Mimpi atau Visi?

1350 Words
Warna hitam dilapisi warna merah api menjadi pemandangan yang mengerikan, pemandangan yang diperlihatkan oleh sebuah kota. Api dan asap tampak tersebar di mana-mana, bangunan-bangunan dihancurkan, reruntuhan yang terbakar menjadi pemandangan baru pada kota yang seharusnya memiliki bentuk yang indah dan megah. Bangunan-bangunan tinggi nan megah dan indah itu dihancurkan begitu mudahnya, cahaya laser membuat ledakan besar hampir sama halnya dengan nuklir yang dijatuhkan tepat pada kota itu sendiri. Sementara pelaku dari penghancuran itu tampak sedang melayang di atas langit kota, pesawat luar angkasa berukuran super besar tampak mengamati kehancuran kota tersebut. Ketika bangunan-bangunan yang bertahan dihancurkan, terdengar jeritan kesakitan yang mengiringi suara ledakan selama beberapa saat sebelum semuanya ditelan oleh suara ledakan lagi, ini adalah tanda bahwa memang masih ada beberapa nyawa yang bertahan, sayangnya mereka tak bertahan lama karena pesawat-pesawat drone itu menuntaskan tugas pemusnahan yang tidak sempurna dilakukan oleh pesawat raksasa itu. Pesawat-pesawat drone berukuran jauh lebih kecil tampak terbang di berbagai penjuru kota, melanjutkan perusakan dan penghancuran seolah memastikan bahwa tidak ada apa pun yang selamat dari ledakan yang dilakukan oleh pesawat raksasa di atas sana sebelumnya. Lesatan-lesatan peluru laser dijatuhkan ke permukaan bagaikan hujan cahaya berwarna merah yang setelahnya terjadi ledakan beruntun yang meluluh-lantakkan apa pun yang ada di permukaan. Ini adalah p*********n yang mengerikan, semua disapu habis tanpa ada yang tersisa, hampir semua bangunan di kota itu sudah dibuat menjadi reruntuhan, sudah sebagian juga terbakar api yang begitu besar. Tak ada yang bisa melarikan diri dari musibah itu, apalagi pesawat-pesawat drone itu beterbangan begitu rendahnya sampai bisa mencari makhluk apa pun yang tersisa pada sudut kota tertentu. Pesawat-pesawat drone itu melakukan perburuan dan penghancuran terhadap kota tersebut. Banyak pesawat drone yang benar-benar meratakan bangunan-bangunan di daerah sekitarnya, bangunan yang terlihat masih bertahan dan sekiranya masih bisa digunakan sebagai tempat persembunyian. Tidak ada apa pun yang bisa melawan dan menghentikan semuanya, tidak ada perlawanan yang terlihat. Jangankan untuk perlawanan, di seluruh penjuru reruntuhan sudah tampak ada penghuni kota yang bergerak, tak tampak makhluk hidup yang bertahan di sana setelah perusakan yang dilakukan, dilihat dari sisi mana pun, kerusakan yang dahsyat itu tidak mungkin meninggalkan sesuatu yang masih hidup dan masih berbentuk. Kekuatan yang luar biasa dari p*********n yang berakhir menjadi pemusnahan masal ini tampak tak mendapatkan suatu perlawanan yang berarti dari penghuni daratan sehingga ini tampak jelas merupakan p*********n sepihak. Bangunan-bangunan yang awalnya berdiri megah nan indah, kini hanya terlihat seperti bongkahan batu yang tak berarti. Tentu saja, bangunan-bangunan itu hancur bersama dengan para penghuninya, para penghuni yang awalnya tampak berkelas dan memiliki wibawa kini tak bedanya seperti seonggok daging gosong dan hancur terimpit bebatuan kotor. Makhluk apa pun yang ada di dalam pesawat-pesawat yang melayang di atas kota tersebut, jelas mereka sudah tak memiliki belas kasih terhadap penghuni kota yang dihancurkan tersebut. Tempat itu, keadaan daerah itu, semua pemandangannya sama sekali tak mirip seperti bumi, bangunan-bangunannya juga memiliki bentuk yang sama sekali tak mirip sebagai bumi. Ledakan-ledakan itu menghasilkan reruntuhan dan api yang membakar segalanya. Mungkin saat ini adalah pemandangan berupa bencana yang mengerikan. Dilihat dari sisi mana pun, ini adalah kejadian berupa invasi dari makhluk apa pun yang mengendarai pesawat raksasa itu, invasi yang berlanjut menjadi pemusnahan masal, pemusnahan yang berakhir dengan terjadinya pemandangan seperti saat ini. “Tolong!” Tiba-tiba ada seruan dari seseorang yang meminta tolong lalu kembali terjadi ledakan besar yang membuat reruntuhan menjadi hancur berantakan. *** Adegan berpindah ke tempat yang lebih baik dan lebih tenteram dari adegan sebelumnya. Langit gelap, suhu udara di sebuah daerah perumahan tampak begitu rendah, angin berembus membawa suhu yang dingin menyebar meluas. Keadaan lingkungan itu tampak sepi, tidak ada manusia yang beraktivitas di luar rumah, terlebih waktu menunjukkan bahwa kala itu larut malam, itu adalah waktu bagi manusia yang mengistirahatkan badan di tempat tidur masing-masing yang nyaman. Setiap rumah hampir semua gelap, bisa dikatakan setiap penghuni rumah tudak menyalakan lampunya. Hanya lampu jalan saja yang menjadi penerangan sehingga beberapa bentuk dari bangunan dan segala yang ada di sana masih dapat terbentuk dengan jelas. Di dalam sebuah rumah yang berada di daerah rumah-rumah minimalis, tepat di sebuah kamar lantai dua di mana penghuninya sedang gelisah. Di atas sebuah ranjang, sepasang kakak beradik tampak memiliki ekspresi yang sama ketika mereka memejamkan mata. Tampaknya mereka memimpikan hal yang sama, sama-sama bermimpi buruk. Velgard membuka matanya segera, ia terbangun dari mimpi tentang sebuah kota yang dimusnahkan. Rasanya, ia seolah ada di dalam sana, ikut merasakan penderitaan korban-korban yang terkena musibah itu. Sensasi yang dirasakannya selalu sama, rasa ngeri dari kehancuran yang dilihatnya membuat tubuhnya merinding sampai ia mengeluarkan keringat dingin. Bahkan rasanya ia bisa merasakan menghirup udara kotor dan panas dari abu yang tersebar ke seluruh penjuru. Setelah merasakan hal itu, tak berselang lama ia akan sadarkan diri atau lebih tepatnya terbangun dari mimpi itu. Mimpi yang sama lagi, pemandangan dari dalam mimpi yang seolah berupa visi itu sudah menghantui dirinya hampir selama satu bulan ini. Hampir setiap hari, pemandangan dalam mimpi dan reaksi dari tubuhnya selalu sama, ini bagaikan dejavu yang berulang kali terjadi. Seolah dirinya terus berada di tempat yang sama meski dirinya sudah melarikan diri sejauh mungkin. Selama beberapa waktu ini, setelah mimpi buruk terjadi, ia langsung lupa, hanya ketika ia kembali tertidur dan mengalami mimpi yang samalah ia sadar bahwa dirinya sudah mengalami mimpi tersebut selama berulang kali. Bagi Velgard yang sejatinya manusia biasa, anak muda yang kurang menyukai hal-hal ekstrem, mimpi seperti ini membuatnya takut, kematian banyak makhluk hidup dan pemusnahan masal adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Terlebih, sejak ia mimpi hal-hal aneh itu, tubuhnya juga mengalami sesuatu yang tak dapat dirinya pahami, itu juga memengaruhi emosi dan kepribadiannya. Velgard merasa bahwa dirinya perlahan berubah menjadi orang lain yang memiliki kepribadian yang jauh dari dirinya yang selama ini. Ada sesuatu yang memengaruhi tubuhnya, entah fisik, mental dan batin, semuanya terpengaruhi oleh sesuatu yang datang begitu saja. Tak ada pemicu, tak ada sumber, tak ada apa-apa yang memancing semua itu muncul dan menyelimuti dirinya. Velgard yang saat ini duduk segera mengedarkan pandangannya ke sekitar. Lampu kamar padam, tapi kamar itu masih cukup terang dikarenakan terdapat lampu tidur yang dinyalakan tepat di samping kedua ranjang. Di sampingnya, Bevrlyne, adik perempuan yang merupakan kembarannya juga terbangun, ia berada dalam keadaan duduk. Ia tampak ketakutan dan merinding juga. Untuk yang ini, Velgard sudah sering melihatnya. Bevrlyne selalu merasa mendapatkan mimpi buruk selama beberapa malam, meski tidak setiap hari. Lebih parahnya, ketika ia masih berada di dalam kamarnya sendiri, selain selalu mendapat mimpi buruk, ia juga selalu merasa selalu sedang diawasi oleh sesuatu yang tidak dirinya ketahui. “Bev, ada apa?” tanyanya dengan serak. Udara di sekitar mendadak panas dan Velgard merasa sangat gerah. Bevrlyne memandang saudaranya dengan agak takut pada tatapannya. Velgard sudah beranjak duduk saat itu. “Vel, aku mimpi buruk. Banyak yang mati dan ... kita ada di sana.” Pada akhirnya gadis itu menangis ketakutan. “Mimpi buruk lagi?” tanya Velgard membuat Bevrlyne mengangguk membalasnya. “Tapi kali ini terasa sangat nyata, mimpi yang kali ini juga terlihat seperti sebuah pemusnahan.” “Pemusnahan?” “Ya.” Setelah mengiyakan, maka Bevrlyne segera menceritakan segala rangkaian mimpi yang telah dirinya alami. Anehnya, apa-apa saja yang dikatakannya seolah menceritakan ulang apa yang Velgard mimpikan. Meski telah beberapa kali mengaku telah mengalami mimpi buruk, selama ini Bevrlyne tak pernah mau bersedia bercerita tentang mimpinya sebelumnya. Maka dari itu kali ini Velgard agak terkejut karena adiknya itu kini mau berbicara mengenai mimpinya, semakin terkejut lagi karena mimpi gadis itu malam ini malah sama persis seperti mimpi yang ia alami. “Aku pikir, sepertinya mimpi yang kualami adalah suatu pertanda,” ucapnya dengan kalut sebelum kemudian melanjutkan. “mungkin saja ... mungkin saja ini malah sebuah penglihatan masa depan.” Velgard berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya, ia menenangkan diri lalu beralih mendekat pada adiknya itu untuk memberikan penghiburan. “Hei, tenanglah. Aku juga mimpi sesuatu yang sama. Semua akan baik-baik saja.” Velgard memeluk adiknya dan memberikan penghiburan. Untuk sesaat, mereka berada dalam keadaan seperti itu sebelum beberapa detik kemudian, Bevrlyne merasakan suatu sensasi yang berbeda. Suhu pada tubuh Velgard tiba-tiba naik tanpa ada pemicu apa-apa. Bevrlyne melepas pelukan, tapi kedua tangannya masih bersentuhan dengan tangan Velgard.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD