru tanpa seseorang yang telah pergi.
Hal yang terjadi pada sepasang saudara kembar itu sama, mereka sama sekali tak bisa membuang kenangan lama, tak bisa merelakan sosok ayah yang sudah pergi. Hal ini memang wajar terjadi, sangat sulit untuk melepaskan.
“Kau mengatakan sesuatu?” tanya Velgard yang nada bicaranya sudah kembali normal. Ia menanyakan pertanyaan itu karena telinganya merasa mendengar Bevrlyne berbicara, hanya saja ia tidak jelas menangkap kata-kata yang dilontarkan bibirnya.
“Ya, bau ketiakmu sampai ke sini.” Bevrlyne segera membalas, ia melontarkan ejekan sehingga suasana sedih pun segera mencair seketika. Velgard menyeringai mendengarnya.
“Hei! Itu tak benar, kau tahu apa arti dari fitnah?” tanya Velgard yang memprotes karena tak terima dengan ejekan adiknya itu.
“Ya, itu wajahmu.”
“Kau ... kau jahat. Aku tidak bau, oke mungkin sedikit.” Velgard sengaja mencolek ketiaknya sendiri saat berbicara membuat Bevrlyne memandangnya jijik.
“Jorok.”
“Terima kasih.”
“Aku tidak memujimu, idiot.” Bevrlyne sebenarnya ingin membahas mengenai saran Nonya Anderson mengenai liburan yang harus mereka ambil bersama, tapi setelah percakapan barusan, ia mendadak tidak berminat lagi untuk membahasnya.
Setelahnya, Bevrlyne segera beranjak berdiri lalu membawa alat makan miliknya dan milik Caitlin ke bak cucian, ia sudah selesai dengan sarapannya.
Ia berbalik badan lalu berjalan meninggalkan meja makan sambil berbicara menyampaikan pesan. “Selesaikan sarapanmu, aku menunggu di depan.”
“Ya sudah, nanti saja ini dicuci.”
“Hm.”
Pagi ini cuaca begitu baik, udara pagi terasa nyaman di luar rumah. Tepat di pinggir jalan, Bevrlyne dan Velgard berdiri menunggu bus jemputan mereka. Ini adalah keseharian mereka ketika berangkat sekolah, bagusnya bus itu selalu datang pada jam dan waktu yang hampir selalu tepat, apabila terlalu cepat atau terlambat sekalipun, itu tak terlalu jauh, paling sampai lima menit saja.
Keduanya mengobrilkan hal-hal mengenai tugas dan kegiatan sekolah selama menunggu bus sekolah yang menjemput tiba. Keduanya berinteraksi seperti biasanya, sangat normal dan tampak alami. Tak satu pun dari keduanya yang tampak seolah memiliki rahasia yang disimpan, seprtinya mereka sangat kompak dan sama-sama mampu menyembuhkan rahasia mengenai kekuatan yang mereka miliki dari satu sama lain. Padahal, cepat atau lambat, rahasia yang mereka simpan pada akhirnya akan terkuak, semua itu akan diketahui oleh satu sama lain.