Renal masih anteng duduk di atas sofa ruang tamu sambil memegang koran yang baru datang tadi pagi. Karena hari ini adalah hari libur, Renal memilih bersantai daripada harus jalan-jalan keluar. Apalagi jika harus datang ke rumah Arham dan Fasha. Bisa-bisa dia dengan sengaja dijadikan baby sitter untuk Kenan karena tahu sendiri, bayi satu itu memang selalu menempel padanya.
Iya sih, dia memang ganteng dan menawan. Tapi tidak harus di manfaatkan juga kali. Kadang Arham itu juga suka tega sekali padanya. Demi bisa bermesraan dengan Fasha, Renal haruslah dikorbankan menjadi pengasuh si kecil yang memang nempel sekali dengan Renal. Yang perlu dipertanyakan adalah, Kenan itu sebenarnya anak siapa? Kok nempel sekali dengannya. Kalau sudah dengan Renal, pasti tidak mau dengan yang lain.
Beberapa kali Renal menguap karena menahan kantuk. Untuk beberapa hari ini dirinya dalam mode lembur. Untung rumah sudah rapi dan bersih karena ada Elka yang sekarang sibuk membersihkan rumahnya. Ya, setidaknya Renal tidak perlu repot-repot membersihkan rumah jika hari libur. Walaupun gajinya harus terpotong karena membayar ART di rumahnya.
Sebuah cangkir teh sudah tersedia di atas meja, dengan uap yang masih mengepul. Membuat Renal melepas kacamata minus yang ia pakai dan beralih pada Elka yang berdiri dengan sedikit senyuman manis. Walau rasanya setiap hari Elka selalu tersenyum walau hanya sebentar, Renal membalas dengan kedipan mata saja. Mungkin senyum haram bagi seorang Renal. Jika bukan pada orang-orang yang dia mau dan dia kehendaki.
"Makasih," ucap Renal singkat yang langsung sibuk dengan acara membaca korannya. Duh, gimana mau dapat jodoh kalau bentuknya begini? Setiap ada perempuan mesti dianggurin. Setiap ada yang dekat, cuma dianggap angin lalu. Katanya sudah lelah sendiri, tapi masih mementingkan dirinya sendiri.
"Pak Bos coba deh senyum dikit aja. Gimana mau dapat jodoh cepet kalau bawaannya cemberut terus." Ucap Elka yang kini duduk disamping Renal. Ada ya pembantu yang seperti ini. Sok dekat-dekat dengan majikan. Sok akrab dan sok memberi nasehat. Untung Renal bukan Arham yang anti banget dengan perempuan yang nempel-nempel begini.
Renal menaruh koran yang ada di tangannya dan beralih pada Elka yang sibuk duduk sambil memegang nampan yang tadi sengaja ia bawa untuk mengantar minum. Sekarang pandangan mereka kembali menyatu, membuat detak jantung Elka semakin berdisko ria. Bisa-bisa dia terkena serangan jantung dini jika begini terus ceritanya. Elka memegang dadanya lalu mengalihkan pandangan matanya dari Renal yang masih santai saja dengan posisinya.
"Duh, Pak Bos bikin jantung saya nggak sehat. Harusnya Pak Bos bilang-bilang kalau mau tatap-tatapan begitu," ucap Elka sedikit menarik napas lalu buang napas dengan pelan.
Renal sedikit menyunggingkan senyumannya. Perempuan satu ini memang lucu menurutnya. Renal rasa perempuan macam ini langka, seperti Fasha-nya Arham yang memang lemot akut. Tapi Elka itu bukan tipe orang yang punya kelemotan dan kedodolan yang mirip Fasha. Dia tidak separah itu ya. Hanya saja Elka itu orangnya memang sedikit ceplas-ceplos. Memang mirip sifat Renal banget.
Renal mengarahkan punggung tangannya untuk mengelus kepala Elka pelan. Membuat Elka mau tidak mau membalikkan badannya ke arah Renal pelan. Dan senyuman itu mulai nampak walau hanya tipis, tapi Elka merasa tenang karena senyum itu terbit begitu saja karenanya mungkin. Tapi dia tetap tidak mau merasa baper kendati memang dirinya sudah masuk ke dalam pesona Renal yang benar-benar membutakan mata dan pikiran. Apa deh!
"Kamu perempuan yang unik. Dan susah dapat yang unik seperti kamu. Saya pikir, saya tertarik dengan kamu. Tapi saya belum berani mengambil keputusan apapun karena bisa saja perasaan saya bersifat sementara." Ucap Renal dengan diselingi senyuman manis walau akhirnya wajah itu menjadi datar lagi. Benar-benar wajah itu ganteng tapi membuat jengkel siapa saja yang melihatnya.
Elka menatap ke arah Renal yang masih menatapnya, "Pak Bos suka banget ya bikin perempuan jadi baper. Pak Bos ganteng sih, tapi kalau cuma mau baperin anak orang mending nggak usah di deketin," ucap Elka yang mulai beranjak dari duduknya.
Renal menaikkan sebelah alisnya. Memangnya dia tukang bikin orang baper apa? Sebegitukah dirinya yang bisa membuat banyak perempuan menganggap dirinya sebagai laki-laki tukang PHP. Dia kan hanya ingin mencari pendamping yang paling ideal dan juga terbaik. Ini bukan combinasi dalam matematika ya. Yang bisa dipilih secara acak. Kalaupun Renal akan menikah, pasti dia juga berharap bibit unggul. Tapi jika hatinya nanti berkata lain, maka Renal akan diam saja dan ikut dengan pilihan hatinya.
Renal menarik pelan lengan Elka, Renal mau penilaian tentang dirinya harus berubah. Elka harus mencabut pernyataan itu dari dirinya. Renal bukan laki-laki tukang PHP, bukan laki-laki yang suka umbar janji sana-sini. Elka masih fokus pada Renal yang kini diam saja menatap Renal.
"Ah, lama-lama kamu bikin saya pengen khilaf. Udah sana, jangan deket-deket saya. Saya mau mandi dulu lah," ucap Renal yang melepas genggaman tangannya dan langsung ngacir ke lantai dua karena seperti yang ia ucapkan tadi, takut khilaf.
Pak Bos lagi kenapa sih hari ini? Kok tiba-tiba kaya cacing kepanasan gitu.
---oOo---
Suara shower air terdengar dari dalam kamar mandi di kamar Renal. Laki-laki dengan lesung pipi itu sedang menikmati masa indah di dalam kamar mandi karena sibuk memanjakan diri dengan air hangat. Sudah lama dirinya tidak mandi selama ini, maklum lah karena tugas di rumah sakit. Renal jadi harus buru-buru kesana dan kesini. Sibuk mengurus emak-emak yang akan melahirkan. Dan menyita waktu mandinya yang begitu tenang.
Sekarang Renal memilih mandi dengan air hangat untuk sekedar merefresh pikiran dan hanya untuk memanjakan diri sejenak. Renal memang kurang istirahat ditambah dengan banyaknya kegiatan yang selalu saja tak ingin pergi dari dirinya. Setelah cukup lama berdiam diri di dalam kamar mandi, Renal baru keluar dengan hanya melilitkan handuk putih di pinggang. Dia nampak segar dengan wajah yang tidak berminyak lagi. Lalu rambutnya yang basah karena sehabis keramas.
Mungkin setelah ini Renal harus pergi ke rumah Arham untuk bermain dengan Kenan. Padahal awalnya dia malas kesana karena hanya akan memberi kesempatan pada Arham dan Fasha untuk bermesraan dan dengan tidak sengaja melakukan pemanfaatan padanya untuk mengurus Kenan sebentar. Tapi, nyatanya Renal sudah rindu pada bayi kecil yang sudah seperti anaknya sendiri itu. Pasti Kenan semakin lucu saja.
Renal membuka lemari pakaian yang ada di depan ranjangnya. Ia mencari kaos hitam yang biasa ia pakai dan merupakan kaos yang paling dia suka karena hadiah dari Mamanya disaat ulang tahunnya yang ke tiga puluh. Ya, sekitar beberapa tahun yang lalu karena Mamanya sudah malas memberi hadiah karena Renal tak kunjung menikah. Begitu-begitu, Renal adalah anak salah satu petinggi polri.
Jangan dikira hanya Arham yang memiliki latar belakang keluarga yang berasal dari abdi negara. Renal juga punya Papa yang sekarang ditugaskan di kota Surabaya. Maka dari itu Renal tinggal di Jogja sendirian. Ya lebih tepatnya terbiasa sendiri karena orang tuanya memang menetap di Surabaya. Renal juga merupakan anak tunggal yang benar-benar keras kepala. Ah, semua juga tahu.
Renal menutup kembali lemari kayu dengan cat putih dengan kaca yang besar miliknya itu. Pandangan matanya beredar ke seluruh ruangan. Di mana kaos kesayangannya itu? Pasti dibawa Elka ini. Pikiran buruk mulai muncul di dalam otak Renal yang kini masih saja berkacak pinggang karena berusaha mencari kaosnya.
Dengan masih bertelanjang d**a dan dengan langkah cepat, Renal menuruni anak tangga. Semoga saja tidak ada tetangga yang melihat, bisa dikira orang gila dia karena berjalan-jalan di rumah cuma memakai handuk. Renal memang sedang bergerilya mencari kaosnya yang memang entah kemana. Mungkin dicuci Elka dan baru akan disetrika lalu lupa dibawa ke kamarnya. Atau memang belum disetrika. Padahal itu kaos yang rasanya wajib harus selalu ada di dalam lemari Renal. Karena sewaktu-waktu akan dipakai.
Renal celingukan mencari sosok perempuan yang biasanya selalu berkeliaran di dalam rumahnya. Kemana dia? Jangan-jangan melarikan diri dari rumahnya lalu membawa harta bendanya. Tapi itu hanya ada dalam halusinasi Renal saja. Elka bukan perempuan yang suka mengambil yang bukan haknya. Walaupun hatinya juga sedikit demi sedikit diambil tanpa sepengetahuannya.
"Elka? Kamu tau kaos saya nggak?" Teriak Renal dari ruang keluarga sambil petantang-petenteng. Ya Allah Renal, tolong dikondisikan ya yang jalan.
Tak ada jawaban yang berarti. Alias hanya ada suara angin yang memang rasanya tidak terdengar sama sekali. Renal berjalan mendekat ke arah pintu kayu yang memang itu adalah kamar yang Elka gunakan. Pintunya nampak tidak terkunci bahkan memang tidak tertutup. Ada celah yang cukup untuk sekedar mengintip. Tapi Renal juga takut jika ternyata di dalam Elka sedang melakukan sesuatu. Seperti ritual ngepet, misalnya. Tapi kan masih pagi! Yang ada ketahuan.
Renal hanya maju mundur cantik karena bingung akan mengetuk pintu atau bagaimana? Renal mencoba mengetuk pintu tapi nyatanya Elka hanya diam saja. Asli ini anak sedang kesurupan apa gimana? Renal membuka pintu kamar Elka pelan, untung Elka masih berpakaian lengkap dengan keadaan setengah bengong karena memandangi benda di depannya.
"Elkaaaa," suara Renal akhirnya memecah keheningan dan juga memecah lamunan Elka yang kini kesadarannya sudah penuh seratus persen. Jiwanya yang tadi melayang-layang terbang sudah kembali ke dalam raganya. Hanya saja jantungnya masih disko karena panggilan Renal yang luar biasa. Dikira dia budek apa?
Elka menoleh dan mendapati Renal hanya dengan handuk saja, membuat kedua bola matanya hanya bisa terfokus pada satu titik dan titik itu adalah perut Renal yang memang masih terjaga keasliannya. Belum pernah tersentuh dan kotak-kotak.
Ya Allah kok perutnya bisa begitu sih? Dosa sih, tapi kenapa dosa itu selalu aja nikmat untuk dilihat. Sebentar aja ya Allah, Elka cuma mau liat sebentar lagi.
Renal buru-buru menoyor kepala Elka pelan agar perempuan itu tidak terus menerus melihat ke arah perutnya. Memangnya dia sedang dagang apa? Main dilihat sampai melotot pula.
"Kaos mana? Kaos item yang kemarin saya pakai keluar," tanya Renal dengan sedikit berapi-api. Mungkin acara bermainnya dengan Kenan akan mundur sampai beberapa jam kedepan karena insiden kehilangan kaos yang melanda dirinya.
Elka mencoba mengingat-ingat, kaos apa? Dia benar-benar lupa karena Renal memang sering memakai kaos. Jadi yang Renal maksud itu kaos yang mana, Elka tidak paham. Sembari Elka masih mengingat-ingat, pandangan Renal malah tertuju pada benda yang ada dalam genggaman Elka. Dia tidak bodoh untuk ukuran dokter kandungan ya. Dia bukan orang awam yang sama sekali tidak paham dengan barang itu.
Dan perlu dipertegas Renal tidak sepolos itu untuk tidak paham dengan tanda yang sudah sangat sering dia lihat. Dan dengan gerakan cepat, Renal langsung menyaut benda itu dari tangan Elka dan mengamatinya dengan jelas. Renal menggeleng pelan dengan ekspresi kaget. Lalu dia beralih menatap Elka.
"Pak Bos balikin, nggak baik laki-laki pegang begituan." Ucap Elka yang mencoba merebut test pack yang kini digenggam Renal.
Pandangan mata Renal masih tak lepas dari Elka. "Ini punyamu? Apa yang kamu lakukan? Kamu," ucap Renal kehabisan kata-kata yang membuat Elka hanya bisa menggigit bibir bawahnya karena takut. Ekspresi yang seperti itu tidak pernah Renal tunjukkan pada siapapun. Ekspresi yang marah dibalut dengan rasa kecewa. Tapi amarahnya tidak meledak.
"Maaf Pak Bos, tapi itu nggak seperti yang Pak Bos pikirkan kok." Ucap Elka yang masih mencoba meraih benda yang akan menjadi pemicu masalah antara keduanya. Jika saja Elka tidak penasaran dengan garis merah itu, pasti Renal tidak akan tahu. Tapi kenapa pula Renal muncul tiba-tiba di depannya.
Renal menatap tajam ke arah Elka. Renal semakin maju, membuat jarak mereka seakan terkikis. Elka mundur beberapa langkah dan sampai dia duduk di atas ranjang. Lalu dengan cepat Renal menatap tepat di depan manik mata Elka. Membuat Elka merasa ketakutan dan ingin segera menangis. Dan tak berapa lama pertahanannya runtuh juga. Elka mulai menangis karena takut pada tatapan tajam yang Renal layangkan.
"Kenapa kamu nangis? Kamu benar-benar diluar bayangan saya Elka. Saya pikir kamu itu perempuan yang baik. Sekarang jawab pertanyaan saya," tandas Renal yang tak mundur sedikitpun walau Elka sudah menangis.
"Ka-mu-ha-mil?" Tanya Renal yang ditutup dengan suara orang masuk. Membuat Renal dan Elka saling menatap satu sama lain dan beralih pada ambang pintu karena orang itu sudah mendelik dengan memegang dadanya.
Laki-laki itu menatap Renal dari atas sampai bawah. Dengan rambut basah, handuk yang masih memilit, dan jangan lupakan Renal yang masih lolos tanpa pakaian. Apalagi posisi keduanya yang memang bisa dikatakan tidak menguntungkan akan menimbulkan kesalah pahaman yang sangatlah besar. Ini masih opini, tapi bisa saja menjadi fakta sebentar lagi mungkin.
"Renal kamu benar-benar," ucap laki-laki dengan rambut yang hampir memutih seluruhnya itu sambil memegang dadanya yang nyeri. Dan tanpa diminta, laki-laki itu langsung ambruk karena tidak sanggup menahan dadanya yang nyeri.
"PAPAAAAA," pekik Renal yang berlari ke arah Papanya namun juga lupa dengan keadaan handuk yang ia pakai sudah tidak kencang dan jatuh di lantai. Dan teriakan kedua muncul dari mulut Elka sambil menutup matanya karena ini adalah bagian dari pencemaran mata.
"Aaaaaaaaaaa,,"
---oOo---