Bergeming

1355 Words
Ruangan yang pada awalnya seperti tempat daur ulang di mana segala perabotan yang ada di dalamnya sudah benar-benar dihancurkan, secara perlahan semuanya kembali utuh, retakan panjang pada sepanjang dinding dan langit-langit dengan sendirinya menutup, lubang-lubang pula ikut menutup sehingga permukaan yang rapi kembali terbentuk, lampu yang pecah, kursi dan meja yang hancur dan segala yang memang sudah benar-benar hancur tampak diperbaiki. Pecahan-pecahan terpisah itu bergerak dengan sendirinya untuk membentuk material yang sebelumnya berbentuk. Semua yang memandang adegan ini seperti melihat rekaman mundur di mana barang yang sudah hancur diputar ulang waktunya sehingga secara bertahap pecahan dan setiap potongan kembali pada posisinya masing-masing. Buku-buku dan berkas yang berada di dalam ruangan itu kembali ke bentuk asal, debu atau apa pun yang mengotori juga perlahan lenyap, benda-benda itu secara perlahan bergerak ke tempat asal dengan sendirinya. Caitlin yang menyaksikan hal yang jauh lebih besar dari apa yang Mr. Schneider perlihatkan sebelumnya kini tampak membelalak tak percaya. Pasang matanya tertuju pada benda-benda yang awalnya sudah tepisah kini kembali membentuk ulang seperti sedia kala. Ia menyerukan berbagai kalimat di dalam kepalanya saat semua benda yang ada di sana bergerak secara sendirinya, barang-barang yang rusak dan hancur tampak kembali seperti sedia kala. Semua proses itu berlangsung selama satu menit lamanya karena benda-benda yang terpisah dan berada dalam keadaan hancur itu tampak agak lambat untuk menyatukan setiap potongan. Melihat akan sangat efektifnya apa yang pria itu lakukan. Kemungkinan besar, seperti itulah cara Mr. Schneider memperbaiki toilet yang rusak satu minggu lalu akibat perbuatan Bevrlyne. Xhillorus menghela napas ketika ia selesai dengan pekerjaannya. Tampak jika ruangan tersebut sudah kembali seperti semula. Ia menoleh pada kedua anak itu lalu terlonjak sesaat. “Apa aku sudah bisa mendekati mereka?” tanya Caitlin pada Xhillorus. Wanita itu segera tersadar dari keterkejutannya, ia ingat bahwa keadaan dua anaknya sangat memprihatinkan saat ini. Untuk sesaat, pria itu menarik napas sesaat sebelum menoleh ke arah Caitlin, ia kemudian memandang Velgard dan Bevrlyne sebelum kemudian menganggukkan kepalanya. “Untuk saat ini mereka sudah tenang, kau bisa menyentuh mereka.” “Apa kau yakin?” bisik Mr. Schneider yang agak ragu, melihat apa yang diperbuat oleh Bevrlyne dan Velgard sebelumnya, pria itu merasa tak yakin dan khawatir bahwa keduanya bisa kapan saja kembali mengamuk dan bisa menyakiti siapa saja termasuk ibu mereka sendiri. “Aku pikir ini akan baik-baik saja. Lihat, mereka sudah tenang saat ini.” Xhillorus membalas, sayangnya, keyakinan yang ia perlihatkan sebelumnya langsung berubah saat ia menyentuhkan dua jari pada pelipis. “Xhillorus.” “Mereka melakukan perlawanan, sepertinya pengekangku tak akan bertahan lama, aku harus segera membawa mereka pergi sebelum mereka mengamuk lagi. Tapi untuk kali ini, selama mereka masih dalam pengawasanku, semuanya akan baik-baik saja.” Ia Ia bergumam pelan sambil memperhatikan keduanya yang masih duduk mematung. Dilihat dari sisi mana pun, keduanya tampak tak bergerak dan tak memiliki emosi apa-apa. “Ini tidak baik.” “Kau harus berjaga-jaga, siapa tahu kedua anak ini menyerang ibunya secara tak sengaja.” Xhillorus bergumam sambil menyuruh agar temannya itu bisa bersiap-siap untuk hal yang bisa saja terjadi. “Vel, Bev.” Hal yang pertama Caitlin lakukan adalah menghambur memeluk kedua anaknya yang memasang tatapan kosong sambil duduk di atas kursi. Ini adalah sifat atau naluri seorang ibu yang peduli pada anaknya. Tak peduli seperti apa kondisi anaknya, tak peduli bagaimana dengan keselamatan dirinya sendiri, seorang ibu yang memiliki hati dan naluri memyayangi adalah orang yang pertama akan menghampiri seorang anak ketika anak itu bahkan berada dalam situasi apa pun. “Bagaimana dengan keadaan mereka?” tanya Mr. Schneider. Ia ingin tahu kondisi keduanya. Dilihat dari luar, mereka tampak biasa saja dan tidak ada tanda-tanda akan cedera juga akan ada kekuatan besar yang muncul. “Aku tak bisa memberi kabar bagus.” Xhillorus menggeleng, Mr. Schneider tahu jika ia tak mampu berbuat lebih, ia juga tak mengatakan apa-apa lagi karena sudah bisa menebak apa masalahnya. “Sayang, apa yang terjadi?” Caitlin bergantian mengecup pipi mereka lalu menyentuh masing-masing pipi mereka. Mr. Schneider segera berjalan ke samping Caitlin. “Caitlin tenanglah.” Mr. Schneider coba menenangkan wanita itu, tapi sepertinya itu sama sekali sia-sia dan tak ada gunanya. “Belverick , kenapa mereka diam? Kenapa mereka tak menanggapiku? Apa yang terjadi?” Ia menoleh pada Mr. Schneider penuh kepanikan lalu kembali beralih pada keduanya lagi untuk mencoba membuat mereka menanggapi. “Velgard, Bevrlyne, ini aku. Katakan sesuatu padaku,” pinta wanita itu sambil menepuk-nepuk pipi keduanya secara bergantian, ia melakukannya tidak keras. “Caitlin, dengarkan kami dulu.” Mr. Schneider tampak sabar menghadapi Caitlin, mungkin saja ia paham dengan apa yang dirasakan oleh seorang ibu. Sementara Xhillorus hanya diam mengamati semua yang terjadi. Saat ini ia hanya bisa membuat keduanya berhenti saja. “Sayang, ini aku, jawab aku.” Caitlin menepuk-nepuk pipi Velgard, ia beralih pada Bevrlyne lalu melakukan hal yang sama. “Caitlin.” Mr. Schneider memanggilnya pelan. “Belverick , tolong lakukan sesuatu pada mereka.” Ia tampak panik, perlahan wanita itu mulai menangis. “Caitlin!” Kali ini Mr. Schneider agak tegas saat memanggil namanya. Caitlin agak terlonjak lalu menolehkan kepalanya pada pria itu, pada mereka berdua. “Semua baik-baik saja.” Mr. Schneider berkata pelan. “Apanya yang baik? Mereka tak menanggapiku, mereka seperti tak memiliki jiwa!” Ia balas berkata dengan keras dalam isakannya. “Maka dari itu dengarkan kami dahulu.” Ketika mendengar kata “Kami” Caitlin ingat bahwa pria yang sebelumnya melakukan sihir luar biasa di mana semua barang di dalam ruangan itu bisa kembali utuh. Caitlin segera berdiri lalu menghadap ke arah Xhillorus. “Kau yang membuat mereka berhenti, tolong biarkan mereka bisa seperti sedia kala lagi, kumohon.” “Kau harus menenangkan dirimu terlebih dulu. Kita akan membicarakan ini.” “Tapi ....” “Mereka tidak apa-apa, aku sengaja membuat mereka seperti itu agar tidak mengamuk lagi. Kumohon kau tidak terlalu histeris dan dengarkan aku.” Mau tak mau, Caitlin harus menurut. “Caitlin, aku adalah Xhillorus. Aku yakin Edrexal sudah mengatakan semua yang perlu kau ketahui.” Xhillorus pertama kali bicara pada Caitlin, ia memiliki penampilan yang mirip dengan Mr. Schneider , sama-sama tinggi dan beriris biru. “Tolong, duduklah, Caitlin. Kami tak tega melihatmu dalam keadaan seperti itu.” Mr. Schneider meminta dengan permohonan, Caitlin akhirnya menurut patuh, ia segera duduk di atas kursi yang sudah disiapkan. Mr. Schneider memindahkan kursi lain di dekat mejanya untuk tempat duduk bagi wanita yang gelisah dan khawatir itu. Sementara Mr. Schneider dan Xhillorus berdiri saja di sana. “Baik, aku akan mendengarkan apa yang akan kalian katakan.” Ia mengeluarkan sapu tangan lalu menyeka wajahnya. "Sudah berapa lama perilaku seperti itu terjadi? Aku yakin ini bukan yang pertama.” Xhillorus tak langsung memberikan penjelasan yang Caitlin harapkan, melainkan sebuah pertanyaan dirinya ajukan pada wanita itu. “Semua keanehan, perubahan karakter, dan kejadian abnormal. Kupikir ini sekitar satu bulan yang lalu.” Caitlin menoleh sesaat sebelum memandang Xhillorus. Rasanya masih agak aneh dan sulit untuk dipercaya jika dua pria yang ada di hadapannya ini adalah alien. Yang lebih tak dapat dipercaya lagi, putra dan putrinya tak jauh berbeda seperti dua alien ini. Apabila ia tidak menyaksikan segala hal yang terjadi sebelumnya, maka demi apa pun yang ada di dunia ini, ia tidak akan pernah memercayai bahwa hanya dirinya di ruangan itu yang merupakan manusia. “Ini sudah lama terjadi, seharunya aku menyadari lebih awal dan melalukan sesuatu sebelum ini.” Mr. Schneider menggumam pelan pada dirinya sendiri. “Tapi itu tak pernah terjadi di sekolah bukan? Maka dari itu Edrexal tak pernah mengetahuinya.” Caitlin merasa aneh dengan nama lain dari temannya itu. Tapi ia segera mengangguk mengonfirmasi perkataan Xhillorus. “Ya, selama ini aku yang mengatasi semuanya sebelum terjadi sesuatu yang lebih parah, selama ini aku hanya menganggap jika yang mereka alami adalah kecelakaan dan kecerobohan saja.” Xhillorus mengangguk-angguk ketika mendengar balasan itu. “Dengar, Caitlin. Anak-anakmu tak aman berada di Planet ini, kekuatan yang tak terkontrol akan menghancurkan dan merugikan semua yang ada di sekitar mereka.” Xhillorus segera memberikan penjelasan. “Kami harus membawa mereka ke planet kami, tentu saja dengan izinmu sebagai wali mereka. Kami tak akan melakukan pemaksaan.” Mr. Schneider menyambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD